Program Glow KRB sudah diselenggarakan di banyak negara. Kita bisa menyaksikan program Glow di Kebun Raya Singapura, juga di Denver Botanical Garden, San Antonio, Atlanta, Dallas, dan South Coast, Amerika Serikat.
Oleh
Pramono Dwi Susetyo
·7 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Kondisi kerusakan di Kampung Ciater, Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, akibat tanah longsor, Senin (13/9/2021). Tanah longsor yang terjadi pada Jumat (10/9/2021) akibat aktivitas penambangan batu ini berdampak pada sejumlah kerusakan, seperti rumah warga dan putusnya jalan desa. Tiga bangunan rumah warga ambruk terbawa longsoran, dua rumah mengalami rusak berat, dan belasan rumah warga lainnya mengalami retakan yang mengancam keselamatan penghuninya. Meski tidak ada korban jiwa dalam musibah ini tetapi sebanyak 95 warga di Kampung Jati Nunggal dan Kampung Ciater terancam jika terjadi longsoran susulan akibat rekahan tanah yang menyebar. Aktivitas penambangan batu yang sudah berlangsung sejak tahun 1990-an ini sudah berupa lubang besar dengan tebing tegak curam berketinggian sekitar 200 meter. Selain rusaknya lingkungan, aktivitas penambangan juga mengancam struktur tanah yang labil di kawasan ini.
Jenis bencana hidrometeorologi yang perlu diwaspadai adalah banjir bandang dan tanah longsor. Mengapa? Karena, kedua jenis bencana itu datang tiba-tiba dan sulit diprediksi sehingga banyak korban jiwa dan harta benda.
Tanah longsor dapat terjadi apabila penguat struktur ataupun tekstur tanah menurun dan berkurang kemampuannya akibat curah hujan dan atau perubahan tutupan vegetasi di atasnya. Kejadian longsor selalu disertai dengan keretakan tanah atau tebing. Perubahan tanah tersebut biasanya ditandai dengan pergeseran pohon.
Sementara banjir bandang terjadi karena di daerah hulu terjadi alih fungsi lahan hutan/tutupan hutan (forest coverage) secara besar-besaran dan masif, menghilangkan fungsi ekologis daerah hulu sebagai tangkapan air hujan (catchment area) dan penyimpan air hujan.
Kemampuan menyimpan air yang mendekati nol persen, dalam ilmu hidrologi disebut subsurface run off 0 persen dan surface run off 100 persen. Dengan kondisi seperti itu, apabila terjadi hujan di daerah hulu, air hujan akan meluncur langsung ke permukaan tanah dan masuk ke sungai dengan kecepatan tinggi menuju daerah hilir.
Apabila di hulu terjadi hujan dengan intensitas curah hujan tinggi, kecepatan air yang meluncur ke sungai dan ke hilir akan meningkat. Apabila di daerah hilir tidak terjadi hujan sama sekali, air bah dari banjir bandang ini akan menjadi malapetaka di hilir.
Untuk mengatasi bencana banjir bandang dan tanah longsor, satu-satunya cara adalah kegiatan pencegahan dan pemulihan. Pencegahan artinya mempertahankan kawasan yang bervegetasi kayu dan tutupan hutan. Pemulihan artinya melakukan revegetasi dengan jenis kayu-kayuan yang cepat tumbuh, perakaran dalam dan berdaun lebar.
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan KLHK, Vila Bogor Indah, Ciparigi, Bogor
Inovasi ”Glow”
KOMPAS/AGUIDO ADRI
Hiasan lampu dan atraksi sinar cahaya di Taman Pandan, Jumat (30/9/2021), di Kebun Raya Bogor.
Diberitakan ada penolakan dari lima mantan Kepala Kebun Raya Bogor (KRB) terhadap program wisata malam Kebun Raya Bogor, dikenal sebagai program Glow. Alasannya, mengganggu habitat tanaman, ekosistem, kehidupan malam hewan, dan serangga.
Wali Kota Bogor Bima Arya, menanggapi dengan menghentikan sementara program Glow yang membanjiri KRB dengan cahaya warna-warni.
Ia meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Institut Pertanian Bogor (IPB) membuat kajian, apakah program Glow berdampak buruk sebagaimana dipikirkan pihak yang menolak.
Kita paham, Kebun Raya punya lima fungsi: konservasi, riset, edukasi, layanan lingkungan, dan wisata. Di mana-mana di dunia, kebun raya melakukan serangkaian inovasi demi kelima fungsi itu. Program Glow salah satunya.
Program Glow KRB sudah diselenggarakan hampir di semua negara. Kita bisa menyaksikan program Glow di Kebun Raya Singapura, selain tercatat di Denver Botanical Garden, San Antonio, Atlanta, Dallas, dan South Coast, Amerika Serikat.
