Pesta Olahraga Rasa Bencana
Ketidaksiapan panitia PON mengantisipasi cuaca buruk membuat liputan olahraga terasa menjadi liputan bencana.
Dua hari terakhir, hujan badai yang cukup ekstrem melanda Kota Banda Aceh yang sedang menjadi salah satu kota penyelenggara PON Aceh-Sumut 2024. Karena ketidaksiapan panitia, pengujung pesta olahraga nasional itu pun serasa liputan bencana alam.
Selasa (18/9/2024) menjadi hari yang cukup mencekam bagi sejumlah tamu PON 2024 di sekitar Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, mulai dari atlet hingga awak media. Betapa tidak, hujan deras yang disertai angin kencang tak henti-henti mengguyur sejak Selasa pukul 03.00 hingga 21.00.
Tatkala hujan badai itu turun, langit lekas memutih karena guyuran air yang turun begitu cepat dan ditambah efek embusan angin kencang. Saking kencangnya, embusan angin pun mengeluarkan suara nyaring bak bunyi trompet.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kelas I Sultan Iskandar Muda Aceh menyebutkan, debit hujan hari itu mencapai 156 militer per jam atau tergolong curah hujan ekstrem. Sebaliknya, kecepatan menyentuh angka maksimal 25-30 knot atau 55 kilometer per jam, naik dari rata-rata 10 knot.
Alam yang seolah sedang mengamuk itu sontak memporak-porandakan sejumlah arena pertandingan. Lapangan Tembak Rindam Kodam Iskandar Muda di Mata Ie, Aceh Besar, misalnya. Arena itu sempat kebanjiran di lokasi perlombaan 50 meter dan mengalami kerusakan berupa talang air ambrol di lokasi perlombaan 10 meter pada Rabu pagi.
”Kemarin, suasananya horor. Saya pikir bangunan lapangan tembak akan roboh. Sampai sekarang, saya masih waswas saat turun hujan deras disertai angin kencang. Apalagi, pasca terjadi tsunami 2004, Aceh terkenal sebagai daerah rawan bencana. Ini pengalaman pertama saya mengalami bencana di tengah lomba,” ujar penembak running target dari tim Papua, Muhammad Chuwaizam, yang nyaris jadi korban saat talang air ambrol, ketika dijumpai, Rabu (18/9/2024).
Walau tidak separah hari sebelumnya, hujan badai turut melumat Lapangan Panahan, Kompleks Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Rabu. Selain sejumlah tenda tempat tim peserta bertumbangan, bencana itu pun menyebabkan pendingin udara berjatuhan, kursi terlempar ke mana-mana, pagar pembatas turut bergeser ke mana-mana, hingga tiang bendera pelengkap upacara pengalungan medali panahan roboh.
Dampak situasi yang tidak diinginkan itu, sejumlah laga ataupun lompa akhirnya ditunda hingga alam kembali bersahabat, terutama untuk panahan. Meski berdampak terhadap kesiapannya, mau tidak mau atlet harus menerima kenyataan tersebut.
”Padahal, kami sudah pemanasan dan siap untuk berlomba. Karena lomba ditunda, mau tidak mau kami harus pemanasan lagi. Kami juga mesti menyiapkan fisik yang lebih kuat karena lomba kemungkinan dilanjutkan dengan jadwal yang lebih padat,” kata pemanah divisi nasional asal Kalimantan Utara, Dzakira Aulia Puteri.
Baca juga: Horor Talang Ambrol, Trauma Telak untuk Petembak
Ubah haluan
Tak pelak, awak media peliput PON harus mengubah haluan kerja dari fokus mereportase pesta olahraga menjadi bencana. Salah satunya dialami oleh Muhammad Saifullah, wartawan jaringan media nasional yang berdomisili di Banda Aceh.
