Banyak warga Perancis yang mengenal Indonesia. Berbagai kesan positif tentang Indonesia mereka ungkapkan.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA DARI PARIS, PERANCIS
·3 menit baca
Jumlah atlet Indonesia di ParalimpiadeParis 2024 tergolong sedikit, hanya 35 atlet dari 10 cabang olahraga. Bandingkan dengan kontingen terbesar di Paralimpiade Paris, yaitu kontingen China berjumlah 285 atlet dan kontingen Brasil berjumlah 255 atlet.
Kecilnya jumlah kontingen bukan berarti tidak banyak yang mengenal nama negara Indonesia di Paralimpiade Paris. Justru, banyak sukarelawan Paralimpiade dan warga Perancis yang tahu Indonesia, bahkan pernah mengunjungi Indonesia.
Setiap memasuki arena pertandingan, semua pengunjung, termasuk media, harus melewati pemeriksaan barang bawaan. Sambil menunggu barang diperiksa, para petugas atau sukarelawan di pintu masuk sering bertanya basa-basi. Ujung-ujungnya, ada juga yang meminta pin Garuda atau pin Merah Putih.
”Anda dari negara mana? Oh, dari Indonesia. Saya sudah pernah ke Labuan Bajo,” ujar seorang sukarelawan di pintu masuk Paris South Arena, tempat pertandingan tenis meja dan boccia.
Luar biasa, sudah pernah melancong begitu jauh dari Perancis ke Labuan Bajo. Bahkan, orang Indonesia pun tidak banyak yang pernah berwisata ke Labuan Bajo.
Seorang sukarelawan saat pembukaan Paralimpiade di Place de la Concorde wajahnya berseri-seri saat tahu orang yang diajak bicara berasal dari Indonesia. ”Saya akan berkunjung ke Indonesia dalam waktu dekat. Saya mau ke Yogyakarta, di sana banyak tempat yang menarik,” ujarnya dalam bahasa Inggris.
Pada kesempatan lain, jika melihat orang memakai baju kontingen bertuliskan Indonesia, warga Paris akan menyapa dengan ramah walaupun dengan bahasa Inggris kurang lancar. ”Wow, Indonesia. Pencak silat,” ujar seorang pria saat melihat Kompas di depan hotel tempat menginap kontingen Indonesia. Orang tersebut mengenal Indonesia melalui olahraga pencak silat.
”Sayang sekali tidak ada pencak silat di Paralimpiade Paris, tetapi kami ikut judo,” kata Kompas.
Seorang jurnalis dari Indonesia secara kebetulan bertemu dengan sukarelawan Paralimpiade yang orangtuanya campuran Perancis-Indonesia. Ayahnya orang Perancis, sementara ibunya berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jurnalis tersebut heran karena sukarelawan tersebut berwajah bule, tetapi lancar berbahasa Indonesia.
Sementara di La Chapelle Arena, Paris, tempat pertandingan bulu tangkis, panitia Paralimpiade memperbanyak sukarelawan yang bisa berbahasa Melayu atau Indonesia. Kemungkinan besar karena banyak atlet dari negara tersebut bertanding di cabang bulu tangkis.
”Tahniah,” kata seorang sukarelawan yang berasal dari Malaysia kepada jurnalis Indonesia yang akan mewawancarai ganda campuran Hikmat Ramdani/Leani Ratri Oktila di zona campuran setelah meraih medali emas.
”Waktu Olimpiade saya jadi sukarelawan di (cabang olahraga) hoki. Tapi, tidak ada atlet Indonesia. Sekarang, di bulu tangkis banyak atlet Indonesia,” ujar seorang sukarelawan asal Indonesia di La Chapelle Arena.
Masih banyak interaksi antara kontingen Indonesia dan warga Perancis di Paris atau para sukarelawan Paralimpiade. Mereka rata-rata memuji Indonesia dengan menyebutnya sebagai negara yang indah dan orang-orangnya yang ramah.
Lain lagi jika bertemu warga Perancis yang berasal dari Aljazair, yang dahulu merupakan koloni Perancis. Jika tahu orang di hadapannya dari Indonesia, mereka biasanya akan menyapa ”assalamualaikum” dan dijawab ”walalikumsalam.”
Kalau sudah saling menyapa seperti itu, perbincangan menjadi semakin akrab. Mereka tahu Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia.
Seorang petugas keamanan di Champ de Mars Arena, tempat pertandingan judo, mengatakan dirinya berasal dari Aljazair. Kebetulan, saat itu, Kamis (5/9/2024), akan berlangsung pertandingan semifinal antara judoka Indonesia, Junaedi, melawan judoka Aljazair, Abdelkader Bouamer.
”Semoga atlet Indonesia dan Aljazair sukses. Ini kesempatan bagus bagi atlet judo Aljazair karena bisa mendapat medali di Paralimpiade. Kemarin, saat Olimpiade, atlet judo kami tidak mendapat medali,” ujarnya.
Hossam, seorang sukarelawan di Champ de Mars Arena, yang berasal dari Mesir, mengatakan, di Mesir banyak mahasiswa Indonesia belajar kedokteran, farmasi, dan belajar ilmu agama. Hossam adalah seorang mahasiswa farmasi.
”Saya punya banyak teman asal Indonesia. Mereka mahasiswa yang belajar di universitas-universitas di Mesir. Orang Indonesia adalah orang-orang terbaik yang saya kenal,” katanya.
Senang dan bangga rasanya ketika bertemu orang asing yang mengenal hal-hal positif dari tanah air kita. Ini bukan sindrom rendah diri di hadapan orang asing, tetapi karena rasa cinta dan bangga kepada Indonesia.