Protokol Kesehatan ”Ketat”
Apakah definisi ”ketat” sama dan seragam bagi setiap pihak yang menyelenggarakan protokol kesehatan? Apakah ada penggolongan protokol kesehatan, misalnya sangat ketat, ketat, setengah ketat, cukup ketat, longgar?
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F08%2F361d58ac-4095-441a-9d9c-c1892a04c7ef_jpg.jpg)
Proyek masker seni Kita Art Friends (KAF) mengadaptasi lukisan sebagai gambar desain masker yang diproduksi insan kreatif Kita Satu Bali di Badung. Pegawai Kita Satu Bali, Jumat (20/8/2021), menunjukkan contoh masker bergambar yang desainnya mengadopsi lukisan berjudul Tegak Garudaku karya I Made Wiradana.
Akhir-akhir ini kalimat ”menerapkan protokol kesehatan secara ketat” banyak digunakan oleh berbagai pihak, termasuk Kompas. Sebenarnya, seperti apakah protokol kesehatan yang dianggap ketat?
Apakah definisi ”ketat” sama dan seragam bagi setiap pihak yang menyelenggarakan protokol kesehatan? Apakah ada penggolongan protokol kesehatan, misalnya sangat ketat, ketat, setengah ketat, cukup ketat, longgar?
Di satu pihak, ketat itu bisa didefinisikan sebagai kewajiban menggunakan masker dengan spesifikasi tertentu, membatasi kehadiran hanya sesuai pihak terundang atau terjadwal, melakukan tes deteksi Covid-19 dengan jenis, waktu, dan masa berlaku tertentu, menjaga jarak sosial dalam jarak tertentu, membatasi rasio luas ruangan dengan jumlah orang dalam persentase tertentu, kewajiban cuci tangan, tata cara makan minum, dan hal lain yang pelaksanaannya diawasi secara ketat dan konsisten.
Bagi pihak lain, definisi ketat mungkin bisa berbeda. Jadi sebenarnya interpretasi kata ”ketat” itu relatif dan tidak bisa digunakan hanya sebagai pemanis atau pelengkap. Apalagi menjadi kalimat ”menerapkan protokol kesehatan secara ketat”.
Semoga kita tidak terjebak dalam penggunaan kalimat ”menerapkan protokol kesehatan secara ketat” hanya sekadar pemanis dan pelengkap kalimat.
Juni Hendry
Jl Terogong Kecil, Pondok Pinang, Jakarta Selatan
Tanggapan First Media
Terkait dengan surat pembaca Bapak Irving Arnaldo Hutagalung di Apartemen Taman Rasuna (Kompas, 1 Juli 2021), bersama ini kami sampaikan tanggapan. Kami juga telah menghubungi Bapak Irving Arnaldo Hutagalung.
First ePaper adalah layanan nilai tambah yang diberikan gratis kepada semua pelanggan lama dan baru hingga 31 Desember 2021. Tidak ada tambahan biaya apa pun terkait layanan ini.
Setelah periode tersebut berakhir, bagi pelanggan yang ingin berlangganan layanan First ePaper dapat menghubungi layanan pelanggan (CS) First Media. Layanan First ePaper hanya diteruskan untuk pelanggan yang konfirmasi ke CS First Media.
Terkait paket tambahan speed boost yang dipilih oleh pelanggan, paket tersebut telah aktif di hari yang sama saat tim kami menerima permintaan pelanggan, 21 Mei 2021. Tambahan kecepatan jaringan diterima pelanggan sesuai kecepatan paket yang dipilih. Tim kami telah menjelaskan hal ini dan diterima baik.
Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami Bapak Irving Arnaldo Hutagalung. First Media terus berupaya secara konsisten memberikan layanan terbaik bagi semua pelanggan kami.
Niki Sanjaya
Head of Marketing Communication PT Link Net Tbk (First Media)
Meteran Jadi Token
Rumah orangtua kami di Tukka, Sibolga, jadi pelanggan PLN sejak tahun 1980-an. ID pelanggan 123010097691 atas nama Arisman Siregar.
April 2021 terjadi pemutusan listrik. Saya menduga petugas PLN telah mengakali pembayaran April 2021 hingga seolah-olah ada penunggakan. Padahal, bulan April saya tidak bisa bayar listrik dari ATM karena sudah dibayar. Saya selaku anak, membayar setiap bulan via ATM BCA sejak rumah itu kosong pada 2016 hingga Agustus 2021.
