Meredupnya City, Jelang Akhir Guardiola di Inggris?
Pep Guardiola adalah salah satu pelatih terhebat dunia saat ini. Namun, penampilan Manchester City yang angin-anginan di Liga Inggris menyisakan tanya. Apakah musim ini menjadi musim terakhir Guardiola di Liga Inggris?
Oleh
Adi Prinantyo
·5 menit baca
Pep Guardiola jelas salah satu pelatih papan atas dunia saat ini. Penilaian itu tak berlebihan karena pelatih asal Spanyol itu telah membawa tim-tim asuhannya meraih gelar juara liga di tiga negara berbeda, yakni Spanyol, Jerman, dan Inggris.
Karier kepelatihan Guardiola di tim senior dimulai pada musim 2008-2009 ketika ia dipercaya melatih Barcelona, yang juga klub almamaternya sebagai pemain, menggantikan Frank Rijkaard. Sejak awal, pelatih berusia 48 tahun itu menekankan pentingnya etika kerja di tim. Meski demikian, ia mengupayakan pendekatan yang lebih personal selama latihan dan hubungan lebih dekat dengan para pemain.
Tak heran, beberapa pemain, meski dia bintang, sejak awal disebutkan tak masuk dalam skema permainannya. Nama-nama itu, misalnya Ronaldinho dan Deco, andalan semasa era Rijkaard. Yang menarik, selain mempertahankan sebagian pemain senior, Guardiola merekrut sejumlah alumnus ”La Masia”, akademi sepak bola milik Barca. Beberapa yang direkrut ke tim utama itu di antaranya Sergio Busquets, Pedro, dan Jeffren.
Di musim pertamanya, Guardiola membawa Barca meraih treble, atau tiga gelar juara bergengsi, yakni Liga Champions, Liga Spanyol, dan Piala Raja (Copa del Rey). Pada final Liga Champions 2009 di Roma, Italia, Barcelona menang 2-0 atas Manchester United, yang waktu itu dilatih Sir Alex Ferguson. Kesuksesannya merebut trofi Liga Champions di usia 37 tahun membuat Guardiola menjadi pelatih termuda yang mengantar timnya menjuarai kejuaraan antarklub terakbar di Eropa itu.
Kesuksesan Barca merebut dua trofi Liga Champions bersama Guardiola, yakni musim 2008-2009 dan 2010-2011, didukung sejumlah bintang yang benar-benar bisa memahami konsep permainan sang juru taktik. Sejumlah bintang andalan itu termasuk duo gelandang serang alumnus La Masia, yaitu Xavi Hernandez dan Andres Iniesta, penyerang Lionel Messi, dan gelandang bertahan Sergio Busquets.
Ia mengakhiri kepelatihannya di Barca pada akhir musim 2011-2012. Dengan membawa timnya mengemas 14 trofi dalam empat musim di Barca, Guardiola menjadi pelatih tersukses dalam sejarah klub Catalan tersebut.
Selepas dari Barcelona, pencandu sepak bola dunia penasaran ke mana ia akan berlabuh? Maklum, ia mengumumkan akan menjalani cuti beberapa tahun di New York, Amerika Serikat. Banyak klub berebut ingin meminang Guardiola, termasuk klub-klub elite Inggris, Italia, Jerman, juga Perancis.
Berlabuh di Muenchen
Tanda tanya besar itu baru terjawab 16 Januari 2013 ketika diumumkan Guardiola akan melatih klub Jerman, Bayern Muenchen. Yang menarik, bukan besarnya gaji yang membawa Guardiola merapat ke Allianz Arena. Namun, ia tertarik karena klub raksasa Jerman itu setia selama 112 tahun di atas filosofi dan tradisi pembinaan pemain.
Bagi seorang pelatih yang juga pemikir seperti Guardiola, Bayern menyuguhkan tantangan besar untuk mengeksplorasi kecerdasan sekaligus meresapi filosofi ”The Bavarians”. ”Bayern bukanlah tim yang menawarkan uang paling besar,” ujar agen Guardiola, Josep Maria Orobitg.
