Solidaritas sesama anak bangsa jadi modal bagi Indonesia menghadapi tantangan ke depan yang tidak ringan. Pemulihan ekonomi dan peningkatan kualitas pendidikan jadi salah satu tantangan setelah dihantam pandemi.
Oleh
Arita Nugraheni/Litbang Kompas
·4 menit baca
KOMPAS/MADINA NUSRAT
Ilustrasi. Aktivis perempuan serukan Kebangkitan Nasional Jilid II di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Sabtu (3/6/2017).
Momentum Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) merupakan pengingat pada semangat memajukan bangsa berlandaskan kesadaran nasional yang melampaui batas identitas. Gelora ini tak lain terinspirasi dari kepeloporan Budi Utomo yang bertekad mengangkat martabat rakyat Indonesia.
Harkitnas kali ini menandai tahun ke-114 sejak Budi Utomo didirikan pada 20 Mei 1908. Pada peringatan di tahun 2022, pemerintah mengusung tema ”Ayo Bangkit Bersama” sebagai pemantik semangat untuk pulih dari pandemi Covid-19.
Meski tantangan yang dihadapi bukan lagi belenggu penjajahan, persatuan nasional masih menjadi senjata ampuh untuk menghadapi tantangan di masa kini. Salah satunya adalah untuk membenahi krisis akibat pandemi Covid-19, khususnya di bidang ekonomi dan pendidikan.
Kebutuhan peningkatan di sektor tersebut tecermin dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada pertengahan Mei 2022 lalu. Publik memperhatikan bahwa aspek ekonomi dan pendidikan menjadi persoalan bangsa yang paling perlu diperbaiki seturut dengan momen peringatan Kebangkitan Nasional tahun ini.
Sebanyak 30,2 persen menyebut sektor ekonomi sebagai sendi kehidupan yang paling membutuhkan perhatian. Dalam dua tahun terakhir, ekonomi dan kesehatan menjadi pilar yang paling porak-poranda dihantam pandemi Covid-19. Di satu sisi, sektor kesehatan sudah dianggap pulih dan tidak lagi dirisaukan oleh publik.
Jumlah kasus baru Covid-19 yang semakin terkendali menjadi salah satu preseden baik yang diapresiasi publik. Oleh karena itu, kini menjadi saat meruncingkan semangat untuk perbaikan ekonomi demi menyejajarkan martabat bangsa dengan bangsa-bangsa di dunia.
Sektor kedua yang dianggap paling mendesak untuk ditingkatkan adalah pendidikan. Sejumlah 21,7 persen responden menyampaikan bahwa sektor ini penting untuk diperhatikan di tengah momen Kebangkitan Nasional.
Perlunya memajukan pendidikan ini sejalan dengan tujuan Budi Utomo yang bertekad untuk menjamin kehidupan yang terhormat dengan menitikberatkan pada soal pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan. Di masa lampau, pendidikan terbukti menjadi penyelamat dari kesengsaraan dan keterbelakangan rakyat Indonesia.
Meskipun secara umum publik menaruh perhatian pada sektor ekonomi dan pendidikan, persoalan di bidang sosial dan politik turut membutuhkan perhatian. Beberapa di antaranya terkait erat dengan rasa persatuan dan kesatuan anak bangsa.
Sejumlah aspek dinilai dalam kondisi yang tetap buruk atau bahkan lebih buruk oleh publik. Di antaranya terkait persatuan dan penghormatan pada perbedaan politik. Sebanyak 32,1 persen responden menyebut persatuan dan kesatuan anak bangsa saat ini dalam kondisi yang lebih buruk dari sebelumnya. Sementara 7,5 persen menyatakan tetap buruk.
Pada aspek penghormatan pada perbedaan pilihan politik, sebanyak 30,4 persen menyebut kondisi saat ini semakin buruk dan 12,6 persen menyampaikan tetap buruk. Temuan ini menyiratkan kekhawatiran di tengah masyarakat akan pudarnya kesatuan dan sikap saling menghormati.