Pada 13 November 2021 akan dibuka program Glow besar-besaran hingga 8 Januari 2022 di Missouri Botanical Garden. Satu juta cahaya warna-warni akan dipasang.
Di banyak negara, program Glow kebun raya memanfaatkan ribuan lampu untuk memperindah pepohonan, aneka bunga, danau, gazebo, padang rumput, dan semak belukar. Kebun Raya Bogor luar biasa kaya dengan keanekaan hayati hutan tropis, menampilkan panorama pepohonan dan bebungaan. Saya bayangkan, keindahan wisata malamnya akan melebihi Program Glow kebun raya di negara mana pun.
Sebagai warga yang tumbuh di Bogor, bangga rasanya punya aset kebun raya dengan hortikultura terlengkap di dunia. Kehadiran program Glow akan memberi nilai tambah sebagaimana kebun raya lain dunia. Jadi, kebanggaan warga Bogor dan bangsa Indonesia.
Kebun raya di negara mana pun pasti sudah melakukan kajian ilmiah komprehensif terhadap keamanan program Glow sehingga tidak ragu menyelenggarakannya. Artinya, program wisata malam Glow tidak mengganggu ekosistem sebagaimana dikhawatirkan pihak-pihak yang tidak setuju.
Tidak menutup mata kalau di belakang program inovasi Glow ada aktivitas komersial. Bukankah selama ini Kebun Raya Bogor melakukan aktivitas komersial dengan menyewakan kafe, tempat pertemuan dan kegiatan fotografi, serta lainnya. Tidak ada yang salah, kecuali apabila kegiatan komersial merusak ekosistem.
Bisa dipastikan program Glow Kebun Raya Bogor akan memikat wisata lokal dan dunia. Buat Pemerintah Kota Bogor, ini aset membanggakan yang tak tidur, bekerja mengisi kocek pemda dan membangkitkan pariwisata Bogor.
Kalau bisa menjual es jeruk, mengapa hanya jual jeruk?
Dr Handrawan Nadesul
Jl Metro Alam I, Pondok Indah, Jakarta 12310
Disunting
Tiga Logika (Kompas, 29/9/2021) disunting Redaksi di tiga tempat. Penyuntingan itu, satu di antaranya, tidak membetulkan kesalahan, tetapi mengubah maksud.
”Pouvoir c’est Savoir” (M Foucault) diganti menjadi ”Pengetahuan ada di mana-mana dan berasal dari mana saja”.
Meskipun pernyataan tersebut juga dikutip dari Foucault, maksud saya adalah untuk mempertentangkan ”Pouvoir c’est Savoir” dengan ”Pengetahuan adalah kekuatan” dari Francis Bacon.
Sejatinya saya ingin menyiratkan perlunya pemberdayaan masyarakat yang terpinggirkan agar kearifan lokalnya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas penjelasan yang disampaikan.
Wartawan ”Kompas”
Kompas/Handining
M Subhan SD
Dalam kondisi karut-marut saat ini, saya teringat wartawan Kompas, M Subhan SD. Karya-karyanya kembali membayang sesudah membaca Kolom Politik Budiman Tanuredjo, ”Wajah Wakil Kita” (Kompas, 25/9/2021).
Saya juga membaca buku karya Subhan, Bangsa Mati di Tangan Politikus-Perilaku Politik Zaman Now, yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2019. Saya menganjurkan sidang pembaca membaca buku yang dilengkapi latar belakang yang memperkaya pengetahuan kita bersama, tetapi mudah dicerna.
Moto di awal buku juga menarik. Ia mengutip Abraham Lincoln, 1809-1865. ”Banyak orang sanggup sengsara, tetapi jika ingin benar-benar menguji seseorang, berilah dia kekuasaan”.
Kolom 1 dibuka dengan cuplikan dari Soedjatmoko, itulah masyarakat kita yang menunjukkan kelemahan dan kelapukan di mana-mana. Sebagai bagian generasi yang telah meredup, keprihatinan saya adalah berupaya mengajak generasi penerus untuk meningkatkan tata nilai luhur bangsa ini. Inilah perjalanan yang lebih panjang dan berkesinambungan dibandingkan pembangunan fisik yang kasatmata.
Indonesia Tangguh dan Maju hanya akan tercapai apabila mutu manusianya mendukung cita-cita ini.
Subhan adalah wartawan senior Kompas yang menyelesaikan S-3 Sosiologi di Universitas Indonesia. Dia pernah mengisi rutin Kolom Politik harian Kompas. Keprihatinan dia tentang perilaku politisi yang korup dan menyebalkan, ia lihat sebagai sumber masalah besar di Indonesia.
