Menguatkan Kontribusi Industri Tekfin
Industri teknologi finansial (tekfin) kian digandrungi publik. Kontribusinya kian signifikan dalam ekonomi digital dan UMKM. Makin kokohnya industri tekfin terlihat dari bertambahnya secara signifikan jumlah pengguna.

Supriyanto
Tahun 2021 menjadi penanda industri teknologi finansial kian digadrungi publik. Kontribusinya kian signifikan dalam ekonomi digital dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Hingga kini, industri ini masih dicirikan dengan tingkat pertumbuhannya yang tinggi.
Industri pinjaman daring atau peer-to-peer (P2P) lending, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga November 2021, penyaluran pinjamannya mencapai Rp 142,36 triliun, tumbuh 119,85 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Jumlah akun penggunanya naik mencapai 72,64 juta. Pemulihan yang dimulai sejak Agustus 2020 terus berlanjut. Hal serupa bisa dijumpai pada teknologi finansial (tekfin) berjenis pembayaran. Menurut data Bank Indonesia (BI), transaksi pembayaran digital melalui QR Code Indonesian Standard mencapai 13,4 juta merchant di seluruh Indonesia dan 95 persennya merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Makin kokohnya industri tekfin terlihat dari bertambahnya secara signifikan jumlah pengguna, pemain, kolaborasi, dan kontribusi dalam ekosistem. Jumlah agregator, insurtech, e-KYC, dan jenis tekfin lainnya terus bertambah. Produk dan kolaborasi dalam ekosistem digital makin menguat. Produk buy now pay later, misalnya, makin mudah ditemui dalam tranksaksi di e-commerce atau transaksi perdagangan lainnya.
Bukan hanya dari sisi variasi produk dan kolaborasi, dari sisi kualitas produk/layanannya juga makin matang. Sebagai contoh penyelenggara innovative credit scoring yang makin kaya data nontradisional dan machine learning yang makin canggih. Meskipun tetap berpotensi ada bias dalam scoring, akurasi dalam membuat profil untuk keperluan kredit diharapkan makin dapat diandalkan.
Kontribusi tekfin dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga makin dirasakan. UMKM yang sedang berjibaku pulih dari dampak Covid-19 turut terbantu oleh pendanaan dari platform P2P lending, termasuk mendapatkan fasilitas restrukturisasi.
Kontribusi tekfin dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga makin dirasakan.
Total restrukturisasi pinjaman industri P2P lending yang telah disetujui hingga bulan Oktober 2021 sebesar Rp 1,35 triliun (AFPI, 2021). Kontribusi lain dari tekfin dalam PEN adalah dalam penyaluran dana bantuan Kartu Prakerja oleh tekfin pembayaran dan penyaluran dana PEN dari perbankan melalui platform P2P lending.
Optimalisasi potensi
Dalam e-Conomy SEA 2021, Google, Temasek, dan Bain & Company menyatakan bahwa potensi ekonomi digital Indonesia mencapai 146 miliar dollar AS pada tahun 2025. Estimasi ini mengoreksi angka yang dirilis tahun sebelumnya, yakni 124 miliar dollar AS. Nilai ekonomi digital Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara.
Pemerintah juga meyakini besarnya potensi dan pertumbuhan ekonomi digital. Dalam acara The 3rd Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyatakan, sektor keuangan digital di Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030, dari sekitar Rp 600 triliun menjadi Rp 4.500 triliun.
Optimisme masa depan industri tekfin bisa juga dilihat dari ketertarikan investor. Investasi ke industri tekfin global terus melonjak. Menurut FinTech Control Tower, hingga kuartal ketiga 2021, total investasi di tekfin mencapai 34,4 miliar dollar AS. Nilai ini naik 173 persen dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun 2020.
Manisnya masa depan industri tekfin menggaet banyak pihak masuk ke industri. Dalam catatan WhiteSight, ada lebih dari 800 aksi merger dan akuisisi tekfin sepanjang tahun 2021.
Tahun 2022, tren konsolidasi yang dilakukan raksasa tekfin dan bank diprediksi terus berlanjut dan mengarah pada super-apps. Menurut Nayar A (2021) di laman Forbes, setiap perusahaan akan menjadi tekfin. Menurut dia, ke depan kita akan melihat lebih banyak layanan keuangan yang disematkan kepada perusahaan nonkeuangan.
Baca juga : Esensi Bank Digital
Tantangan di 2022
Industri tekfin turut menggerakkan ekonomi digital dan membawa UMKM naik kelas, termasuk dalam pemulihan ekonomi. Kontribusi ini perlu dikuatkan. Menilik perjalanan industri hingga pengujung tahun 2021, terlihat bahwa setiap pemangku kepentingan, seperti pemerintah, regulator, dan pemain tekfin, harus mampu mengoptimalkan perannya.
Pemerintah diharapkan terus menciptakan iklim kondusif bagi pertumbuhan dan kolaborasi industri. Sementara regulator dituntut untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk berkembangnya inovasi dalam jangka panjang. Pengaturan dan pengawasan juga diarahkan pada perlindungan konsumen sehingga bisa meningkatkan kepercayaan publik.
Dalam perjalanan selama ini, pertumbuhan industri tekfin selalu jauh di atas pertumbuhan ekonomi. Tahun 2022, pemerintah dan DPR memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berada pada kisaran 5,2 persen hingga 5,5 persen. Optimisme serupa disampaikan BI yang memprakirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar 4,7 persen hingga 5,5 persen.