Tanggal 9 Agustus 2021 adik pulang kampung di Tukka. Dilihatnya meteran listrik langganan sudah tidak ada.
Besoknya ia pergi ke PLN Sibolga, dijawab ada tunggakan April 2021. Padahal, sampai Agustus 2021 saya selalu membayar. Kalau April tidak terbayar, seharusnya ada akumulasi jumlah yang dibayar. Kantor PLN meminta saya bayar tunggakan dan biaya alih ke meteran token.
Kok, bisa petugas PLN masuk halaman rumah tanpa izin, lalu memutus listrik? Setahu saya, meteran token diberlakukan untuk rumah baru dan yang menambah daya listrik. Bukan meteran langganan.
Bagaimana kami bisa menerangi rumah dengan lampu sensor kalau pengisian token masih manual sementara tidak ada orang di rumah.
Mohon PLN Pusat mengembalikan meteran langganan rumah kami.
Helena Siregar
Percetakan Negara, Jakarta
AC Berisik
Saya membeli AC Sharp, Juli 2021. Sejak awal AC sangat berisik dan mengeluarkan bunyi seperti tembakan. Kami khawatir arus pendek, apalagi ada anak kecil di rumah.
Kami minta penggantian unit, tetapi pihak Sharp menolak dan pilih memperbaiki. Sampai saya menulis surat ini, teknisi sudah berulang kali datang mengganti suku cadang, tetapi AC tetap bermasalah. Kini bahkan jadi tidak dingin.
Mohon Sharp mengganti dengan unit baru yang bisa berfungsi baik.
Emilia Evi Rahmawati
Taman Palem Lestari, Cengkareng Barat, Jakarta Barat
Motif Korupsi
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2Fbd117323-d71f-4d15-be8c-0f6491a0c317_jpg.jpg)
Tujuh saksi dihadirkan dalam sidang pemeriksaan kasus korupsi bansos Kementerian Sosial dengan terdakwa Juliari Peter Batubara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/5/2021).
Jalan panjang masih harus kita tempuh guna pencegahan dan pemberantasan korupsi karena korupsi belum dianggap sebagai bahaya laten, apalagi ancaman. Meski pada peringatan Hari Antikorupsi (16/12/2020) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mencanangkan adanya bahaya laten korupsi, yang korupsi justru makin berani.
Presiden sudah menginstruksikan agar dana penanganan Covid-19 jangan dikorupsi. Namun, Menteri Sosial malah terbukti menjadi inisiator kasus korupsi bantuan sosial bagi warga terdampak pandemi Covid-19. Selayaknya vonis berat diberikan.
Berbeda dengan tindak pidana umum lain yang motif pelaku bisa diungkap dalam penyidikan ataupun persidangan, dalam pidana korupsi hampir tidak pernah terungkap apa motif pelaku. Pejabat pelaku korupsi bukanlah orang yang berkekurangan dari sisi materi.
Beberapa kasus korupsi kepala daerah selalu dikaitkan biaya politik tinggi. Tetapi, dalam persidangan tidak pernah terungkap bahwa mereka harus mengembalikan dana.
Sebagai lembaga yang bertugas khusus memberantas korupsi, KPK yang sudah bertugas dalam kurun waktu 18 tahun tentu sudah bisa memetakan motif pejabat korupsi. Dengan demikian, dapat diambil langkah pencegahan ataupun perbaikan.
Tentunya pemerintah dan KPK bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait. KPK pernah mengatakan bahwa penyebab korupsi di negara kita adalah kurangnya integritas pejabat.
Jika demikian, seharusnya integritas menjadi syarat utama seseorang sebelum diangkat sebagai pejabat. Di samping itu, pemerintah perlu upaya besar yang mendasar dan membuat tolok ukur keberhasilan pemberantasan dan pencegahan korupsi.
Perilaku korupsi sangat dipengaruhi faktor dari dalam diri sendiri, kesempatan, pengawasan, dan sanksi. Seandainya kesempatan untuk melakukan korupsi kecil diminimalkan dan ada pengawasan ketat ditambah sanksi yang berat, maka pelaku pasti akan berpikir ulang atau mengurungkan niat untuk melakukan korupsi.
Oleh karena itu, integritas alam mendorong kemauan dan komitmen kuat serta konsistensi dalam pelaksanaan sebagai modal utama. Apalagi kita sudah bertekad menuju Indonesia Emas 2045.
