”In Loving Memory”
Terakhir kami bertemu di rumah tetangga saya sesama pengurus RT, yang juga teman baiknya. Obrolan kami masuk rubrik Parodi tentang ”kerja sosial RT”. Itulah Sam, selalu bisa mendapatkan ide tulisan dari keseharian.
Samuel Mulia saya kenal sejak pertengahan 1980-an. Kami sekelas di kursus bahasa Perancis dan tinggal berdekatan sehingga sering pulang bareng. Dengan teman-teman kursus, kami punya grup MEOK (Makan Enak Omong Kosong) yang masih aktif hingga kini.
Begitu akrabnya, sampai seminggu menjelang pernikahan saya, dia menemani naik bajaj ke Pasaraya Blok M untuk membeli perlengkapan kebaya. Saat siraman sampai midodareni, dia menemani saya di kamar pengantin.
Setelah itu, dengan kesibukan masing-masing, kami tetap sering berkomunikasi. Suatu pagi, kami mengobrol lama di telepon tentang kejenuhan saya di kantor saat itu. Tak dinyana, obrolan kami dia jadikan topik di rubrik Parodi tentang ”keluar dari zona nyaman”.
Terakhir, kami bertemu di rumah tetangga saya sesama pengurus RT, yang juga teman baiknya. Obrolan kami masuk juga di rubrik Parodi tentang ”kerja sosial mengurus RT”. Itulah Sam, selalu bisa mendapatkan ide tulisan dari kejadian sehari-hari di sekitarnya.
Saya mencoba belajar menulis seperti dia. Komentarnya, ”Ayo dong nulis, Ka (dia satu-satunya orang yang memanggil nama saya dengan suku kata kedua), loe pasti bisa!” Begitulah Sam: supel, jujur apa adanya, ceriwis, kritis, kadang judes, dan setia kawan. Saya banyak belajar dan tersentil dari tulisannya.
Dengan gaya bercerita yang nyeleneh, saya merasakan kedekatannya dengan Tuhan, terutama setelah dia cangkok ginjal di China.
Saat pandemi, Sam tidak tinggal diam. Dia membuat program igLive tentang berbagai profesi dan saya menjadi salah satu tamu sebagai penerjemah tersumpah.
Tiga hari sebelum berpulang, dia bertandang ke rumah tetangga saya. Saya mengiriminya sayur lodeh, empal, dan tempe bacem. Kata tetangga saya, ia rindu makanan itu.
”Adieu, Sam....”
Tingka AdiatiBintaro Jaya, Tangsel
Surat untuk Rosi
Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi dan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas P Tri Agung Kristanto menerima kedatangan panitia PPKNM.
Dalam suatu Podcast, Rosiana Silalahi terdengar khawatir ketika ada orang yang ”benci media arus utama”.
Untuk Rosi yang sangat saya suka program ”Rosi”-nya, anda-anda di media arus utama (mainstream), terutama di bidang pertelevisian, tidak usah khawatir. Media arus utama yang menyajikan acara bermutu dan independen akan tetap dicari orang.
Khusus untuk Kompas TV, rasanya tidak perlu khawatir akan mati karena acara Kompas TV sudah sangat bermutu dan berkualitas.
Untuk media TV yang acaranya membosankan dan itu-itu saja, proses kematian tinggal menunggu waktu.
Juga menghadapi Pilpres 2024 yang saat ini sudah mulai memanas, kami para pembaca Kompas berharap media dalam kelompok Kompas tetap independen, tidak menjadi tim sukses salah satu calon.
Artinya, jika ada ”pemimpin” Kompas yang bermain dua kaki (mengutip Megawati dalam rakernas, 21 Juni 2022) sebaiknya keluar dari Kompas, agar Kompas tetap terjaga kenetralannya.
KK RahardjoKompleks Permata Buana, Jakarta Barat
Sadis
Ketika masih bocah, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman ternyata menjadi loper koran Kompas. Maka, ia bisa membaca Tajuk dan Opini (Kompas, 7/12/2021).
Sebelum Kompas lahir, bapak saya berlangganan Soeara Merdeka. Setiap pagi, sayalah yang menerima koran dari loper. Sebelum koran sampai ke bapak, saya nikmati dulu comic strip ”Roy Rogers”.
Sekarang saya juga menikmati kartun di Kompas Minggu. Semua menarik, termasuk Konpopilan, walau saya bukan lulusan komunikasi visual.
Kartun, atau humor lainnya, selain jenaka, juga nyinyir. Menurut ahli psikologi, agresif! Orang yang menikmati humor agresif itu sadis, tetapi sadismenya sehat.