Ajakan saya untuk membaca buku Subhan adalah bagian dari ajakan untuk meningkatkan literasi bangsa ini seluas-luasnya dengan bahan- bahan yang mencerdaskan.
Yang lebih penting lagi, ada dorongan meningkatkan akhlak kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai bangsa.
Hadisudjono Sastrosatomo
Anggota Tim Pengarah Pusat Etika Bisnis dan Organisasi SS–PEBOSS–STM PPM Menteng Raya, Jl Pariaman, Pasar Manggis, Jakarta 12970
Pendidikan di Rumah
Kompas/Wawan H Prabowo
Para murid SD Negeri Watumbaka, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, membaca buku saat menunggu kedatangan guru mereka di rumah warga di Desa Watumbaka, Pandawai, Sumba Timur, Rabu (3/2/2021). Para murid dan guru menjadikan tempat tersebut sebagai titik kumpul dalam pembelajaran luring atau luar jaringan selama pandemi Covid-19. Para guru di SD Negeri Watumbaka dalam satu hari harus pergi ke 5 hingga 6 titik kumpul untuk bertemu para muridnya. Di titik kumpul tersebut para siswa menerima modul materi untuk dipelajari secara mandiri di rumah dan mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru. Selama pandemi Covid-19, para siswa dan guru di SD Negeri Watumbaka tidak bisa menerapkan pembelajaran secara daring atau dalam jaringan karena tidak memiliki gadget dan sinyal jaringan internet yang terbatas.
Oh ibu dan ayah selamat pagi. Ku pergi sekolah sampai kan nanti.
Selamat belajar nak penuh semangat. Rajinlah selalu tentu kau dapat. Hormati gurumu, sayangi teman, itulah tandanya kau murid budiman.
Oh ibu dan ayah, terima kasih. Ku pergi sekolah sampai kan nanti.
Latihlah badanmu nak supaya sehat, Latihlah batinmu supaya kuat. Tetapkan hatimu, gagah berani. Selalu gembira luruskan hati.
Lagu ”Pergi Belajar” Ciptaan Ibu Sud
Pernah di suatu waktu ketika kiprah media masih sangat terbatas, lagu di atas kerap dikumandangkan RRI. Dinyanyikan anak-anak dengan suara riang, lantang dan padu, berselang-seling dengan suara orang dewasa, ayah dan ibu.
Terasa betul suasana batin yang melatarinya. Ada harmoni, kedamaian, kehangatan, dan kedekatan orangtua dan anak. Ada pesan moral sederhana, tetapi langsung menghunjam ke dalam hati.
Kita diharapkan menjadi orang yang berbudi, yang hormat kepada guru dan sayang teman. Respek dan cinta sesama! Tanpa kita sadari, kita pun kerap menyenandungkan dalam hati. Hormati gurumu, sayangi teman… Senyum pun bertebaran.
Waktu terus bergulir dan perubahan terjadi. Sekolah tidak hanya pada pagi hari. Bahkan, ada yang bersekolah di rumah. Ada yang sekolah pada pagi hari dan kemudian sekolah lagi pada sore hari.
Anak-anak berlomba-lomba mengasah otak. Orangtua pun mendukung anak agar nilai rapor di sekolah meninggi.
Sayangnya, karena terlalu bersemangat kejar nilai, pesan moral di atas meredup. Kata- kata hormati guru dan sayangi teman hilang maknanya. Apalagi ”latihlah batinmu supaya kuat, selalu gembira, dan luruskan hati”.
Semua kemudian terpusat pada kepuasan seketika ”aku, aku, dan aku”. Hasrat harus segera dituntaskan. Kalau gagal, muncul sumpah serapah.
Perilaku sehari-hari pun mengganas. Tawuran antarsekolah, perundungan intrasekolah. Sementara kesibukan orangtua memenuhi tuntutan sehari-hari bertambah. Dampaknya, tak sempat melepas anak ke sekolah, juga untuk menyampaikan pesan.
Anak-anak kemudian menjadi generasi muda yang mungkin berotak ”pintar”, tetapi berhati ”dingin”. Kendali diri menghilang. Nurani tak terasah. Kepekaan terhadap perasaan sesama, yang dapat menopang semangat kebersamaan, bela rasa dan saling dukung, menipis.
Kita tidak tahu apa yang Tuhan kehendaki. Tetapi, kini, melalui Covid-19, kita diberi kesempatan kembali berdekatan. Orangtua dan anak. Kita diberi kesempatan merekonstruksi relasi dalam keluarga. Membangun kembali cinta dan kehangatan. Tentunya juga kembali mengajarkan nilai-nilai moral. Semoga.