Amdal untuk Model Ekonomi Sirkular
Selain pemilihan lokasi dan standar amdal yang lama, amdal untuk model ekonomi sirkular juga harus mencakup seleksi dan cara dalam proses produksi hingga model bisnis yang menjamin visi pembangunan berkelanjutan.
Dunia sedang bergairah beralih dari model ekonomi linear (take-make-waste) yang kotor ke model ekonomi sirkular yang ramah lingkungan. Pemerintah Indonesia melalui Bappenas sedang mendorong dan menyiapkan berbagai kebijakan untuk memberlakukan model ekonomi sirkular.
Konsekuensi dari penerapan model ekonomi sirkular mengharuskan perlunya revisi metode dan lingkup studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Amdal merupakan salah satu instrumen dasar pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya sebagai syarat dasar untuk penerbitan izin lingkungan dan izin sektor untuk rencana kegiatan dan/atau usaha produktif di sektor ekonomi.
Amdal tidak bisa lagi mengikuti model ekonomi linear. Berbeda dengan model ekonomi linear, model ekonomi sekular mensyaratkan dan menuntut perubahan model produksi, model bisnis, model distribusi, dan model pengelolaan limbah yang sangat berbeda.
Baca juga: Ekonomi Sirkular Bukan Hanya Daur Ulang
Rancangan ekologis
Kunci utama penerapan model ekonomi sirkular adalah rancangan ekologis: sebuah tahapan krusial pada awal perencanaan aktivitas ekonomi dengan visi dasar pembangunan berkelanjutan. Pilar utama rancangan ekologis adalah pertanyaan penuntun yang menyiratkan integrasi dan akomodasi strategis visi pembangunan berkelanjutan sejak awal perencana aktivitas ekonomi.
Pertanyaan pokok adalah: pertama, apa yang dibutuhkan manusia untuk aspek kehidupannya tertentu? Kedua, adakah alternatif barang kebutuhan tersebut yang ramah lingkungan?
Ekonomi linear hampir tidak pernah mengajukan pertanyaan kedua. Ini karena fokusnya adalah secepat mungkin memproduksi barang kebutuhan manusia dengan masa pakai sesingkat mungkin untuk segera dibuang menjadi sampah agar segera dibeli lagi yang baru.
Hal tersebut dilakukan dengan mengeruk sumber daya alam sebanyak-banyaknya untuk digunakan seboros mungkin karena sumber daya alam dianggap melimpah. Kemudian hasil produksi barang dijual menjangkau sebanyak mungkin konsumen dan dengan menyerahkan tanggung jawab limbah (sampah dari produk dan kemasannya) kepada konsumen tanpa produsen merasa bertanggung jawab atas sampah dari produk yang dihasilkan serta kemasannya.
Padahal, pertanyaan kedua justru menentukan jenis barang yang diproduksi. Fokus ekonomi sirkular adalah pertanyaan kedua, karena dengan itu model produksi dan model bisnis ekonomi sirkuler difokuskan pada memproduksi produk yang ramah lingkungan.
Sebagai contoh konkret, dengan pertanyaan kedua tadi, industri otomotif, misalnya, akan memproduksi bukan hanya mobil yang menggunakan bahan bakar energi terbarukan atau mobil listrik. Yang akan diproduksi adalah mobil yang juga bahan baku seluruh komponennya (besi, baja, karet, kaca, ban, oli, dan seterusnya) sudah dipilih secara selektif dengan visi menghemat sumber daya alam sebagai bahan baku sampai pada pengendalian limbah (sampah padat, cair, udara, gas, termasuk gas rumah kaca).
Pengendalian limbah tersebut sejak proses produksi sampai pada pengumpulan kembali sampah dari konsumen akhir. Pengumpulan kembali sampah ini melalui mekanisme titik pengumpulan dan teknologi pelacakan sampah otomotif produk industri otomotif tertentu untuk dikembalikan pada produsen sebagai perwujudan extended producer responsibility (EPR).
Pengendalian limbah tersebut sejak proses produksi sampai pada pengumpulan kembali sampah dari konsumen akhir.
Bahan baku juga dipilih yang bersumber dari bahan nabati biologis sejauh sudah tersedia. Kalaupun terpaksa menggunakan bahan baku teknis (yang tidak terurai di alam) karena belum tersedia penggantinya yang nabati biologis, maka sudah sejak awal dirancang untuk digunakan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan produktivitasnya sedemikian rupa, termasuk dengan menerapkan prinsip 5R (reduce, reuse, recycle, repair, dan remanufacture).
