Penutupan Paralimpiade Paris, Sebuah Perpisahan Tanpa Air Mata
Paralimpiade Paris segera berakhir. Alangkah berat berpisah dengan Paris yang cantik setelah dekat selama 12 hari.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA DARI PARIS, PERANCIS
·3 menit baca
Pesta olahraga atlet difabel terbesar di dunia, Paralimpiade Paris 2024, telah memasuki saat-saat terakhir menjelang penutupan. Paralimpiade Paris digelar selama 12 hari sejak Rabu (28/8/2024) dan akan ditutup pada Minggu (8/9/2024). Upacara penutupan juga menjadi serah terima tuan rumah Paralimpiade 2028 kepada Los Angeles, Amerika Serikat.
Api pada kaldron yang digantungkan di bawah balon udara di Taman Jardine des Tuileries akan dipadamkan dan diturunkan. Amat disayangkan, kaldron pertama di dunia yang menggunakan balon udara itu akan menjadi kenangan. Keberadaan kaldron unik tersebut semakin mempercantik pemandangan di sepanjang Sungai Seine pada waktu malam.
Upacara pembukaan dan penutupan Paralimpiade Paris berlangsung di dua tempat berbeda. Upacara pembukaan digelar di ruang terbuka yang merupakan salah satu ikon Kota Paris, yaitu Lapangan Place de la Concorde dengan tugu obelisk di tengahnya.
Adapun penutupan akan berlangsung di stadion kebanggaan warga Perancis, Stade de France, di wilayah Saint Denis, sisi utara Kota Paris. Acara itu akan berlangsung mulai pukul 20.00 waktu Paris (01.00 WIB) hingga 23.00 waktu Paris (04.00 WIB).
Sesuai tradisi Olimpiade dan Paralimpiade, Stade de France yang dibangun untuk Piala Dunia Perancis 1998 menjadi tempat pertandingan cabang olahraga ”induk” segala olahraga, yaitu atletik. Di stadion berkapasitas 80.000 penonton itu pula, Saptoyogo Purnomo mempersembahkan medali pertama, yaitu perak, untuk kontingen Indonesia dari nomor lari 100 meter putra klasifikasi T37 (keterbatasan gerak pada setengah badan).
Dibanjiri penonton
Setiap perlombaan atletik Paralimpiade di Stade de France selalu dibanjiri penonton. Di Perancis, warga negara itu tidak hanya menggandrungi sepak bola. Olahraga yang kurang populer di Indonesia, seperti atletik, tetap banyak peminatnya. Saat atlet Perancis atau atlet terkemuka dari negara lain sedang berlaga, penonton bersorak sangat riuh seperti menonton pertandingan sepak bola.
Menurut Saptoyogo, Stadion Stade de France memiliki atmosfer yang luar biasa. Pelari yang sudah dua kali mengikuti Paralimpiade, yaitu edisi Tokyo dan Paris, itu mengaku masih ”keder” saat akan berlaga di Stade de France.
”Kalau sudah di bawah (di lintasan atau di lapangan) badan bisa kaku. Mental harus kuat. Bahkan, atlet yang sudah sering tampil di Paralimpiade saja bisa kena mentalnya,” ujar Saptoyogo.
Atlet Indonesia masih akan berlaga pada hari terakhir Paralimpiade, Minggu (8/9/2024). Lifter kelas +86 kg, Sriyanti, akan berlaga di La Chapelle Arena, sementara sejumlah atlet dan ofisial Indonesia telah lebih dulu meninggalkan Paris.
Wakil Sekretaris Jenderal National Paralympic Committee (NPC) Indonesia Rima Ferdianto termasuk yang pulang lebih awal, Jumat (6/9/2024). ”Saya pulang lebih dulu untuk persiapan Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) dan turnamen para badminton di Surakarta. Semoga atlet Indonesia bisa meraih tambahan medali,” ujarnya.
Pesta ”DJ”
Jika upacara pembukaan di Place de la Concorde bernuansa khidmat dan menggemakan pesan kesetaraan untuk kaum difabel, upara pembukaan tampaknya akan mengusung konsep yang lebih ceria dan dinamis. Konsep ini ditandai suguhan penampilan lebih dari 20 Disc Jockey (DJ) terkemuka dari Perancis.
Menurut Thomas Jolly, direktur artistik upacara pembukaan dan penutupan Paralimpiade Paris, seperti dikutip dari AFP, upacara penutupan akan mempersembahkan acara megah yang mirip kelab malam terbesar di Perancis. Para DJ legendaris Perancis, seperti Cassius, Kavinsky, dan musisi musik elektronik Jean-Michel Jarre yang berusia 76 tahun siap mengentak panggung. Tak ketinggalan DJ top Perancis seperti Martin Solveig dan duet DJ Ofenbach.
Presiden Olimpiade dan Paralimpiade Paris Tony Estanguet mengatakan, upacara penutupan hari Minggu adalah perayaan bagi para atlet yang telah memeriahkan Olimpiade selama enam minggu terakhir.
Menurut Estanguet, mereka memiliki gagasan untuk membuat pesta besar yang mencegah air mata atlet ataupun ofisial bercucuran. Mereka berniat mencegah para atlet mengatakan pada diri sendiri, ”Sialan, semua sudah berakhir.”
”Tidak, kami akan mengadakan pesta dan pada hari Senin kami mungkin akan kecewa karena (Olimpiade dan Paralimpiade) benar-benar akan berakhir,” kata Estanguet.