Butuh langkah signifikan yang perlu dilakukan bersama agar bangsa ini bisa selamat dari ancaman virus korupsi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Bekas Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin meninggalkan ruang sidang seusai persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/12/2021). Aziz didakwa memberikan suap kepada mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju, senilai Rp 3,09 miliar dari komitmen awal Rp 4 miliar.
Pemberantasan korupsi di Tanah Air mengkhawatirkan. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas mengatakan, sembilan dari 10 responden merasa korupsi sangat parah.
Jajak pendapat itu dirilis Litbang Kompas pada Senin, 6 Desember 2021. Pada saat bersama, survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia juga memberikan perspektif yang hampir sama. Pihak yang menilai pemberantasan korupsi Indonesia baik dan buruk sama besarnya. Indonesia terbelah dalam isu pemberantasan korupsi.
Dalam survei Indikator Politik Indonesia, kepercayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)—lembaga yang pernah disegani pada era reformasi—kini memudar. Peringkat KPK jauh terpuruk ke bawah. Kalah jauh dari TNI, presiden, bahkan Polri. Bahkan, jika digabungkan antara ”pihak yang percaya” dan ”cukup percaya” kepada KPK, lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu berada di peringkat kedelapan.
Hasil survei adalah potret. Terserah para penyelenggara negara menyikapinya. Mau biasa-biasa saja, atau mau berpikir emang gue pikirin, pilihan itu ada kepada penyelenggara negara. Namun, kita mau ingatkan bahwa hasil survei atau jajak pendapat itu adalah alarm keras dari rakyat akan bahaya korupsi yang bisa mengancam sendi-sendi bangsa ini.
Kompas
Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan penetapan dan penahanan tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, 18 November 2021, di Gedung KPK, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid ditahan oleh KPK.
Usaha dagang Belanda di Indonesia (VOC) runtuh karena korupsi. Rezim Orde Baru yang berkuasa 32 tahun berakhir karena korupsi masif. Hasil survei itu menunjukkan bahwa korupsi adalah penyakit komorbid bangsa ini. Penyakit komorbid yang memiskinkan bangsa.
Sangat memprihatinkan saat lembaga yang sangat disegani dalam pemberantasan korupsi kini mulai kehilangan tajinya. Sejarah bangsa menunjukkan bangsa ini membutuhkan sosok yang disegani. Sosok yang diteladani. Kini, sosok itu menghilang, disingkirkan secara sistem. Terlepas dari kritik publik terhadap 57 pegawai KPK yang tidak diloloskan dalam tes wawasan kebangsaan, mereka adalah orang-orang yang telah bekerja untuk memberantas korupsi di negeri ini. Kini, mereka direkrut Polri. Hal itu menunjukkan kredibilitas tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan KPK bermasalah.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Bekas Menteri Sosial, Juliari P Batubara, keluar dari gedung KPK, Jakarta, seusai mengikuti persidangan secara daring dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket bantuan sosial Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020 yang digelar Pengadilan Tipikor Jakarta, 23 Agustus 2021.
Sayangnya, pimpinan KPK yang terbukti menjadi ”perantara” perkara tersangka, dan mengarahkan tersangka untuk mencari advokat tertentu, dan sudah dijatuhi hukuman oleh Dewan Pengawas KPK, tetap dipertahankan. Pada saat itulah kredibilitas KPK runtuh. Bagaimana KPK mampu meraih kepercayaan publik kalau pimpinannya bermasalah. Pada sisi lain, masyarakat kian permisif terhadap korupsi.
Butuh energi besar untuk merespons sinyal bahaya publik yang terbaca melalui survei. Butuh langkah signifikan yang perlu dilakukan bersama agar bangsa ini bisa selamat dari ancaman virus korupsi. Tidak ada salahnya meminggirkan orang bermasalah di lembaga antikorupsi dan sudah dibuktikan demi meraih kembali kepercayaan publik. Demi kepentingan bangsa lebih besar. Banyak pihak harus berperan, pemerintah, penegak hukum, termasuk organisasi advokat yang selama ini tidak pernah dianggap.