Salah satu aspek penting dalam rancangan ekologis untuk model produksi sirkular adalah produk yang mau dihasilkan. Model ekonomi linear menghasilkan produk yang dimaksudkan untuk digunakan sebentar lalu dibuang jadi sampah untuk kemudian dibeli lagi yang baru. Model produksi ekonomi sirkular justru dimaksudkan untuk menghasilkan barang kebutuhan dengan masa pakai selama mungkin.
Sebagai contoh, bukan lagi bohlam lampu yang sebentar dipakai lalu rusak atau habis masa pakainya lalu dibuang sebagai sampah yang menjadi tanggung jawab konsumen. Yang dihasilkan ekonomi sirkular justru bohlam yang dipakai selama mungkin. Bahkan bohlam yang tidak lagi dipakai tadi menjadi tanggung jawab produsen/pemilik merek untuk ditarik kembali dan digunakan kembali untuk proses produksi selanjutnya.
Baca juga: Ekonomi Sirkuler dan Persampahan
Selain peningkatan produktivitas sumber daya alam sebagai bahan baku, yang juga dirancang sejak awal adalah peralihan ke penggunaan energi terbarukan (baik dengan pembangkit sendiri maupun dari PLN) serta penghematan pemakaian energi dalam seluruh proses produksi, pemakaian di kantor dan gedung-gedung perusahaan, serta untuk armada distribusi.
Penggunaan energi terbarukan dan penghematan energi adalah bagian dari visi ikut mengatasi krisis iklim. Untuk itu dibutuhkan manajemen dan tata kelola, termasuk untuk proses produksi yang menjamin tidak ada produk cacat yang menghasilkan banyak sampah dan pemborosan bahan baku, waktu, tenaga, dan energi.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemilihan teknologi dengan meninggalkan teknologi yang boros energi, boros bahan baku, boros waktu, dan kotor. Teknologi ini mencakup semua yang digunakan dalam seluruh rantai produksi, distribusi, dan kebutuhan sehari-hari di kantor dan industri bersangkutan.
Untuk itu pula, pasokan bahan baku untuk proses produksi juga sudah mensyaratkan bahan baku yang diperoleh atau dihasilkan melalui model ekonomi sirkular, termasuk rantai pasok, pemanfaatan energi, dan teknologi yang juga ramah lingkungan. Dengan demikian, tidak hanya terjadi proses sirkular dalam menghasilkan dan menyediakan barang kebutuhan tertentu secara sirkular oleh satu produsen, melainkan juga terjadi proses rantai pasok sirkular antara satu produsen dan produsen lain sampai ke konsumen akhir.
Tentu saja, pilihan lokasi pabrik atau proses produksi sudah dengan cermat mempertimbangkan aspek lingkungan, baik tata ruang maupun letak geografis yang meminimalkan/meniadakan dampak ekologis dan sosial dalam arti seluas-luasnya mencakup semua aspek yang relevan. Pilihan lokasi pabrik juga harus relevan mempertimbangkan jejak karbon dalam rantai distribusi dengan menghemat penggunaan bahan bakar untuk distribusi.
Baca juga: Urgensi Ekonomi Sirkular
Terkait dengan distribusi tadi, maka sejak awal sudah harus dirancang secara ekologis untuk membangun jaringan distribusi yang mengurangi pemakaian bahan bakar, menggunakan bahan bakar dari energi terbarukan, menerapkan sistem perawatan armada distribusi yang menghemat energi dan bahan baku armada distribusi, baik menyangkut perawatan maupun dengan menerapkan sistem pelacakan dan peta jalan yang menghemat energi.
Model bisnis
Selain model produksi, aspek penting lainnya dalam model ekonomi sirkular adalah model bisnis. Cukuplah disebutkan empat di antaranya. Pertama, model bisnis produk tahan lama, baik didistribusikan sendiri oleh produsennya maupun dengan melibatkan perusahaan dagang lain sebagai jaringan distributor. Pada model ini, yang menjadi obyek bisnis atau dagang hanyalah produk-produk tahan lama, sekaligus juga terbangun jaringan pengumpulan dan pengembalian sampah dari produk atau kemasan produknya untuk dimanfaatkan kembali.
Kedua, model bisnis sewa atau berbagi. Dengan visi dasar ekonomi sirkular di atas, salah satu model bisnis sirkular adalah sewa barang kebutuhan atau yang sudah mulai umum dikenal sebagai sharing economy. Ini menjangkau hampir semua kebutuhan hidup sehari-hari ataupun kerja, khususnya untuk barang-barang tahan lama, seperti ruang kantor, transportasi, gudang, mesin produksi, pakaian, barang-barang elektronik (AC, kulkas, mesin cuci, dan sebagainya).
