Jika perang berlangsung lama, bukan tak mungkin dinamika seperti yang dialami Italia menimpa negara lain di Eropa. Gejolak ekonomi dan suplai energi akibat perang memengaruhi sikap publik dalam negeri.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Perubahan politik terjadi di Italia setelah Mario Draghi mundur dari posnya sebagai perdana menteri. Pengaruhnya akan terasa hingga di luar perbatasan negara itu.
Draghi mundur pada Kamis (21/7/2022) setelah tiga partai politik dari koalisi pemerintah menarik dukungan mereka. Ketiganya ialah Partai Forza Italia milik Silvio Berlusconi, Partai Liga yang dipimpin Matteo Salvini, serta Partai Gerakan Bintang Lima yang dipimpin Giuseppe Conte. Italia kini dikelola pemerintahan sementara hingga pemilu digelar pada 25 September 2022.
Apa yang terjadi di Italia memukul kubu Eropa yang menentang serangan Rusia ke Ukraina. Draghi, mantan Presiden Bank Sentral Eropa, dikenal sebagai tokoh yang mendukung pemberian bantuan kepada Ukraina serta menolak keras ”operasi militer khusus” Rusia di negara itu.
Pemerintahan Draghi dikenal pula berupaya cepat menemukan sumber gas alternatif guna mengurangi ketergantungan terhadap Moskwa. Sejak awal serangan Rusia ke Ukraina pada Februari silam, Italia berusaha meningkatkan pasokan gas dari Aljazair.
”Hengkangnya Draghi memberi masalah bagi Eropa, pukulan berat,” kata Gianfranco Pasquino, profesor emeritus ilmu politik di Universitas Bologna, dikutip The New York Times. ”Draghi memiliki posisi yang jelas menentang agresi Rusia di Ukraina. Eropa akan kalah dalam kekompakan karena perdana menteri (Italia) berikutnya hampir pasti tak terlalu yakin bahwa tanggung jawab perang terletak pada Rusia.”
Ketiga pemimpin partai yang mencabut dukungan dikenal memiliki relasi cukup positif dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Karena itu, Vito Laterza, associate professor dari University of Agder, Norwegia, menyebut dalam opini di Al Jazeera bahwa pembubaran pemerintahan Italia menjadi kemenangan besar bagi Putin. Selama ini, menurut dia, Draghi bertindak sebagai penahan utama pengaruh Putin di Italia serta Eropa, sedangkan para pemimpin ketiga partai politik menunjukkan dukungan kepada Presiden Rusia.
Bagaimanapun, sikap Italia terhadap perang Ukraina setelah pemilu 25 September belum dapat dipastikan. Bisa jadi kekhawatiran kubu Eropa tak terwujud. Namun, dapat pula kekhawatiran mereka sungguh-sungguh terjadi.
Jika tiga partai yang mencabut dukungan terhadap Draghi itu mendulang suara besar dalam pemilu, terbukti bahwa publik memang menghendaki perubahan di Italia. Ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi dan energi menjadi salah satu pemicunya.
Perang Rusia-Ukraina akhirnya tak hanya berdampak pada ekonomi dan energi, tetapi juga memengaruhi politik domestik. Jika perang berlangsung lama, bukan tak mungkin dinamika seperti yang dialami Italia menimpa negara lain di Eropa. Gejolak ekonomi dan suplai energi akibat perang ujung-ujungnya memengaruhi sikap publik dalam negeri serta dinamika politik negara tersebut.