Angkatan Sriyanti Menutup Penampilan Indonesia di Paralimpiade Paris
Lifter Sriyanti di kelas +86 kilogram mengakhiri perjuangan kontingen ”Merah Putih” di Paralimpiade Paris 2024.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·2 menit baca
PARIS, KOMPAS — Penampilan Sriyanti, lifter putri kelas +86 kilogram di La Chapelle Arena, Paris, Perancis, Minggu (8/9/2024), menjadi penutup perjuangan kontingen Indonesia di Paralimpiade Paris 2024. Sriyanti mencatatkan angkatan terbaik 138 kilogram pada angkatan kedua.
Lifter asal Sragen, Jawa Tengah, itu sebelumnya melakukan angkatan seberat 136 kilogram dengan mulus pada angkatan pertama. Namun, Sriyanti gagal mengangkat beban 140 kilogram pada angkatan ketiga atau terakhir.
Tiga atlet angkat berat putri tidak berhasil membawa pulang medali dari Paris. Sebelum Sriyanti, lifter putri kelas 79 kilogram, Siti Mahmudah, juga tak mendapatkan medali. Siti menduduki peringkat terakhir dari delapan lifter pada kelas tersebut. Siti hanya satu kali berhasil melakukan angkatan, yaitu angkatan pertama seberat 125 kilogram. Dia gagal mengangkat beban pada angkatan kedua (128 kg) dan angkatan ketiga (131 kg).
Lifter putri kelas 41 kilogram, Ni Nengah Widiasih, yang digadang-gadang mendapat medali juga belum bisa memberikan yang terbaik akibat cedera bahu yang masih dirasakannya. Kegagalan lifter yang akrab disapa Widi itu terasa sebagai beban berat karena selain masalah cedera, Widi juga baru saja kehilangan ibunya yang meninggal.
Lifter Nigeria dan China menguasai angkat berat kelas +86 kilogram tersebut. Lifter Nigeria, Folashade Oluwafemiayo, melakukan tiga angkatan dengan beban 157 kilogram, 162 kilogram, dan 166 kilogram dengan sempurna.
Masih belum puas, dia melakukan angkatan keempat untuk pemecahan rekor dunia dengan angkatan 167 kilogram. Rekor dunia sebelumnya juga atas namanya adalah 165 kilogram yang diukirnya di Kejuaraan Dunia Para Angkat Berat di Tbilisi, Georgia, 2024.
Sementara lifter China, Deng Xuemei, meraih medali perak dengan angkatan terbaik 155 kilogram. Pada angkatan pertama, Deng mengangkat beban 150 kilogram dan angkatan kedua 153 kilogram. Medali perunggu dikalungkan kepada lifter Mesir, Nadia Ali, dengan angkatan terbaik 154 kilogram setelah sukses mengangkat 141 kilogram dan 145 kilogram pada angkatan pertama dan kedua. Sriyanti harus puas dengan peringkat keempat.
”Yang penting saya sudah melakukan yang terbaik untuk Indonesia, tetapi saya belum puas. Kalau saya pribadi ingin yang lebih baik lagi. Tadi saya gagal di angkatan terakhir,” ujar lifter berusia 38 tahun itu.
Menurut Sriyanti, memang sulit untuk meraih medali di Paralimpiade. Target dari pelatih sebelumnya adalah lolos ke Paralimpiade Paris. Sriyanti berjanji untuk mempersembahkan hasil yang lebih baik lagi pada masa mendatang.
Lifter yang meraih perak pada Asian Para Games Hangzhou 2023 dengan angkatan 130 kilogram tersebut mengutarakan, lifter dari Nigeria dan China yang sejak awal paling diwaspadai olehnya. Kedua lifter tersebut adalah langganan juara pada kelas yang diikuti Sriyanti. Di tingkat Asia, Sriyanti pun selalu kalah dari lifter China.
”Kalau kita mau giat berlatih, mau berusaha, pasti bisa. Yang penting semangat latihan dan berdoa itu penting,” ujar Sriyanti soal peluang lifter difabel Indonesia di panggung dunia.
”Saya mohon maaf karena gagal dan terima kasih kepada masyarakat Indonesia yang mendoakan dan mendukung saya hingga sampai di sini,” ujarnya.
Pelatih angkat berat, Eko Supriyanto, mengungkapkan, peluang angkat berat meraih medali memang sangat berat. Namun, meskipun berat, trio lifter putri Indonesia akan melakukan yang terbaik di Paris.
”Sebelum bertanding, kami tidak akan menyerah,” ujarnya sebelum para lifter mulai berlomba di Paralimpiade Paris.