Atlet boccia tidak mau menyerah pada takdir yang tak berpihak pada mereka. Dari keterbatasan, mereka menaklukkan dunia.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·3 menit baca
PARIS, KOMPAS —Fatum brutum amor fati, demikian kata-kata bijaksana dalam bahasa Latin yang artinya adalah ’mencintai takdir walaupun takdir begitu kejam’. Mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan. Namun, para atlet boccia telah melampaui fase tersebut dalam hidupnya.
Meskipun takdir tampak begitu kejam pada mereka karena menderita cerebral palsy dan hidupnya bergantung pada kursi roda, mereka berhasil menaklukkan dunia sebagai peraih medali di pesta olahraga kaum difabel paling bergengsi di kolong langit, Paralimpiade Paris 2024. Sejak babak grup hingga final, ucapan syukur kepada Tuhan tidak pernah berhenti terucap dari bibir mereka ketika diwawancara media.
Pada Kamis (5/9/2024) malam waktu Paris, tiga atlet boccia Indonesia, yaitu Muhammad Afrizal Syafa, Felix Ardi Yudha, dan Gischa Zayana, mempersembahkan medali perak dari nomor tim campuran klasifikasi BC1/BC2. Trio Indonesia harus mengakui ketangguhan trio China (Lan Zhijian, Yan Zhiqiang, dan Zhang Qi) meskipun dengan skor tipis, 6-7.
Trio Indonesia keteteran sejak babak pertama hingga babak keempat. China melaju tanpa terhentikan dengan keunggulan empat babak berturut-turut, 1-0, 3-0, 1-0, dan 1-0. Yudha dan kawan-kawan berhasil mengejar pada babak kelima dan keenam dengan skor masing-masing 3-0, tetapi tidak cukup untuk mengalahkan China.
Dengan tambahan 1 medali perak dari boccia, tim boccia telah mempersembahkan total dua medali perak dan dua medali perunggu dalam debutnya di ajang Paralimpiade. Adapun kontingen Indonesia sampai Jumat siang WIB mendapat total 1 emas, 7 perak, dan 5 perunggu atau total 13 medali.
Yudha sebagai kapten tim boccia menyampaikan permintaan maaf karena belum bisa mempersembahkan medali emas. Dia sangat bersyukur atas pencapaian boccia di Paris dan sangat senang bisa membawa pulang tambahan medali perak.
”Atmosfernya sangat berbeda dengan event yang pernah kami lalui. Kami sangat bersyukur bisa memaksimalkan apa yang sudah kami usahakan. Ini bagian dari hasil yang sudah kami perjuangkan dari kemarin-kemarin,” ucapnya.
Yudha menambahkan, mereka sangat berterima kasih kepada pemerintah melalui Kemenpora dan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia yang betul-betul mendukung boccia. Semoga pemerintah selalu mendukung boccia dan boccia bisa meraih prestasi lebih baik di Paris.
Mendapat 2 perak dan 2 perunggu adalah pencapaian luar biasa bagi kami karena kami baru pertama kalinya di Paralimpiade.
Menurut Muhammad Bintang Satria Herlangga yang meraih perak dari boccia nomor perseorangan putra klasifikasi BC2, permainan tim boccia Indonesia saat melawan China sudah bagus, hanya saja posisi bola-bolanya kurang menguntungkan. Bintang yang tidak bermain di nomor tim juga menyampaikan terima kasih atas dukungan luar biasa dari semua pihak, antara lain pemerintah Indonesia dan NPC Indonesia.
”Semoga kami bisa menyumbangkan emas pada kesempatan lain,” ujar Bintang sambil memegang maskot Paralimpiade yang diberikan khusus untuk para peraih medali.
Pelatih boccia Islahuzzaman Nuryadin menuturkan, Indonesia kalah tipis dari China karena lawan bisa memanfaatkan situasi dan lebih siap pada babak awal pertandingan. Indonesia bisa mengejar, tetapi hanya mendapat 6 poin.
”Alhamdulillah mendapat 2 perak dan 2 perunggu adalah pencapaian luar biasa bagi kami karena kami baru pertama kalinya di Paralimpiade,” kata pelatih yang biasa disapa Islah itu.
Islah mengatakan, setelah pulang ke Tanah Air, mereka akan berkeliling untuk mencari bibit atlet boccia, terutama mencari atlet putri klasifikasi BC1. Kelemahan boccia ada di atlet putri klasifikasi BC1. Kalau sudah mendapat bibit atlet yang cocok, pelatih akan mengubah lagi formasi tim.
”Semoga kami bisa lolos di Paralimpiade Los Angeles 2028 dengan atlet yang lebih banyak, biar Indonesia bisa ikut banyak nomor. Di Paris kita hanya ikut empat nomor, yaitu BC1 putra, BC2 putri, BC2 putra, dan tim BC1/BC2,” ujarnya.
Menurut Islah, semua lawan di Paralimpiade Paris sudah pernah bertemu di ajang single event ataupun saat uji coba. Namun, karena boccia olahraga permainan, hasil akhir tidak bisa diprediksi sejak awal.
”Lawan-lawannya (di Paris) kami sudah tahu. Setiap uji coba sudah ketemu dan kami selalu dapat podium meskipun tidak selalu podium pertama. Itu yang membuat kami optimistis di Paris kami pasti pulang mendapat medali. Rahasianya cuma satu, berdoa. Ikhtiar bisa kita lakukan. Kami sudah berusaha, tetapi Tuhan yang menentukan,” ujarnya.