Survei Litbang ”Kompas” merekam pemilih ”nahdliyin” lebih banyak memberikan dukungan ke Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Ketiga nama ini diprediksi akan berebut suara warga NU pada 2024.
Oleh
YOHAN WAHYU
·6 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Anak-anak membawa bendera Merah Putih dan bendera Nahdlatul Ulama saat Hari Santri Nasional di Lapangan Bantir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (22/10/2019).
Pemilih dari kalangan warga Nahdlatul Ulama cenderung terbuka, tidak tunggal, dan menyebar. Tiga besar nama yang masuk kategori calon presiden dengan elektabilitas teratas dalam survei Litbang Kompas juga menjadi perhatian warga nahdliyin. Pilihan terhadap partai politik pun menyebar dan tidak terpaku pada partai politik yang selama ini dekat dengan organisasi Islam terbesar tersebut.
Hasil survei Litbang Kompas merekam, tingkat keterpilihan tiga tokoh yang selama ini masuk peringkat teratas dalam bursa calon presiden juga menjadi peringkat teratas pilihan dari responden berlatar belakang warga nahdliyin. Basis suara warga Nahdlatul Ulama ini penting karena ia adalah representasi dari mayoritas pemilih Muslim yang menjadi bagian terbesar dari pemilih di Indonesia.
Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Pahami informasi seputar Pilkada 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pemilih dari kalangan warga Nahdlatul Ulama cenderung terbuka, tidak tunggal, dan menyebar pilihan politiknya.
Secara keorganisasian, Nahdlatul Ulama memang tidak ada ikatan pilihan politik ataupun arahan politik kepada warganya. Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf pernah menegaskan sebelum terpilih di Muktamar NU akhir tahun lalu soal calon presiden dari NU.
Menurut dia, tidak ada calon presiden atau wakil presiden dari PBNU pada Pemilu 2024. ”Saya tidak mau ada calon presiden dan wakil presiden dari PBNU,” kata Gus Yahya dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Minggu (20/12/2021).
Ketegasan Gus Yahya soal netralitas NU ini kembali dibuktikan dengan susunan kepengurusan PBNU yang tidak sedikit berlatar belakang politisi dari banyak partai politik. Hal ini menjadi sinyal bahwa warga nahdliyin memiliki kemandirian dalam menentukan hak pilihnya di pemilu.
Jika mengacu latar belakang keagamaan pemilih ini, hasil survei merekam dari sisi pilihan calon presiden, tampak ketiga nama memang mendominasi pilihan responden yang mengaku menjadi bagian dari warga NU. Ketiga nama, yakni Prabowo, Ganjar, dan Anies, sama-sama berpeluang mendulang suara dari pemilih nahdliyin ini.
Ganjar, Prabowo, dan Anies mendominasi pilihan responden yang mengaku menjadi bagian dari warga NU.
Dalam survei kali ini Ganjar dan Prabowo mendapat limpahan dukungan dari pemilih nahdliyin lebih tinggi dibandingkan Anies. Dukungan keduanya sama-sama mencapai 24 persen, sedangkan Anies hanya mendapat 13,1 persen dari pemilih nahdliyin.
Limpahan dukungan responden warga nahdliyin kepada Ganjar boleh jadi menjadi sinyal tokoh ini lebih dekat dengan masyarakat NU, terutama di Jawa Tengah. Istri Ganjar, Siti Atikoh Supriyanti, dikenal sebagai salah satu cucu seorang kiai berpengaruh di lingkungan NU di Karanganyar, Purbalingga, Jawa Tengah.
ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA
Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, menyapa pendukungnya saat berkunjung ke Pondok Pesantren Syalafiah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Senin (25/2/2019). Kunjungan Prabowo ke Situbondo tersebut, selain berziarah ke makam tokoh pahlawan dan inspirator kelahiran Nahdlatul Ulama, RKH As'ad Syamsul Arifin, juga bersilaturahmi dengan keluarga besar Pondok Pesantren Syalafiah Syafi'iyah.
