Menyikapi Gejolak Pupuk
Kita tidak hanya berharap petani dapat keluar dari ketergantungan pada pupuk kimia yang tidak ramah lingkungan. Lebih dari itu, kita juga ingin memberi pencerahan kepada petani agar bisa berhitung secara realistis.

Meskipun Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 telah ditetapkan pada 30 Desember 2020, gejolak masalah pupuk di beberapa daerah di Tanah Air belum reda.
Hal itu disebabkan selain menetapkan alokasi pupuk bersubsidi yang jumlahnya jauh dari ekspektasi, peraturan tersebut juga mengatur tentang kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beberapa jenis pupuk yang cukup signifikan.
Di Provinsi Jawa Tengah, misalnya, data Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah menyebutkan, dari usulan kebutuhan pupuk bersubsidi yang diajukan melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok secara elektronik (e-RDKK), realisasinya di bawah usulan, terutama untuk jenis pupuk NPK dan ZA.
Baca juga : Alokasi Berkurang, Petani di Cirebon Berebut Pupuk Bersubsidi
Berikut adalah data usulan kebutuhan beberapa jenis pupuk dan realisasi jumlah alokasinya secara berturut-turut.
Pupuk urea usulan 772.991 ton realisasi jumlah alokasi 767.411 ton (99,28 persen), SP-36 usulan 110.591 ton realisasi 106.648 ton (96,43 persen), ZA usulan 213.342 ton realisasi 161.106 ton (75,52 persen), NPK usulan 1.223.232 ton realisasinya hanya 428.355 ton sangat jauh dari usulan (35,02 persen), dan pupuk organik usulan 560.241 ton realisasi 522.165 ton (93,20 persen).
Gejolak masalah pupuk ini tidak kunjung reda karena dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020 juga diatur tentang kenaikan HET beberapa jenis pupuk.
Untuk HET pupuk urea semula Rp 1.800 per kilogram naik menjadi Rp 2.250 per kilogram, HET pupuk SP-36 naik dari Rp 2.000 per kilogram menjadi Rp 2.400 per kilogram, HET pupuk ZA naik dari Rp 1.400 per kilogram menjadi Rp 1.700 per kilogram. Kemudian, untuk HET pupuk NPK tidak mengalami kenaikan Rp 2.300 per kilogram, sedangkan HET pupuk organik naik dari Rp 500 per kilogram menjadi Rp 800 per kilogram.

Pekerja di bagian pengantongan urea di Pabrik Pupuk PT Petrokimia Gresik, Rabu (22/4/2015). PT Petrokimia Gresik telah mengalokasikan pupuk bersubsidi sebesar 1,7 juta ton lebih per tanggal 17 April 2015, dari total alokasi penyaluran pupuk subsidi yang diminta pemerintah sebesar 5,2 juta ton untuk tahun 2015.
Ancaman penurunan produktivitas
Menurut prediksi penulis, kegaduhan masalah pupuk bersubsidi ini masih akan terus berlanjut. Selain disebabkan oleh dua hal tersebut, yaitu pengurangan alokasi dan kenaikan HET, juga disebabkan oleh perubahan rekomendasi pemupukan dan kewajiban penggunaan kartu tani dalam penebusan pupuk bersubsidi.
Pada tahun 2020, rekomendasi pemupukan tanaman padi yang diakomodasi dalam e-RDKK tahun 2020 terdiri dari urea 300 kilogram per hektar, SP-36 antara 50-100 kilogram per hektar, ZA antara 50-100 kilogram per hektar, NPK 50 kilogram per hektar, dan pupuk organik 2.000 kilogram per hektar.
Namun dalam e-RDKK tahun 2021 rekomendasi pemupukan tanaman padi mengalami perubahan, yaitu pupuk urea antara 175-275 kilogram per hektar, NPK antara 225-275 kilogram per hektar, serta pupuk organik maksimum 2.000 kilogram per hektar.
Meskipun secara ilmiah rekomendasi pemupukan yang baru tersebut sudah dikaji oleh para pakar di Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian, kegaduhan terjadi karena para petani padi belum terbiasa dengan rekomendasi pemupukan tersebut.
Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi, dapat mengancam penurunan produktivitas dan produksi padi nasional.