Pangeran Toba P Hasibuan
Sei Bengawan, Medan 20121
Bahasa Jadi Cermin Bangsa
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F07%2F015a539d-8de7-49e8-a42d-20b82bb69ae3_jpg.jpg)
Selain untuk mempercantik dinding di tepi jalan, mural juga menjadi media sejumlah kalangan untuk menyampaikan pesan-pesan keindonesian, seperti menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Hal itu salah satunya ditemui di dinding pembatas antara Jalan Tol Cijago dan Jalan Juanda, Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (23/7/2021). Menghargai perbedaan dan mengembangkan sikap toleransi dalam keberagaman agama, suku, bahasa, adat, dan budaya harus terus dipelihara supaya kesatuan dan persatuan bangsa tetap terjaga.
Bahasa mencerminkan bangsa. Tutur kata dan cara berbahasa Indonesia menunjukkan jati diri kita sebagai manusia, manusia Indonesia.
Hal itu memuat makna bahwa baik-buruknya sifat dan tabiat orang dapat dilihat dari pilihan bahasa dalam berkomunikasi. Manusia Indonesia macam apa kita?
Dalam kehidupan sehari-hari, selain bahasa Indonesia, ada ratusan bahasa etnis sebagai pengantar komunikasi antarmanusia di lingkungan masing-masing. Penguasaan bahasa Indonesia menjembatani hubungan antaretnis dan mempersatukan kita semua sebagai bangsa.
Kalau di suatu lingkungan tertentu kita bisa menggunakan bahasa etnis secara tepat dan santun, keakraban akan lebih cepat terjalin. Ada muatan rasa hormat walau latar budaya berbeda. Di sinilah letak pentingnya kemampuan berbahasa daerah dan penguasaan bahasa Indonesia.
Namun, kini, yang konon lebih disukai, muncul bahasa gaul yang kata-katanya diputar balik, dipelintir, atau disusupi kata-kata asing. Terutama dalam komunikasi di media sosial. Terasa ada jarak antara kaum tua dan kaum muda. Ini kemajuan atau kemunduran, hanya pakar budaya yang bisa menjelaskan.
Terlepas dari itu semua, bangsa kita juga tengah menggumuli bahasa baru. Bahasa politik. Banyak orang tampak senang menggunakannya karena bisa bebas berkata, bahkan memutarbalikkan makna, tak lagi perlu menjaga kesantunan dan sikap hormat. Meski kita mengaku sebagai Pancasilais yang berketuhanan dan berkemanusiaan.
Selaras dengan penafsiran politis yang menekankan ”kebebasan berekspresi” sebagai ”demokrasi”, makin banyak orang yang menempatkan diri ”lebih baik, lebih tahu, lebih mampu, dan lebih sempurna” dari sesama sehingga tak perlu menjaga tutur kata. Termasuk memutarbalikkan makna.
Misalnya, menghina dikatakan sekadar mengkritik dan mengkritik dalam arti yang sebenarnya diartikan menghina. Menilai buruk orang lain tidak apa, tetapi menilai baik pantang disebutkan. Hidup seakan hanya diisi hal-hal buruk oleh orang-orang tertentu. Tetapi, keburukan yang dilakukan sendiri, atas nama demokrasi dan kebebasan berekspresi, dibenarkan.
Seorang kawan menyatakan kemunafikan semacam ini gejala patologi kepribadian, ada yang menilai sebagai narsisisme yang berlebihan.
Studi psikologi sosial yang pernah saya tekuni tentang harga diri menunjukkan bahwa orang yang menempatkan diri ”serba lebih” memang cenderung mengabaikan norma-norma sosial dan moral. Mereka merasa dirinya di atas, lebih sempurna atau tak terikat tuntutan bermasyarakat.
Bayangkan apa yang terjadi dalam perjalanan hidup kita sebagai bangsa jika gejala psikososial dan budaya ini benar-benar terjadi. Apakah pengabaian penggunaan bahasa yang baik dan benar (mencerminkan kesantunan dan sikap hormat pada sesama) kita biarkan, atau kita mulai dari diri sendiri, perbaiki sebisa mungkin.
Tidak menggunakan kata-kata yang derogatif. Seimbangkan kritik dan pujian pada kelebihan seseorang.
Ayo kita cintai dan bangun bersama negeri kita dengan tidak lagi saling menghina dalam berkomunikasi untuk menunjukkan adab kita.
Zainoel B Biran
Pengamat Sosial, Ciputat Timur, Tangerang Selatan