Kesejahteraan petani dan kemakmuran rakyat harus dijemput. Bangsa yang besar mestilah pandai menghormati kaum tani. Selamat Hari Tani Nasional 2021!
Oleh
USEP SETIAWAN
·5 menit baca
Setiap 24 September, kita merayakan Hari Tani yang ditetapkan oleh Presiden Soekarno tahun 1963. Hari Tani itu mengingat tanggal disahkannya UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Pada bagian menimbang Keppres No 169 Tahun 1963 tentang Hari Tani ditulis: "Tanggal 24 September, hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria, merupakan hari kemenangan bagi Rakyat Tani Indonesia, dengan diletakkannya dasar-dasar bagi penyelenggaraan Landreform untuk mengikis habis sisa- sisa feodalisme dalam lapangan pertahanan, agar rakyat tani dapat membebaskan diri dari macam bentuk penghisapan manusia atas manusia dengan alat tanah, sehingga melempangkan jalan menuju ke arah masyarakat adil dan makmur".
UUPA yang lahir dengan semangat nasionalisme dan sosialisme ala-Indonesia mengganti UU Agraria kolonial 1870. Penerapan UUPA yang genap 61 tahun mengalami pasang naik di era Soekarno dan pasang surut di era Soeharto— setelah di era Habibie terombang-ambing, dan di era Gus Dur menguat, tapi di era Megawati UUPA nyaris digantikan RUU Sumber Daya Agraria.
Di era Susilo Bambang Yudhoyono, UUPA dipertahankan tapi tak konsisten dijalankan. Di era Jokowi, UUPA dilaksanakan melalui program reforma agraria di tengah kepungan produk legislasi lain yang menyimpanginya. Kini, UUPA berlaku seiring komitmen Presiden Jokowi untuk menata struktur agraria yang timpang dan penuh konflik warisan masa lalu.
Kini, UUPA berlaku seiring komitmen Presiden Jokowi untuk menata struktur agraria yang timpang dan penuh konflik warisan masa lalu.
UUPA dirujuk ketika disusun regulasi operasional reforma agraria. Kebijakan ini dipayungi Perpres No 86 Tahun 2018 yang telah berjalan tiga tahun. Upaya memperkuat kebijakan dan menyelesaikan konflik terus dilakukan. Redistribusi tanah dipercepat guna mengejar ketertinggalan dari legalisasi aset atau sertifikasi tanah gratis melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat setelah menerima tanah dan sertifikatnya disambungkan sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota secara sinergis. Penguatan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) terus dilakukan oleh Menteri/Wakil Menteri ATR/ BPN bersama para gubernur dan bupati/walikota se-Indonesia.
Semua dinamika ini dimonitor Presiden melalui Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria tahun 2021 yang dibentuk Kepala Staf Kepresidenan, melibatkan Menteri ATR/Kepala BPN dan Menteri LHK, serta pejabat eselon 1 dari 16 K/L, termasuk empat pimpinan CSO/LSM.
Tantangan pelaksanaan
Perjalanan reforma agraria tak lepas dari dinamika. Penulis mencatat lima isu krusial sebagai tantangan bagi reforma agraria. Pertama, keragaman visi pejabat di K/L. Perbedaan paradigma dan cara berpikir para menteri dalam menangani dan menyelesaikan ketimpangan penguasaan tanah menjadi hambatan besar.
Perbedaan visi pejabat ini merembet pada kerumitan birokrasi dalam kerja di lapangan. Sektoralisme atau egosektoral masih menjadi sandungan berat bagi realisasi reforma agraria.
Kedua, konsep ideal berhadapan dengan kerumitan teknokrasi pemerintahan. Reforma agraria yang secara konseptual lintas sektor dan multi aktor sulit disinkronisasi dan diharmonisasi dalam program dan kegiatan yang koheren dan konvergen. Rancangan teknokratis yang disusun dalam perencanaan pembangunan kerap meleset dari konsepsi idealnya.
Arahan Presiden mesti diterjemahkan dengan teliti dalam program dan kegiatan di berbagai K/L.
Ketiga, kelembagaan reforma agraria belum efektif dalam mengeksekusi kegiatan reforma agraria. Merujuk Perpres No 86/2018, Tim Reforma Agraria yang diketuai Menko Perekonomian sebagai ketua pengarah nampak tersendat. GTRA yang dipimpin Menteri ATR/Kepala BPN bersama Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN masih fokus pada pengembangan konsep kebijakan dan minim eksekusi praksis di lapangan.
Keempat, peran pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) belum terkonsolidasi dalam program reforma agraria antara pemerintah pusat dan daerah. Reforma agraria pada akhirnya dilaksanakan di wilayah desa/kelurahan di kabupaten/kota, di mana tanah obyek reforma agraria dan subyeknya berada. Peran bupati/walikota sangat amat vital. Keragaman warna politik para gubernur dan bupati/walikota tantangan tersendiri yang penting dikelola.
Kelima, partisipasi dan emansipasi masyarakat dalam reforma agraria juga jadi isu krusial. Tanpa keterlibatan aktif masyarakat, reforma agraria terancam salah sasaran atau keliru target. Rakyat merupakan subyek yang harus menerima manfaat dari reforma agraria.
Karenanya peran petani, nelayan, buruh, masyarakat adat, warga miskin di desa baik laki-laki maupun perempuan harus dioptimalkan dalam GTRA di semua level.
Proyeksi
Setelah mencermati tantangan di atas, dapat disusun proyeksi masa depan reforma agraria yang dinaungi UUPA. Ketika reforma agraria menjadi komitmen politik Presiden, dan sudah ada regulasi serta kelembagaan pelaksananya maka lebih lanjut diperlukan upaya melaksanakan konsep dan kebijakan ke dalam praktik.
Dalam praktiknya, reforma agraria membutuhkan kolaborasi yang apik pemerintah dengan gerakan sosial. Sambil memproses penguatan kebijakan, model kolaborasi seperti Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria Tahun 2021 yang dipimpin Kepala Staf Kepresidenan, layak dikembangkan di level provinsi dan kabupaten/kota.
Selain itu, peran para akademisi dari dunia kampus juga diperlukan. Para guru besar, dosen, mahasiswa dan peneliti perlu diberi ruang lebih lebar untuk memberikan kritik dan masukan bagi perbaikan konsep, kebijakan dan rencana aksi reforma agraria.
Kita ingat, pertimbangan Keppres No 169/1963: tiap akhir September matahari melintasi garis khatulistiwa ke arah selatan, musim labuh (turun ke sawah) hampir datang waktunya, rakyat tani perlu bergembira dan bersyukur kepada Tuhan karena akan menerima rahmat-Nya berupa hujan.
Perlu pula digerakkan agar daya kerja dan daya ciptanya berkembang untuk mencapai produksi yang berlimpah-limpah, sebagai syarat mutlak mencapai masyarakat adil dan makmur. Kesejahteraan petani dan kemakmuran rakyat harus dijemput. Bangsa yang besar mestilah pandai menghormati kaum tani. Selamat Hari Tani Nasional 2021!
Usep SetiawanTenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia