Harapan dari Panen Bonus Berkepanjangan Para Olimpian...
Dari panen bonus berkepanjangan yang dirasakan Veddriq dan rekan-rekan, tersirat makna untuk masa depan atlet Indonesia.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
Sebelum Olimpiade Paris 2024, tak ada pembicaraan tentang bonus yang akan diterima atlet peraih medali. Namun, setelah ajang usai, pemberian bonus justru terus berdatangan dari berbagai arah untuk para Olimpian. Perjuangan hebat para atlet di Paris dibayar dengan panen bonus berkepanjangan.
Sudah dua pekan lebih Olimpiade berlalu, guyuran bonus masih diterima Veddriq Leonardo dan rekan-rekan. Terbaru, pada Senin (26/8/2024), di Jakarta, Ketua Kontingen Tim Indonesia untuk Olimpiade Paris Anindya Bakrie merangkul para pengusaha Indonesia untuk memberikan apresiasi kepada para peraih medali.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Ikuti informasi terkini seputar Olimpiade Paris 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, perolehan medali, dan lainnya.
Peraih emas, Veddriq (panjat tebing) dan Rizki Juniansyah (angkat besi), diberikan Rp 1 miliar. Pelatih mereka mendapatkan Rp 500 juta. Peraih perunggu Gregoria Mariska Tunjung (bulu tangkis) dihadiahi Rp 500 juta, diikuti sang pelatih Rp 150 juta. Total bonus mencapai Rp 4,5 miliar, termasuk untuk atlet yang sudah tampil.
Wajah mereka tampak semringah saat menerima bonus secara simbolis. Mereka tinggal menikmati hasil kerja keras dan jerih payah di Paris. ”Sudah banyak banget dari awal kepulangan. Bahkan, saat di Paris saja, sudah banyak yang mengapresiasi atas pencapaian di Olimpiade ini,” kata Veddriq dengan semangat.
Jumlah bonus itu terbilang besar, apalagi datang dari kalangan swasta. Penghargaan terhadap Veddriq dan Rizki bahkan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan bonus Pemerintah Amerika Serikat untuk peraih emas, yaitu 37.500 dollar AS (Rp 581 juta). Belum lagi ditambah dengan apresiasi dari pemerintah.
Presiden Joko Widodo menyampaikan sebelumnya, peraih emas akan menerima bonus sebesar Rp 6 miliar, sementara perunggu Rp 1,65 miliar. Jumlah tersebut naik cukup signifikan dari edisi Tokyo 2020. Bonus bagi peraih emas mengalami kenaikan 20 persen dan peraih perunggu mencapai 65 persen dibandingkan dengan edisi sebelumnya.
Investasi
Menariknya, perhatian terhadap kesejahteraan atlet pada masa tua juga tampak semakin membesar. Hal itu terlihat dari bentuk pembagian bonus yang tidak hanya uang, tetapi juga investasi. Seperti pada acara Senin kemarin, Real Estat Indonesia (REI) juga memberikan rumah untuk tiap-tiap peraih medali.
Rumah itu akan dibangun di dekat tempat tinggal para atlet. Menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat REI Joko Suranto, investasi berkepanjangan, seperti rumah, merupakan hal penting untuk kesejahteraan atlet pada masa tua. Pemberian rumah diharapkan menjadi pengingat para atlet agar terus berinvestasi setelah berprestasi.
Khusus Rizki, bonus yang diterimanya lebih banyak lagi. Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) juga memberikan rumah plus asuransi. Kata Ketua Umum PB PABSI Roeslani, asuransi akan berguna menjadi cadangan dana untuk Rizki pada masa depan, saat sudah pensiun sebagai lifter.
”Kami akan berikan rumah dan juga dana, tetapi karena masih muda, (dana) itu tidak bisa ditarik sekarang. (Asuransi) itu baru bisa ditarik pada umur 41 tahun dengan nilai sebesar Rp 3 miliar. Sebab, kami pikirin juga jangan sampai usia 41 tahun nanti kehidupannya berat,” tutur Roeslani.
Kekhawatiran para pengurus, pemangku kepentingan, dan pihak swasta sangat wajar mengingat siklus produktif para atlet terbilang pendek. Mereka mayoritas sudah mulai pensiun pada usia kepala tiga, sangat jarang yang bisa tetap berprestasi saat sudah melebihi 30 tahun. Apalagi, untuk olahraga berat seperti angkat besi.
Sangat besar nominalnya. Ini adalah jenjang pertama (untuk saya berprestasi). Pastinya atlet-atlet merasa sangat dihargai.
Belum lagi, begitu banyak kisah atlet sukses pada eranya, tetapi kesulitan pada masa tua. Setelah penghasilan menghilang seiring pensiun, mereka baru kebingungan karena tidak memiliki pegangan.
Rizki, 21 tahun, sangat senang dengan apresiasi yang jauh melampaui ekspektasinya. Baginya, dia tinggal fokus untuk berprestasi mulai saat ini. Ia tidak perlu lagi memikirkan kesejahteraan. ”Sangat besar nominalnya. Ini adalah jenjang pertama (untuk saya berprestasi). Pastinya atlet-atlet merasa sangat dihargai,” katanya.
Selain semakin mendalam untuk atlet berprestasi, apresiasi juga semakin meluas. Para pelatih, yang selama ini sering terlupakan, kini selalu terlibat dalam pembagian bonus. Porsi yang didapatkan mereka juga besar, seperti halnya peran mereka terhadap para atlet. Tak kalah penting, para atlet yang belum mendapat medali juga lebih dihargai.
Semua itu memperlihatkan bahwa kesejahteraan atlet bukan lagi mitos di Indonesia. Para atlet hanya perlu fokus berprestasi, lalu kesejahteraan akan datang sendiri. Harapannya, perhatian serupa tidak hanya muncul di hilir, tetapi juga sejak di hulu, yaitu mulai dari pencarian bibit hingga ekosistem pembinaan yang tampak masih abstrak.