Selain model produksi, aspek penting lainnya dalam model ekonomi sirkular adalah model bisnis.
Dalam model bisnis sewa, penyedia jasa sewa akan bertanggung jawab atas lama pakainya barang sewaan tadi dengan antara lain memilih produk yang tahan lama, melakukan perawatan berkala sesuai dengan standar perawatan, menyiapkan tenaga-tenaga teknisi profesional berdisiplin untuk merawat barang sewaan tadi agar tidak cepat rusak dan dibuang sebagai sampah.
Ketiga, mirip dengan model bisnis kedua, adalah model bisnis produk sebagai jasa. Jasa transportasi, jasa pendingin ruangan, jasa ruang kantor, dan seterusnya. Karena itu, misalnya, berbagai bank sekarang tidak lagi membangun kantor di seluruh wilayah, melainkan membangun jaringan penyediaan produk perbankan sebagai jasa yang bisa dilayani oleh siapa saja. Jasa perbankan tadi bisa disediakan dari rumah, toko, tempat usaha, atau lainnya tanpa harus membangun kantor baru yang akan mengeruk sumber daya alam yang sesungguhnya tidak perlu.
Keempat, model bisnis daur ulang. Model bisnis ini pada dasarnya melibatkan konsumen untuk mendaur ulang barang konsumsinya untuk bisa digunakan kembali atau diserahkan/dijual kepada pihak lain untuk bisa digunakan kembali. Merenovasi atau merancang kembali pakaian lama dengan tambahan aksesori atau dengan mengubah modelnya adalah contoh nyata bisnis sirkular daur ulang.
Filosofi dan prinsip dasar model bisnis sirkular adalah fungsionalitas barang kebutuhan (terpenuhinya kebutuhan akan barang tertentu) dan bukan kepemilikan barang tertentu. Daripada memiliki barang sebanyaknya yang hanya akan dipakai sesekali atau sebentar dan dibiarkan kedaluwarsa atau dibuang menjadi sampah, lebih baik menyewa atau berbagi atau mendaur ulang barang kebutuhan tadi untuk memenuhi fungsi yang dibutuhkan.
Dampaknya, akan terjadi pengurangan pengerukan sumber daya alam sebagai bahan baku untuk memproduksi berbagai kebutuhan manusia di satu sisi dan berkurangnya sampah di sisi lain, termasuk pengurangan pelepasan emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Bersamaan dengan itu, tercipta berbagai peluang kerja baru dari berbagai model bisnis sirkular tadi.
Filosofi dan prinsip dasar model bisnis sirkular adalah fungsionalitas barang kebutuhan (terpenuhinya kebutuhan akan barang tertentu) dan bukan kepemilikan barang tertentu.
Lingkup amdal
Dengan gambaran singkat di atas tentang model produksi dan model bisnis ekonomi sirkular, tersirat kebutuhan akan metode dan lingkup amdal yang cukup berbeda untuk model ekonomi sirkular. Selain pemilihan lokasi dan berbagai standar amdal yang lama, amdal untuk model ekonomi sirkular harus mencakup seleksi bahan baku, cara penggunaan bahan baku, pemilihan dan pemanfaatan energi, pemilihan teknologi, jenis produk yang dihasilkan. Ini semua sudah mempertimbangkan dan memperhitungkan pengurangan atau peniadaan limbah sejak proses produksi, pengelolaan limbah mulai dari proses dan rantai produksi, rantai pasok sampai pengumpulannya kembali dari konsumen, serta pemanfaatannya kembali.
Baca juga: Memutar Uang dari Ekonomi Sirkular
Dalam lingkup amdal untuk ekonomi sirkular, misalnya, sampah tidak lagi menjadi tanggung jawab konsumen sebagaimana dalam ekonomi linear. Sampah dari sisa-sisa produk dan kemasannya—sebagaimana limbah cair dan gas buang di lokasi pabrik—bukan lagi semata tanggung jawab konsumen. Justru sampah tersebut pertama-tama adalah tanggung jawab produsen. Maka, amdal sudah mensyaratkan peniadaan sampah dari sebuah produk oleh si pemilik merek atau produk tadi.
Bahkan, amdal harus pula menjangkau model bisnis yang menjamin terpenuhinya visi pembangunan berkelanjutan melalui model ekonomi sirkular. Termasuk di dalamnya adalah dampak sosial budaya bagi masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.
A Sonny Keraf, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya Jakarta