Dua hari ini, Saifullah harus mengeluarkan tenaga ekstra dan membawa perlengkapan pelindung dari terpaan hujan badai. Pasalnya, dia mesti membagi konsentrasi meliput hasil-hasil laga ataupun lomba PON 2024, serta dampak hujan badai yang terjadi di sekitar Banda Aceh. Itu karena dia mulai mendapatkan sejumlah laporan adanya warga yang menjadi korban bencana tersebut.
Terbaru, hujan badai menyebabkan seorang pelajar sekolah dasar negeri di Banda Aceh tewas dan seorang pelajar lain dari sekolah yang sama mengalami luka-luka, Rabu pukul 12.20. Dua korban tertimpa reruntuhan pecahan batu bangunan sekolahnya yang melayang tertiup angin kencang.
Selain itu, Saifullah berjibaku dengan liputan belasan pohon tumbang karena diterjang angin kencang di Banda Aceh. ”Sekarang, bukan lagi meras otak untuk mencari angle (sudut pandang) berita PON, melainkan karena harus mengumpulkan data dampak bencana hujan badai. Kalau tulisan bencana tidak dikerjakan, kantor tidak henti menelepon,” ujarnya.
Baca juga: Arena Menembak PON Rusak Dihantam Hujan Badai
Apa yang terjadi di Banda Aceh dan Aceh Besar dua hari terakhir tiba-tiba membawa Kompasdejavu dengan tugas meliput SEA Games Filipina 2019. Saat itu, baru saja SEA Games dibuka di kota Manila, Filipina, pada 30 November 2019, otoritas terkait dan panitia SEA Games dengan sigap mengingatkan semua tamu pesta olahraga Asia Tenggara, mulai dari atlet hingga awak media, bersiap menghadapi efek ekor topan Kammuri yang diprediksi tiba dalam dua-tiga hari ke depan.
Perkiraan itu ternyata tepat. Pada 3 Desember 2019 ekor topan Kammuri melintasi bagian utara Filipina, termasuk kota Subic, kawasan di pesisir barat Filipina yang berjarak 130-an kilometer dari Manila. Karena diwanti-wanti lebih dahulu, semua atlet yang berlaga di arena luar ruangan (outdoor) sudah mengamankan diri dengan berdiam di penginapan masing-masing.
Adapun semua perlengkapan di arena luar ruangan telah disimpan baik-baik oleh panitia agar tidak mengalami kerusakan saat dilanda topan Kammuri. Di sisi lain, arena-arena luar ruangan dibangun dengan spesifikasi standar internasional, tak kecuali ketahanan terhadap bencana topan. Dampaknya, nyaris tidak ada kabar mengenai dampak bencana yang menimbulkan kerusakan parah di arena ataupun hampir memakan korban atlet.
Berkat kesigapan otoritas terkait dan panitia, awak media pun bisa lekas mengubah rencana kerja dengan fokus meliput laga ataupun lomba di arena dalam ruangan (indoor). Lagi-lagi, karena spesifikasi bangunan yang sudah terjamin, tidak ada pula temuan media mengenai arena yang mengalami kebanjiran, atap bocor, ataupun talang air ambrol.
Baca juga: Arena PON Porak-poranda, Persiapan ”Kebut Semalam” Berbuah Simalakama
Kalau tulisan bencana tidak dikerjakan, kantor tidak henti menelepon.
Sementara itu, di Aceh, panitia PON 2024 seperti gagap. Hujan badai yang bukan barang baru di Aceh terlebih memasuki bulan ”-ber” alias jelang pengujung tahun, itu seolah tidak pernah terprediksi. Dampaknya, saat bencana tiba, panitia tidak siap. Arena menjadi porak-poranda begitu saja. Di samping itu, tak hanya nyaris menjadi korban jiwa, atlet sesugguhnya sudah menjadi korban ketidakpastian kelanjutan jadwal lomba.
Karena itu pula, di pengujung PON 20204 yang diagendakan ditutup di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (20/9/2024), awak media justru tidak lagi fokus meliput pesta olahraganya, tetapi konsentrasi ke bencananya. Mungkin, PON edisi XXI menjadi satu-satunya PON dalam sejarah yang rasa bencana.