Bagi pelaku tekfin, beberapa prasyarat dasar tentu harus dapat dilewati agar makin kontributif. Keandalan transaksi/layanan, keamanan sistem, manajemen data pribadi pengguna, dan ekspansi kolaborasi adalah sebagian prasyarat dasar yang harus dipenuhi para pemain tekfin.
Menghadapi tantangan dan menggapai potensi tahun 2022, perlu ada penekanan perhatian untuk dapat mengakselerasi kontribusi industri tekfin. Pertama, kepatuhan pada aturan perlindungan data pribadi (PDP). Aturan PDP menjadi kunci berkembangnya ekonomi digital secara sehat.
Sambil menanti penetapan Rancangan Undang-Undang PDP yang kembali tertunda, para penyelenggara tekfin harus disiplin dalam manajemen data pribadi penggunanya. Ada tuntutan bagi regulator di bidang tekfin untuk memberikan pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat karena belum adanya aturan level undang-undang.
Para pelaku tekfin semestinya sudah tahu apa saja konsekuensi apabila Undang-Undang PDP berlaku. Ada banyak aturan sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggar data pribadi. Kasus-kasus dalam dunia digital terkait pelanggaran/kebocoran data pribadi yang telah mengkhawatirkan publik akan dapat diminimalkan dengan adanya Undang-Undang PDP.
Kedua, akselerasi kontribusi industri tekfin pada UMKM. Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan 30 juta UMKM go digital dan menargetkan kredit perbankan mencapai 30 persen untuk UMKM. Target ini akan lebih mudah terwujud melalui dukungan industri tekfin.
Dalam transaksi digital, upaya afirmasi pemerintah pada UMKM akan lebih mudah tercapai melalui integrasi data UMKM.
Dalam transaksi digital, upaya afirmasi pemerintah pada UMKM akan lebih mudah tercapai melalui integrasi data UMKM. Saat ini banyak pihak yang mengelola data UMKM. Data tersebar dan belum terintegrasi. Akibatnya, data UMKM belum dapat dimanfaatkan dengan optimal.
Industri berbasis teknologi informasi (yang sebagian memiliki data UMKM) harus memberikan dukungan penuh pada integrasi data UMKM. Data terintegrasi dapat digunakan bersama oleh pihak yang membutuhkan di banyak sektor (dengan tetap tunduk pada aturan PDP). Di industri yang memberikan kredit (misalnya bank, pembiayaan, dan P2P lending), data profil UMKM dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kredit.
Ketiga, perbaikan tata kelola dan layanan penyelenggara tekfin. Ini sangat perlu, terlebih bagi penyelenggara tekfin yang memberikan layanan langsung kepada publik secara luas.
Kasus-kasus pinjaman daring (online) ilegal yang mencoreng reputasi industri tekfin harus diimbangi dengan kualitas tata kelola dan layanan yang lebih baik oleh penyelenggara tekfin legal (terdaftar/berizin di otoritas).
Komitmen pengurus, kualitas sumber daya manusia, dan khususnya aspek tata kelola teknologi informasi (IT governance) menjadi faktor penting untuk diberikan perhatian yang lebih mendalam.
Keempat, peningkatan literasi keuangan dan literasi digital. Beberapa problem muncul di dunia digital (termasuk tekfin) telah menjadi perhatian publik. Banyak di antaranya yang dipicu oleh faktor rendahnya literasi keuangan dan literasi digital. Selain juga karena penyebab lainnya, terutama karena layanan yang kurang baik dan fraud.

Munawar Kasan
Data OJK (2019) menyatakan indeks literasi keuangan hanya 38,03 persen. Menurut hasil Survei Literasi Digital Nasional 2020, indeks literasi digital belum mencapai skor baik (4.00), baru sedikit di atas sedang (3.00). Latar belakang ini yang mendorong pelaku tekfin harus memiliki program literasi keuangan digital. Program literasi tersebut setidaknya ditujukan untuk dua hal, yakni memberikan pemahaman terkait manfaat dan risiko tekfin dan agar publik menghindari tekfin ilegal.
Munawar Kasan, Deputi Direktur di Otoritas Jasa Keuangan