Apalagi dalam perkembangannya, rekomendasi pemupukan yang baru itu tidak didukung dengan alokasi pupuk NPK sesuai kebutuhan—dalam Permentan No 49/2020 hanya direalisasikan 35 persen dari kebutuhan. Jika kondisi ini tidak segera diantisipasi, dapat mengancam penurunan produktivitas dan produksi padi nasional.
Terkait kartu tani, mulai 1 September 2020 terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan kartu tani dalam menebus pupuk bersubsidi. Hal itu mendasari Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Pupuk No 491 Tahun 2020 tentang Penagihan Penebusan Pupuk Bersubsidi Menggunakan Dashboard Bank Tahun Anggaran 2020.
Baca juga : Subsidi Pupuk Ditambah Jadi Rp 29,7 Triliun
Ketentuan tersebut kemudian banyak diikuti kabupaten/kota dalam upaya perbaikan tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi hingga tahun 2021. Penggunaan kartu tani ditujukan agar anggaran subsidi pupuk lebih efektif dan efisien, melalui penyaluran pupuk yang tepat sasaran sehingga mengurangi kebocoran.
Berdasarkan audit dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), anggaran subsidi pupuk untuk petani selama ini banyak mengalami kebocoran. Untuk mengurangi kebocoran tersebut, Litbang KPK merekomendasikan perbaikan mekanisme penyaluran. Kartu tani menjadi pilihan untuk perbaikan mekanisme penyaluran tersebut.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2Fbe1037c2-0429-46f6-96fa-77ea7d86f822_jpg.jpg)
Petani menunjukkan kartu tani di sebuah kios di Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (6/1/2021). Meskipun telah memiliki kartu tani, petani mengeluh belum bisa membeli pupuk subsidi karena jumlahnya sedikit.
Kartu tani sendiri pada dasarnya merupakan kartu debit seperti kartu anjungan transaksi mandiri (ATM). Meski sudah diperkenalkan sejak 2017, para petani tak mau ribet menggunakan kartu tani dalam menebus pupuk bersubsidi. Mereka lebih memilih melakukan penebusan secara manual dengan membayar langsung ke kios pupuk lengkap (KPL). Hal itu masih dimungkinkan karena Permentan Nomor 49 Tahun 2020 dan permentan sebelumnya (No 1 Tahun 2020) masih memperbolehkan penebusan pupuk secara manual.
Dalam praktiknya, aplikasi kartu tani masih menemui banyak permasalahan. Kondisi infrastruktur kartu tani belum sepenuhnya mendukung. Paling tidak ada 10 permasalahan, antara lain, kartu tani sudah kedaluwarsa karena lama tak terpakai, tabungan kartu tani closed, kartu rusak, kuota kosong, kartu hilang, buku tabungan hilang, lupa PIN, kartu tidak terbaca EDC, kartu terblokir, dan kartu belum diaktivasi.
Baca juga : Petani Banyuwangi Keluhkan Pupuk Subsidi yang Langka dan Mahal
Selain itu, banyak petani yang baru mendaftar kartu tani di akhir 2020 dan hingga saat ini bank pelaksana belum mampu menerbitkan. Padahal, saat ini petani membutuhkan pupuk untuk tanaman mereka. Permasalahan yang banyak ditemui ini sangat mengganggu dalam aplikasi kartu tani untuk penebusan pupuk bersubsidi sehingga menimbulkan kegaduhan di lapangan.
Gejolak tentang pupuk saat ini sedikit banyak juga dipicu oleh faktor cuaca yang tidak dapat diprediksi saat penyusunan e-RDKK tahun 2020. Tahun ini, negara kita mengalami fenomena iklim La Nina yang menyebabkan hujan nyaris turun sepanjang tahun di seluruh wilayah Indonesia.
Tahun ini negara kita mengalami fenomena iklim La Nina yang menyebabkan hujan nyaris turun sepanjang tahun di seluruh wilayah Indonesia.
Kondisi itu mengakibatkan jadwal musim tanam (MT) 2020/2021 (musim rendengan) di beberapa daerah sentra tanaman padi maju. Para petani yang biasanya menanam pada Januari atau Februari, karena air berlimpah, mereka memajukan waktu tanam pada November atau Desember. Akibatnya, kebutuhan pupuknya belum bisa diakses karena masuk dalam Tahun Anggaran 2021.