Kondisi bangsa yang digambarkan oleh publik saat ini harapannya dapat tertangani sebelum berimbas pada merenggangnya ikatan sosial. Penguatan rasa sebagai satu bangsa perlu dipraktikkan dalam bentuk yang nyata.
Menengok ke belakang, upaya untuk mempersatukan bangsa dilakukan dengan cara merangkul berbagai golongan. Katalisator yang dipakai tak lain adalah dengan menetapkan berdirinya Budi Utomo sebagai hari nasional.
Pada tahun 1948, kejatuhan Kabinet Amir Syarifuddin yang digantikan oleh Mohammad Hatta sebagai perdana menteri berlanjut pada perseteruan yang turut menyeret sejulah partai besar, seperti PNI, Masyumi, dan PSI.
Melihat situasi tersebut, Presiden Soekarno mengambil langkah dengan menetapkan tanggal kelahiran Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Langkah ini diambil dengan harapan dapat meredam perseteruan demi mengumpulkan kembali kekuatan untuk melawan Belanda. Peringatan Harkitnas kala itupun diiringi dengan pergelaran acara yang merangkul partai politik dari berbagai golongan. (Kompaspedia, 18 Mei 2021)
Meski penghormatan pada persatuan dan perbedaan politik menunjukkan kondisi yang kurang baik, ikatan berlandaskan tujuan bersama berada di kondisi sebaliknya. Tujuh dari sepuluh responden menganggap solidaritas dan toleransi antar golongan di negeri ini dalam kondisi baik dan bahkan membaik dari masa sebelumya.
Potret ini menguatkan tonggak kebangkitan generasi yang humanis. Kondisi pandemi Covid-19 tak pelak memunculkan generasi yang memiliki semangat kuat untuk bahu-membahu dengan berkontribusi sesuai dengan kemampuan demi lepas dari krisis. Tentu, ini menjadi modal sosial bangsa bangsa Indonesia untuk kembali bangkit dari guncangan pandemi yang sudah melanda dua tahun terakhir ini.
Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat berorasi dan menyanyi bersama pada Konser Kebangkitan Nasional Indonesia di Taman Waduk Pluit, Jakarta, Sabtu (20/5/2017). Konser bertema Satukan Semangat untuk Satu Negeri dan Jadilah Bagian dari Meriahnya Kebangkitan Indonesia diisi dengan penampilan sejumlah artis, antara lain, Once Mekel dan Katon Bagaskara.
Keyakinan
Tumbuhnya kesadaran nasional rakyat Indonesia yang dipelopori oleh Budi Utomo tidak akan terwujud tanpa keyakinan lepas dari belenggu imperialisme. Begitu pula yang terpotret dari jajak pendapat kali ini. Di tengah pilar-pilar kehidupan yang belum sepenuhnya kembali berdiri, keyakinan besar tercermin dari mayoritas publik.
Lebih dari separuh responden meyakini kondisi bangsa akan membaik, khususnya pada aspek yang saat ini dalam kondisi belum pulih. Keyakinan tertinggi terekam untuk perbaikan di bidang pendidikan. Sebanyak 78,7 persen menyatakan yakin kondisi pendidikan akan membaik dan semakin bermutu. Sementara 72,5 persen meyakini kesejahteraan sosial yang melingkupi ketahanan ekonomi rakyat juga akan membaik meski telah diterpa krisis.
Pada akhirnya, solidaritas sosial sebagai sesama anak bangsa menjadi kekuatan yang tidak bisa diabaikan oleh siapa pun. Perbedaan pandangan dan pilihan politik yang kini dipandang sebagai pekerjaan rumah semestinya bisa diselesaikan dengan solidaritas sosial bangsa ini yang dinilai makin menguat. Jadi, menguatkan terus-menerus solidaritas sebagai sesama anak bangsa adalah modal penting bagi bangsa ini menghadapi tantangannya ke depan.