Uni Eropa menetapkan tidak akan menerima produk yang lahannya berasal dari deforestasi setelah 31 Desember 2020. Hal ini kesempatan bagi Indonesia memperbaiki tata kelola hutan dan produksi hasil pertanian berkelanjutan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pekerja memanen kelapa sawit di areal perkebunan PT Sawit Sumbermas Saran Tbk (SSMS) di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (29/4/2021).
Minyak sawit menghadapi kampanye negatif di Eropa di tengah isu perubahan iklim dan persaingan bisnis. Indonesia harus menjelaskan duduk soalnya.
Parlemen Eropa dan Dewan Eropa sedang menyusun peraturan yang melarang produk berasal dari deforestasi masuk ke Uni Eropa. Produk tersebut meliputi daging sapi, kopi, cokelat, kedelai, kayu, dan sawit. Negara pengirim harus menjelaskan produk tersebut di seluruh rantai pasoknya tidak berasal dari lahan hasil deforestasi.
Deforestasi dianggap sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca. Hutan adalah paru-paru dunia yang menangkap karbon dan melepaskan oksigen. Hutan juga sumber keanekaragaman hayati yang penting untuk keberlangsungan kehidupan di Bumi.
Kita sepakat hutan adalah ekosistem vital bagi Bumi. Kita ingin konsumen di negara maju juga melihat secara adil kepentingan negara produsen. Konsumsi minyak nabati dunia 35-40 persen berasal dari sawit. Indonesia dan Malaysia memproduksi 85 persen dari jumlah itu. Bagi Indonesia, minyak sawit adalah penyumbang devisa ekspor nonmigas terbesar, senilai 27,3 miliar dollar AS, selama Januari-Oktober 2021.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Potensi ekowisata di kawasan Karst Bukit Bulan menarik untuk dikembangkan. Jalur trek menuju puncak Bukit Tamulun Indah di Desa Berkun, Limun, Sarolangun, Jambi, Selasa (16/11/2021).
Indonesia dan Malaysia sepakat menangkis kampanye negatif terhadap sawit di pasar Eropa sebagai pasar penting produk sawit kita. Kampanye bersama dalam kerangka kerja sama Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC) itu dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto dan Menteri Perladangan dan Komoditas Malaysia Datuk Zuraida Kamaruddin. (Kompas, 6/12/2021).
Indonesia dan Malaysia sepakat menangkis kampanye negatif terhadap sawit di pasar Eropa sebagai pasar penting produk sawit kita.
Uni Eropa menetapkan tidak akan menerima produk yang lahannya berasal dari deforestasi setelah 31 Desember 2020. Hal ini kesempatan bagi Indonesia memperbaiki tata kelola hutan dan produksi hasil pertanian berkelanjutan.
Meningkatkan produksi minyak sawit bisa dilakukan tanpa membuka lahan baru, tetapi melalui perbaikan teknologi budidaya dan bioteknologi ramah lingkungan. Pohon sawit yang berusia mendekati 30 tahun segera diremajakan dengan tanaman baru yang produktivitasnya lebih tinggi. Untuk itu, kita harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sawit, mulai dari benih hingga produk olahannya.
Kita juga perlu memperbaiki tata kelola perkebunan sawit. Perkebunan sawit seyogianya tidak mengganggu keberadaan satwa liar, antara lain orang utan, gajah, dan harimau, serta lahan gambut dan tidak menjadi sumber kebakaran.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sintang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Minggu (10/10/2021).
Masyarakat Uni Eropa memberikan perhatian khusus pada petani kecil dalam kerangka pemenuhan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Karena itu, kemitraan antara petani dan perkebunan inti harus lebih adil dan setara.
Tantangan lain, sebanyak 76,64 persen perkebunan rakyat berada di lahan hutan sehingga tidak memenuhi kategori berkelanjutan dari sisi legalitas dan tata kelola. Masalah legalitas harus diselesaikan untuk memberikan kepastian hukum bagi petani serta meningkatkan gairah meremajakan dan memelihara tanaman sawit. Semua berujung minyak sawit kita diterima masuk Uni Eropa.