Transfer tunai
Kebijakan subsidi pupuk untuk sektor pertanian memang sudah lama menjadi dilema bagi pemerintah. Di satu sisi, pemerintah berharap produksi pangan tetap terjaga pada tingkat yang tinggi dan petani terbantu oleh pemberian pupuk bersubsidi. Namun, di sisi lain, nominal anggaran subsidi pupuk yang sangat besar sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap tahun, APBN harus menyediakan anggaran subsidi pupuk ini rata-rata sekitar Rp 31 triliun.
Jujur kita akui, ketergantungan petani terhadap pupuk kimia ini merupakan salah satu dampak negatif keberhasilan revolusi hijau. Keajaiban pupuk urea yang diperkenalkan Haber Bosh mampu meningkatkan produksi pangan berlipat dalam waktu singkat.
Banyak negara, termasuk Indonesia, kemudian memberikan anggaran subsidi pupuk besar-besaran untuk meningkatkan produksi pangan. Akibatnya, pupuk kimia sangat mudah diakses petani dengan harga murah.
Karena mudah diakses dan harganya relatif murah, petani cenderung boros dalam aplikasi pupuk kimia. Situasi itu berlangsung lama sehingga melahirkan kondisi ketergantungan. Implikasi lebih jauh, riset-riset tentang pupuk organik nyaris tak tersentuh, bahkan terlupakan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2Fdd53ca2f-d191-476c-9a08-932303e62e2e_jpg.jpg)
Petani mengangkut pupuk bersubsidi di sebuah kios, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (6/1/2021). Petani mengeluh kesulitan pupuk subsidi meskipun usia padinya telah lebih dari 20 hari.
Mau tidak mau, suka tidak suka, pemerintah harus menyikapi semua permasalahan ini. Beberapa tahun lalu pemerintah pernah mewacanakan pemberian subsidi pupuk secara langsung kepada petani (by name by address).
Gagasan ini sangat bagus karena petani akan mendapatkan subsidi pupuk dalam bentuk transfer uang tunai ke dalam kartu tani mereka. Kemudian para petani dibebaskan membeli pupuk di mana pun sesuai keinginan mereka berdasarkan mekanisme pasar. Tidak ada lagi dikotomi pupuk bersubsidi dan nonsubsidi yang selalu membikin gaduh.
Untuk memutus ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia, pemerintah harus gencar melakukan kampanye secara berkelanjutan penggunaan pupuk organik. Teknologi tepat guna pembuatan pupuk organik sebenarnya mudah diakses petani. Bahan dasar pembuatan pupuk organik juga banyak tersedia di sekitar petani.
Agar pemupukan lebih efisien, berbagai input teknologi budidaya dapat diinovasikan kepada petani, seperti teknologi budidaya system of rice intensification (SRI). Penggunaan perangkat uji tanah sawah (soil test kit) yang mudah dioperasikan petani di sawah juga sangat membantu mengurangi penggunaan pupuk.
Dengan menggunakan perangkat tersebut, hanya dalam hitungan menit para petani dapat membaca tingkat kesuburan tanah sawahnya. Melalui cara ini aplikasi pupuk dapat dilakukan sesuai kebutuhan tanaman sehingga lebih efisien.
Memang sudah saatnya pemerintah menaikkan HET pupuk bersubsidi yang sudah bertahun-tahun tidak dinaikkan.
Memang sudah saatnya pemerintah menaikkan HET pupuk bersubsidi yang sudah bertahun-tahun tidak dinaikkan. Harga pupuk kimia yang semakin mahal akan membuat petani berpikir seribu kali untuk berlaku boros dalam aplikasi pupuk.
Kita tidak hanya berharap mereka secepatnya dapat keluar dari kondisi ketergantungan pada pupuk kimia yang tidak ramah lingkungan. Lebih dari itu, kita juga ingin memberikan pencerahan kepada petani agar bisa berhitung secara realistis dalam berusaha tani.
TOTO SUBANDRIYO
Pengamat Sosial-Ekonomi Lulusan IPB dan Pascasarjana
Universitas Jenderal Soedirman