Kakek istrinya itu bernama KH Hisyam A Karim, seorang pendiri Pondok Pesantren PP Riyadus Sholikhin Kalijaran, Karanganyar.
Terkait profil kakek istrinya ini, Ganjar pernah mem-posting di akun Instagram-nya pada 21 Februari 2022 dengan latar pertemuannya bersama KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal sebagai Gus Baha, penceramah yang kini tengah populer dari kaum nahdliyin.
Sementara sosok Prabowo dan Anies cenderung akar politiknya tidak secara langsung bersinggungan dengan entitas nahdliyin. Meskipun harus diakui, keduanya, sama seperti halnya Ganjar, juga memiliki kedekatan dengan sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama.
Lihat saja bagaimana ketika Anies Baswedan melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur, November tahun lalu, ia sempatkan berkunjung menemui Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar di Malang.
KOMPAS/DOK DPD PDI-P JATENG
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama ulama dan pengasuh Pondok Pesantren Sarang, Rembang, (almarhum) KH Maemoen Zubair, yang didampingi putranya yang juga Wakil Gubernur Jateng, KH Taj Yasin.
Saat itu, di tengah pertemuan, Anies disebut sebagai calon presiden oleh Kiai Mustamar. Hal yang sama dilakukan Prabowo. Jelang Pemilu Presiden 2019, misalnya, Prabowo berkunjung menemui Ketua Umum PBNU saat itu, KH Said Aqil Siroj. Setelah pertemuan, NU langsung membuatkan kartu anggota NU untuk Prabowo Subianto (16/8/2018).
Sementara itu, dari nama-nama tokoh yang berada di papan menengah elektabilitas calon presiden, distribusi dukungan dari responden warga NU cenderung masih rendah, rata-rata berkisar di bawah angka 5 persen. Dari kategori menengah ini, Sandiaga Uno relatif paling banyak mendapat simpati responden dari kalangan NU.
Sandi sendiri pernah menyatakan diri lahir dari keluarga NU, bahkan ditegaskan kembali saat mendampingi Prabowo dalam pemilihan presiden 2019. Ia mendapatkan kartu anggota NU saat berkunjung ke PBNU kala itu.
Selain Sandi, di kelompok menengah juga ada nama Tri Rismaharani yang juga mendapat simpati dari responden kalangan nahdliyin. Mantan Wali Kota Surabaya ini juga dikenal dekat dengan NU. Bahkan, ia masih tercatat sebagai cicit dari salah satu pendiri NU di Surabaya.
Dalam sejumlah kesempatan, terutama saat menjabat wali kota, Risma kerap menyebutkan sejarah buyutnya yang pendiri NU tersebut. Hal ini menjadi potret, tokoh-tokoh yang masuk dalam bursa calon presiden dalam survei kali ini memang secara sosiologis tidak bisa jauh-jauh dari nahdliyin.
Lihat saja langkah Menteri BUMN Erick Thorir yang juga masuk dalam bursa calon presiden di kategori elektabilitas menengah bawah ini, tidak bisa melepaskan diri dari entitas nahdliyin.
Pada akhir November tahun lalu, Erick Thohir resmi dilantik menjadi anggota kehormatan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) setelah berhasil melalui proses pendidikan dan pelatihan dasar (diklatsar) Banser di Sekolah Citra Alam Jagakarsa, Jakarta Selatan. Banser merupakan satuan organisasi yang selama ini dikenal lekat dengan NU.
Seperti halnya pilihan terhadap sosok calon presiden, pilihan responden warga nahdliyin terhadap partai politik juga cerminan dari hasil survei Kompas secara umum. Tiga partai yang mendapatkan apresiasi paling tinggi dalam survei, yakni PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat, juga mendapat apresiasi yang sama dari pemilih dari warga NU. Ketiga partai ini juga teratas elektabilitasnya berdasarkan pilihan responden nahdliyin.
