Mobil untuk kontingen Olimpiade dan Paralimpiade Paris mendapat keistimewaan. Mobil itu menjadi ”kebal hukum”.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA DARI PARIS, PERANCIS
·3 menit baca
Di Jakarta sering sekali terlihat mobil pejabat, mobil orang penting, atau pengawalnya menghidupkan sirene untuk menghalau kendaraan lain bahkan saat jalanan sedang macet. Tet tot tet tot bunyi sirene sungguh membuat kesal.
Di Paris, Perancis, selama penyelenggaraan Olimpiade dan Paralimpiade 2024, mobil-mobil tertentu juga menjadi ”raja” di jalan. Mobil-mobil tersebut adalah mobil kontingen Olimpiade dan Paralimpiade Paris.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Ikuti informasi terkini seputar Olimpiade Paris 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, perolehan medali, dan lainnya.
Ciri-ciri mobil yang ”kebal hukum” itu adalah stiker bundar ukuran besar berwarna ungu dengan tulisan ”Vehicule Paris 2024” di bagian depan dan di belakang mobil. Di kaca depan juga ditempel stiker pengenal warna putih.
Pengemudi mobil istimewa itu boleh tancap gas di jalur paling kiri jalan bebas hambatan, sementara kendaraan lain tidak ada yang berani melakukannya. Mobil dengan stiker semacam itu pun bisa dengan santai memasuki wilayah terbatas, seperti bandara, arena pertandingan, atau perkampungan atlet.
Mobil-mobil dengan privilege itu boleh berjalan melebihi batas kecepatan, berjalan di lajur paling kiri jalan bebas hambatan, bahkan boleh parkir di tempat yang terlarang. Peraturan lalu lintas di Paris tidak berlaku pada mobil-mobil tersebut.
Selama Olimpiade dan Paralimpiade, lajur paling kiri di jalan bebas hambatan di Paris dikhususkan untuk kendaraan kontingen. Meskipun lajur paling kiri di jalan bebas hambatan selalu kosong, tidak ada kendaraan tanpa stiker atau yang tidak teregistrasi berani masuk ke lajur paling kiri. Kalau nekat, siap-siap saja membayar denda ratusan euro.
”Saya senang menyetir mobil ini, Pak, karena tidak akan ditilang. Soalnya mobil ini telah teregistrasi (sebagai transportasi kontingen Olimpiade dan Paralimpiade Paris),” kata Basil, mahasiswa asal Indonesia yang bekerja sambilan sebagai pengemudi rental mobil, Sabtu (24/8/2024).
Peraturan lalu lintas di Paris terbilang paling ketat di wilayah Uni Eropa. Kecepatan kendaraan di dalam kota Paris maksimal hanya 30 kilometer per jam. Meskipun jalan sedang kosong, pengemudi tidak berani melaju lebih dari batas kecepatan karena pasti kena tilang. Ada kamera pemantau di mana-mana yang lokasinya tidak diketahui.
Bukan cuma kamera, pemerintah setempat memiliki perangkat canggih yang dapat memantau semua kendaraan berikut pelat nomornya. Pelanggaran lalu lintas seperti melanggar lampu merah, parkir sembarangan, tidak membayar parkir, berputar tidak di tempat yang diperbolehkan, dan sebagainya pasti terpantau dan pemiliknya kena denda. Denda untuk pelanggaran lalu lintas pun tinggi, di atas 100 euro (sekitar Rp 1,7 juta).
Menurut Basil, tidak ada yang tahu bagaimana bentuk ataupun letak alat pemantau kendaraan itu. Hanya di jalan bebas hambatan terpasang rambu yang menginformasikan ada alat pemantau kendaraan.
Ketika parkir, mobil berstiker Vehicule Paris 2024 itu juga boleh parkir di pinggir jalan tanpa bayar. Tarif parkir di pinggir jalan di Paris bisa mencapai 6 euro (sekitar Rp 100.000) per jam. Mobil untuk kontingen itu juga boleh parkir di pinggir jalan yang sebenarnya khusus untuk bongkar muat truk.
Namun, ternyata tidak semua lokasi bisa diakses oleh mobil berstiker. Buktinya, ketika akan memasuki tempat latihan atletik di Ville de Saint-Ouen, Sabtu (24/8/2024), petugas di pintu masuk mencegat mobil yang dinaiki Kompas. Pengemudi menjelaskan bahwa mobil tersebut mobil kontingen Indonesia dan sudah teregistrasi. Petugas itu tidak mau tahu dan tetap melarang mobil memasuki tempat latihan atletik.
Saya senang menyetir mobil ini, Pak, karena tidak akan ditilang.
Meskipun mobil kontingen Olimpiade dan Paralimpiade terkesan kebal hukum, nyatanya keder juga ketika berpapasan dengan rombongan ”Gendarmerie”. Gendarmerie adalah semacam polisi militer Perancis yang memiliki kewenangan lebih luas dari polisi biasa. Mereka memiliki wewenang atas warga sipil dan anggota militer.
Ketika rombongan mobil dan sepeda motor Gendarmerie melintas, mobil kontingen Indonesia tidak berani memotong. ”Daripada SIM saya diambil sama mereka, saya tidak bisa kerja. He-he-he,” kata Basil sambil menghentikan mobil yang disopirinya.
Tidak heran jika terdapat lelucon yang menyebutkan pengemudi di Paris lebih takut pada denda daripada takut kepada Tuhan. Ada teknologi yang mampu memata-matai kendaraan selama 24 jam dan ada Gendarmerie, mau lari ke mana?