Ada benang merah antara Barcelona dan Bayern Muenchen, yakni konsistensi kedua klub terhadap pembinaan pemain. Terbukti, sejumlah alumnus akademi klub terpilih memperkuat skuad utama. Faktor itulah yang membuat Guardiola memilih Muenchen.
Bersama The Bavarians, Guardiola meraih tiga gelar juara Liga Jerman, yakni musim 2013-2014, 2014-2015, dan 2015-2016. Gelar lain, juara Piala Dunia Klub 2013. Hanya saja, Guardiola gagal memandu Thomas Mueller dan kawan-kawan meraih trofi Liga Champions. Kans terakhir merebut trofi Liga Champions musnah seiring kekalahan Muenchen dari Atletico Madrid pada semifinal Liga Champions, 3 Mei 2016.
Manchester City menjadi klub ketiga yang dilatih Guardiola, dimulai musim 2016-2017. Cara City bermain mirip Barcelona karena tim ”Biru Langit”, julukan City, merombak struktur dan jajaran pelatihnya dengan beberapa orang asal Barcelona. Salah satunya Txiki Begiristain, yang hingga kini menjabat sebagai Direktur Teknik di Manchester City.
Umpan pendek dan terobosan
Tak heran pola permainan City mirip Barca. Mengandalkan umpan-umpan pendek dan sering melepas umpan terobosan sebagai asis. Sebuah gol, juga dipahami sebagai umpan terakhir ke gawang lawan. Tak heran, gol-gol milik tim seperti Barca atau City kerap berupa bola pelan mengecoh kiper. Bukan bola yang melesat kencang hasil sepakan keras.
Pola permainan itu ditunjang beberapa pemain yang ”dari sononya” sudah berbakat dengan pola umpan-umpan pendek atau tiki-taka. Sebut saja sejumlah gelandang serang, seperti kapten David Silva, Bernardo Silva, Fernandinho, dan Kevin de Bruyne.
Musim pertama Guardiola bersama City tak berlangsung mulus karena, untuk pertama kalinya, ia gagal meraih trofi dalam satu musim kompetisi. Guardiola merebut trofi juara Liga Inggris pada musim keduanya, 2017-2018 dan musim berikutnya (2018-2019). Namun, musim ini, City tak segemerlap dua musim sebelumnya. Hingga pekan ke-21, tim Biru Langit masih bertengger di urutan ketiga klasemen Liga Inggris, dengan perolehan 44 poin.
City tertinggal 14 poin dari Liverpool yang kini memimpin klasemen dengan 58 poin, plus surplus satu laga. Mereka bahkan di bawah ”kuda hitam” Leicester City, juara Liga Inggris 2015-2016, yang sudah mengemas 45 poin. Menjuarai liga Inggris musim ini bukan lagi hal mudah bagi Guardiola.
Hal yang kurang menggembirakan bagi City, di antaranya akibat kekalahan 1-3 dari Liverpool (10 November 2019), ditahan seri 2-2 oleh Newcastle United (30 November 2019), dan tumbang 1-2 dari rival sekota Manchester United (8 Desember 2019). Mereka bahkan kalah dua kali dari Wolverhampton Wanderers. Berbanding dengan performa Liverpool yang belum pernah kalah, hanya mukjizat yang menghalangi ”The Reds” merebut trofi Liga Inggris musim ini.
Praktis, tersisa tiga trofi yang masih bisa dikejar City, yakni Liga Champions, Piala FA, dan Piala Liga. Masih ada arti bagi Guardiola jika dia bisa memandu David Silva dan kawan-kawan merebut setidaknya satu trofi musim ini. Di Liga Champions, masih ada Real Madrid yang harus disisihkan di babak 16 besar. Bukan perkara enteng juga. Adapun di Piala FA, City ditunggu Fulham di putaran keempat, sedangkan di Piala Liga mereka unggul 3-1 pada laga leg pertama semifinal lawan rival sekota, Manchester United.
Persembahan gelar juara, untuk pelatih sekelas Guardiola, ibarat keharusan. Membayangkan City tanpa gelar musim ini hambar rasanya dan itu ibarat Guardiola meniti akhir kariernya di Liga Inggris. Andai benar musim ini menjadi yang terakhir baginya di Liga Inggris, publik tetap menanti, klub mana yang akan dilatihnya.