PANDU WIYOGA UNTUK KOMPAS
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (ketiga dari kanan) dan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, (alm) KH Salahuddin Wahid (kedua dari kanan), saat membuka Konser Membentangkan Kebaikan untuk menggalang dana bagi pembangunan RS Hasyim Asy'ari di Jombang.
PDI-P mendapatkan 26,8 persen dukungan responden nahdliyin. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan elektabilitasnya secara total dari semua responden yang mencapai 22,8 persen. Hal yang sama dialami Partai Gerindra dan Partai Demokrat.
Elektabilitas dari total responden Gerindra mencapai 13,9 persen, sedangkan di kelompok responden warga NU mencapai 16,5 persen. Sementara Demokrat dari total responden mendulang elektabilitas di angka 10,7 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dukungan dari kelompok responden warga NU yang mencapai 11,4 persen.
Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa yang selama ini dikenal lahir dari NU justru mendapat dukungan di bawah ketiga partai papan atas berdasarkan elektabilitas survei Kompas. PKB mendapatkan dukungan 8,5 persen dari responden warga NU.
Angka ini jauh melampaui dukungan yang diraih partai ini dari total seluruh responden, yakni mencapai 5,5 persen. Tentu saja ini makin memperkuat bagaimana perilaku memilih dari warga NU cenderung terbuka, otonom, dan mandiri.
Meskipun survei merekam dukungan pemilih NU tidak tunggal ke PKB, partai ini relatif memiliki pemilih yang cukup loyal. Hasil survei Kompas merekam, loyalitas pemilih PKB masuk kategori tertinggi dibandingkan partai politik lainnya. Sebanyak 78,4 persen pemilih PKB pada Pemilu 2019 akan tetap menjatuhkan pilihan ke partai ini pada Pemilu 2024.
Loyalitas pemilih PKB bisa menjadi modal kuat partai ini berkontestasi di pemilu.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan dua partai lainnya yang mendapat angka loyalitas tinggi dari pemilihnya, yakni PKS (75 persen) dan PDI-P (71,3 persen). Sementara loyalitas pemilih dari partai politik lainnya cenderung masih berada di bawah 70 persen, bahkan tidak sedikit yang kurang dari 60 persen.
Hal ini menandakan loyalitas pemilih PKB bisa menjadi modal kuat partai ini berkontestasi di pemilu meskipun suara pemilih nahdliyin tidak tunggal untuk PKB. Hal ini juga diperkuat dengan pengalaman di Pemilu 2019 saat PKB mengusung KH Ma’ruf Amin menjadi calon wakil presiden.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menghadiri Peluncuran Koin Muktamar NU 2020 di Kantor PBNU Jakarta, Jumat (31/1/2020).
Pada Pemilu 2019 suara PKB hampir mencapai 10 persen. Salah satu yang bisa jadi penyumbang terbesar adalah soliditas pemilih nahdliyin karena faktor sosok KH Ma’ruf Amin yang juga dikenal sebagai salah satu deklarator PKB.
Demi menaikkan tingkat elektoral, faktor pemilih nahdliyin akan menjadi hal yang dipertimbangkan oleh Prabowo, Ganjar, dan Anies.
Tak pelak, suara nahdliyin akan tetap menjadi salah satu faktor yang mesti dipertimbangkan. Kemenangan Jokowi pada Pemilu 2019 tak bisa dilepaskan dari faktor dukungan pemilih nahdliyin dengan sosok KH Ma’ruf Amin. Tentu, demi menaikkan tingkat elektoral, faktor pemilih nahdliyin ini akan menjadi hal yang dipertimbangkan oleh Prabowo, Ganjar, dan Anies.
Ketiganya tentu tidak akan lepas dari potensi berebut suara dan dukungan nahdliyin. Sebab, pemilih nahdliyin menjadi salah satu kunci untuk mendapatkan insentif elektoral. (LITBANG KOMPAS)