Saptoyogo Melewati 11 Detik Paling Krusial dalam Hidupnya
Saptoyogo Purnomo melewati masa paling krusial dalam hidupnya yang berlangsung hanya dalam 11 detik.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·3 menit baca
PARIS, KOMPAS — Sprinter Indonesia, Saptoyogo Purnomo, telah melewati 11 detik paling krusial dalam hidupnya saat babak final nomor lari 100 meter putra klasifikasi T37 Paralimpiade Paris 2024 di Stadion Stade de France, Perancis, Jumat (31/8/2024) malam waktu Perancis atau Sabtu (31/8/2024) dini hari WIB. Persaingan di nomor tersebut begitu ketat karena dari delapan pelari yang masuk final, seluruhnya memiliki catatan waktu 11 detik.
Saptoyogo menjadi peraih medali pertama bagi kontingen Indonesia di Paralimpiade Paris dengan memboyong medali perak. Pelari asal Banyumas, Jawa Tengah, itu finis kedua dengan mengukir catatan waktu 11,26 detik sekaligus sebagai catatan waktu terbaiknya dan memecahkan rekor Asia atas namanya sendiri. Sebelumnya, catatan waktu terbaik Saptoyogo adalah 11,27 detik yang dibuat pada kejuaraan dunia Atletik di Paris 2023 atau selisih 0,01 detik dari catatan waktunya di Paralimpade Paris 2024.
Perlombaan berlangsung dalam cuaca yang kurang ideal karena hujan rintik mengguyur Paris sejak pagi hingga petang menjelang babak final. Udara cukup dingin dengan suhu 18-19 derajat celsius.
Pada saat babak kualifikasi atau heat 1 pada Jumat siang, Saptoyogo berlari di bawah siraman hujan. Pelari berusia 25 tahun itu berhasil lolos ke babak final sebagai pelari tercepat kedua dengan catatan waktu 11,35 detik.
Saat perlombaan memasuki babak final pukul 19.20 waktu setempat atau pukul 00.20 WIB, hujan sudah reda, tetapi udara dingin semakin menggigit. Saptoyogo yang berlari di lintasan kelima melakukan start dengan sempurna dan berada di urutan terdepan bersama pelari Brasil, Ricardo Gomes de Mendoca.
Ricardo adalah pelari Brasil terkuat yang diwaspadai Saptoyogo sejak sebelum keberangkatan ke Paris. Pada nomor tersebut, Brasil menurunkan dua pelari selain Ricardo, yaitu Christian Gabriel Luiz Dacosta dan Edson Cavalcante Pinheiro.
Sampai sepertiga jarak menjelang finis, Saptoyogo dan Ricardo masih berlari beriringan. Namun, Ricardo bisa mendahului Saptoyogo pada jarak sekitar 20 meter menjelang finis. Ricardo meraih medali emas dengan waktu 11,07 detik, disusul Saptoyogo di posisi kedua, dan Andrei Vdovin dari kontingen atlet netral dengan waktu 11,42 detik.
Menurut Saptoyogo, dia sempat merasa mentalnya down gara-gara hujan yang tidak berhenti sejak siang. ”Cuaca kurang mendukung karena hujan, tetapi saya harus maksimal karena ini final. Saya harus semaksimal mungkin di Paralimpiade,” katanya.
Pelari berusia 25 tahun itu mengungkapkan, dia tidak menyangka dapat mencetak catatan waktu terbaik di Paris karena hujan dapat membuat penampilannya menurun. Dia yakin keberhasilannya meraih catatan waktu terbaik adalah buah dari latihan kerasnya.
”Tadi saya startnya bagus, tetapi tiba-tiba pelari Brasil, Ricardo, menyusul. Dia lebih kencang. Dia memiliki daya tahan lebih kuat, sementara saya masih kurang di 20 atau 10 meter terakhir. Dia usianya di atas saya, tetapi daya tahannya masih kuat,” ujarnya.
Setelah menuntaskan nomor 100 meter, Saptoyogo masih akan berlomba di nomor 200 meter. Dia mengakui, untuk nomor 200 meter masih belum yakin karena lintasan lari nomor 200 meter memiliki tikungan tidak seperti lintasan 100 meter yang lurus.
”Karena cerebral palsy saya di kaki kanan sehingga tumpuan seluruhnya di kaki kiri. Jadi, saya akan semaksimal mungkin (di 200 meter),” imbuhnya.
Pelatih Saptoyogo, Purwo Adi Sanyoto, menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga, Ketua Umum NPC Senny Marbun, dan CDM Paralimpiade Indonesia Reda Manthovani atas dukungannya sehingga atletik meraih medali pertama dan melampaui target. Sebelumnya, Saptoyogo hanya ditargetkan meraih perunggu seperti di Paralimpiade Tokyo.
”Tentunya karena cuaca hujan sejak pemanasan sampai saat heat 1 dan saat istirahat (sebelum final). Dia sedikit khawatir karena klasifikasi cerebral palsy seperti Sapto, dalam suhu dingin akan terjadi kekakuan pada otot-ototnya,” kata Purwo, mengenai kondisi Saptoyogo saat lomba. Purwo dapat menyiasati cuaca yang tidak ideal dengan memaksimalkan pemanasan dan menjaga kondisi pelari.
Menurut Purwo, faktor yang membuat Saptoyogo melebihi target adalah disiplin latihan yang tinggi, daya juang, semangat, dan mental tanding luar biasa.
Cuaca kurang mendukung karena hujan, tetapi saya harus maksimal karena ini final.
”Kelebihannya memiliki waktu reaksi dan start yang bagus dibandingkan lawan-lawannya sehingga lebih mudah mempertahankan kecepatan menuju finis,” jelas Purwo.
Mengenai target Saptoyogo di nomor 200 meter, Purwo menegaskan targetnya adalah masuk final dulu. Di nomor tersebut telah menanti pelari spesialis 200 meter dari Polandia dan Brasil yang akan menjadi lawan berat Saptoyogo.