L WilardjoKlaseman, Salatiga
Mencari Jejak Ki Hajar
Soekarno dan Ki Hadjar Dewantara
Sebagai guru, saya selalu rindu untuk mengakrabi pemikiran putra terbaik bangsa ini. Siapa lagi kalau bukan Ki Hajar Dewantara?
Namun, kerinduan itu entah sampai kapan bisa terbayar tuntas. Saya selalu gagal mencari jejak pemikiran tokoh pendidikan ini melalui buku. Selama ini Ki Hajar Dewantara hanya dikenal kutipan-kutipannya, bukan pemikiran secara utuh.
Bahkan ketika saya mencoba mencari di perpustakaan iPusnas, perpustakaan maya milik Perpustakaan Nasional, buku tentang Ki Hajar tak melebihi hitungan jari tangan. Itu pun belum menghadirkan semua pemikiran Ki Hajar.
Saya berharap Kemendikbudristek bisa menyajikan pemikiran Ki Hajar secara utuh dengan membuat buku dan membagikannya ke sekolah-sekolah sebagai bacaan wajib para guru.
Semoga teori pendidikan yang sudah dikembangkan oleh tokoh pendidikan nasional bisa diterapkan lebih luas di negeri sendiri.
Mochamad SyafeiGuru SMP Negeri 135, Jakarta
Hari Koperasi
Infografik Profil Koperasi dan Anggaran Koperasi
Kehadiran koperasi yang berasaskan kerakyatan, dari anggota dan untuk anggota, sangat diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian rakyat.
Koperasi dapat memberikan dana pinjaman untuk kebutuhan sehari-hari, biaya pengobatan, pendidikan, modal kerja, dan biaya-biaya lain kepada para anggotanya.
Namun, koperasi sangat rawan salah kelola, Beberapa koperasi dinyatakan bermasalah, pengurus koperasi lepas tanggung jawab, dan tidak dapat memberikan solusi apa pun bagi para anggota.
Di era disrupsi yang sedang berlangsung, semua tatanan perlu perubahan masif dan fundamental agar lebih dapat diandalkan dan dipercaya, termasuk koperasi di Indonesia.
Pengurus koperasi bertanggung jawab melaksanakan Akta Perdamaian atau Homologasi yang sudah diputuskan oleh pengadilan dan memastikan proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) itu dapat berjalan cepat dan lancar jika timbul masalah kepailitan.
Semoga peringatan Hari Koperasi Ke-75 tahun 2022 ini menjadi titik tolak kebangkitan koperasi di Indonesia.
FX Wibisono Jl Kumudasmoro Utara, Semarang 50148
Klaim Asuransi
Tidak terasa klaim polis AJB Bumiputera 1912 saya sudah dua tahun jatuh tempo dan belum juga dibayar.
Eloknya Bumiputera tidak pernah memberi tahu, apalagi meminta maaf, atas kejadian ini. Padahal, perusahaan asuransi swasta ini sudah berumur satu abad lebih dan selama ini baik-baik saja.
Ternyata saya tidak sendirian. Ada ratusan ribu nasabah, pemegang polis yang bernasib sama. Bahkan ada nasabah yang datang dari luar Pulau Jawa, berusaha mengurus haknya, tetapi sia-sia.
Selain nasabah atau para pemegang polis, ternyata tenaga pemasar polis atau agen dengan julukan mentereng ”Mitra Bumiputera” bukan karyawan Bumiputera. Mereka juga menderita, menganggur tanpa pendapatan. Mereka juga punya beban moral kepada nasabah.
Para pemasar polis yang selama bertahun-tahun hanya berkeliling menawarkan polis baru dan mengutip uang premi nasabah tercengang ketika disodori berita bahwa para pemimpin Bumiputera sering salah investasi alias merugi.
Misalnya investasi saham perusahaan migas ukuran gurem, mungkin malah sudah tidak aktif, dan menjual tanah di kawasan bisnis Kuningan yang dibeli dengan saham bukan uang tunai. Menurut pengamat asuransi, ada investasi-investasi yang mengandung unsur ”kesengajaan”. Yang muncul di benak saya adalah ”kongkalikong”.
Sebagai pemegang polis, saya tidak tahu-menahu liku-liku direksi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dalam mengelola dana nasabah.
Yang saya pikirkan hanya satu: saya gagal menjadi jutawan! Polis saya sebesar Rp 50.000.000. (lima puluh juta rupiah) tidak kunjung cair!
Apakah saya bersedih? Tidak! Saya hanya tersenyum. Saya sadar hidup di mana, lagi pula saya tidak sendirian. Kenapa mesti bersedih hati? Semoga damai di negeri ini.
Sugeng HartonoPerumahan Bona Indah, Blok A, Lebak Bulus, Jakarta Selatan 12440