Pada 400 tahun lalu, Sir Henry Wotton, diplomat Inggris, sudah bilang, ”An ambassador/diplomat is a gentleman sent to lie abroad for the good of his country.” Kalau Gilchalan diplomat, kenapa dibiarkan masuk penjara?
Oleh
DIAN WIRENGJURIT
·4 menit baca
Kompas
Didie SW
Selama enam hari berturut-turut (9-14 Desember 2021), harian Kompas secara khusus memberitakan kisah ”intel” Iran, Ghassem Saberi Gilchalan.
Jawaban dari staf Kedutaan Besar (Kedubes) Iran di Jakarta yang menyatakan ”memiliki kewajiban melindungi privasi warga negaranya dan sesuai peraturan Iran dan beragam konvensi internasional…, hanya membela hak-hak warga negaranya di luar negeri”, merupakan jawaban standar diplomatik. Hal itu akan dilakukan semua kedubes di mana pun, termasuk Indonesia, jika ada warga negaranya yang ditangkap atas tuduhan mata-mata.
”Hutan” intelijen di mana pun, termasuk di Indonesia, sangat lebat dan pohon-pohannya sangat beragam. Terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Sementara Gilchalan, kalau benar intelijen, pastilah intel kelas ”tas kresek” atau malah abal-abal.
Kenapa? Pertama, semua intel di negara lain biasanya paling mudah berselubung diplomat yang dibekali paspor diplomatik sehingga memiliki kekebalan (imunitas) dari proses hukum di negara tempat dia bertugas.
Tentunya kita masih ingat kasus intel Jerman yang tertangkap berkunjung ke markas FPI, dan akhirnya ”dipulangkan” (21 Desember 2020). Ingat juga kasus saling usir diplomat Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang beberapa kali terjadi (The Guardian, 16/4/ 2021).
Kedua, terlalu riskan menggunakan intel berpaspor biasa, apalagi paspor palsu negara lain, karena hubungan negara pengirim intel akan terganggu, tidak hanya dengan negara akreditasi (tempat bertugas), tetapi juga negara yang dipalsukan paspornya.
Intel semacam itu dapat dipastikan tak akan terjamin keselamatannya karena tidak dilindungi oleh Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik 1961 (Pasal 27).
Ketiga, kegiatan intelijen akan lebih efektif dan efisien dilakukan oleh diplomat, yang lebih leluasa melakukan tugasnya, masuk (praktis) ke semua lini di suatu negara, mulai dari pemerintahan-swasta, bisnis-sosial-budaya, sampai lembaga kemanusiaan, LSM, serta organisasi internasional.
Banyak pemegang paspor diplomatik tidak bekerja di kedubesnya.
Diplomat merangkap intelijen
Tugas seorang diplomat, dewasa ini, pada dasarnya juga mencakup intelijen, yang mencari informasi (termasuk yang sensitif). Laporan rahasia (confidential/for your eyes only) dari sebuah kedubes ke ibu kotanya (capital) biasanya adalah laporan intelijen.
Keempat, bagi negara-negara besar tertentu, sudah menjadi praktik umum ada diplomatnya yang sebenarnya pejabat intelijen, tanpa dubesnya sendiri mengetahui.
Hal ini biasanya terjadi di perwakilan-perwakilan yang dianggap penting atau sensitif/rawan. Di perwakilan-perwakilan semacam itu sudah lazim juga terdapat perusahaan terselubung (front companies) atau lembaga kebudayaan yang memiliki misi khusus dan pegawainya memiliki paspor diplomatik.
Kelima, daftar diplomat resmi (list of diplomatic staff) yang dikeluarkan oleh kementerian luar negeri suatu negara tidak mencerminkan jumlah diplomat yang melaksanakan fungsi diplomatik, di antaranya representing, promoting, negotiating, protecting, dan reporting.
Banyak pemegang paspor diplomatik tidak bekerja di kedubesnya. Karena itu, kalau suatu kedubes terdaftar memiliki lebih dari seratus diplomat, misalnya, hampir dapat dipastikan terdapat ratusan diplomat lainnya yang bekerja ”di luar” kedubes.
Keenam, intel-intel pada dasarnya memiliki pendidikan dan pelatihan khusus sehingga kegiatan yang dilakukan benar-benar memerlukan keterampilan dan kerahasiaan luar biasa. Tokoh fiksi James Bond, yang gemar gonta-ganti cewek, memiliki biaya operasi intelijen ”tidak terbatas”, dan perempuan yang dikencani bukan orang sembarangan.
Mengencani cewek biasa, ”mengemplang” bayar sewa vila yang tidak mahal, membuka usaha dengan biaya 10.000 dollar AS, jelas menunjukkan kelas dan kebohongan Gilchalan.
Ketujuh, pengiriman intel dari capital akan dilakukan untuk isu-isu khusus yang tidak dapat dilakukan oleh diplomat biasa. Mengurus kapal yang ditahan dan/atau membuka perusahaan tidak perlu dilakukan oleh pejabat intelijen khusus, tetapi cukup oleh pejabat konsuler.
Terakhir, sudah menjadi tugas diplomat untuk mempromosikan negaranya dan meningkatkan hubungan di berbagai bidang. Penulis berkali-kali membawa pebisnis Iran ke Jakarta dan sebaliknya Kedubes Iran di Jakarta membawa pebisnis Indonesia ke Teheran untuk menjajaki peluang bisnis. Jadi, pembukaan bisnis bukan suatu yang rahasia dan harus dilakukan oleh seorang intel.
TRIBUNNEWS.COM
Dian Wirengjurit
Saat penulis bertugas di Teheran (2012-2016), tidak hanya di Bali, tetapi juga di Surabaya, Medan, dan Jakarta sudah terdapat bisnis Iran di bidang-bidang restoran, karpet, manufaktur, kerajinan, ekspor-impor, dan sebagainya.
Pada 400 tahun lalu, Sir Henry Wotton, diplomat Inggris, sudah bilang, ”An ambassador/diplomat is a gentleman sent to lie abroad for the good of his country.” Kalau Gilchalan diplomat, kenapa dibiarkan masuk penjara?
Masih lebih banyak aktivitas intelijen yang sedang berlangsung di Indonesia, termasuk di daerah-daerah yang rawan, yang perlu diungkap.
Dian Wirengjurit,Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Iran (2012-2016)