Medali emas Olimpiade membuka jalan Veddriq Leonardo dan Rizki Juniansyah ”mengabdi” ke tempat mereka ”lahir”.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
Ada banyak hal yang bisa dilakukan dengan uang Rp 6 miliar. Di antara banyak hal itu, pemanjat tebing nomor speedVeddriq Leonardo dan lifter kelas 73 kilogram Rizki Juniansyah memilih menggunakannya untuk ”mengabdi” di tempat mereka ”lahir”. Kepada panjat tebing dan angkat besi, Veddriq Leonardo dan Rizki Juniansyah memilih kembali.
Rizki Juniansyah lahir dari sasana bernama Bulldog Gym yang dibangun keluarganya di Serang, Banten. Ibu Rizki, Yeni Rohaeni, pernah bercerita, di sasana itulah Rizki kecil menjajal angkat besi setelah melihat kakak-kakaknya. Di sasana itu pula, Rizki dilatih oleh sang ayah yang mantan lifter nasional, Muhammad Yasin.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Ikuti informasi terkini seputar Olimpiade Paris 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, perolehan medali, dan lainnya.
Kini, kakak Rizki yang juga mantan lifter nasional, Riska Anjani Yasin, menjadi pelatih di Bulldog Gym. Tak hanya itu, anak Riska sekaligus keponakan Rizki juga mulai menggeluti angkat besi di sasana tersebut.
Sebelum berangkat ke Paris, Rizki pernah menceritakan mimpinya tentang sasana itu. Rizki berharap bisa meraih prestasi tertinggi di Olimpiade. Selain akan memberikan kebanggaan bagi Indonesia, Rizki menilai, medali emas akan turut mengangkat banyak hal di kehidupannya, termasuk sasananya.
Impian Rizki jadi kenyataan. Sasana lifter 21 tahun ini turut jadi sorotan setelah dia menjadi satu dari dua atlet yang berhasil mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di Olimpiade Paris 2024. Bersama Veddriq Leonardo, pemanjat tebing nomor speed putra, Rizki mendapatkan bonus dari pemerintah sebesar Rp 6 miliar.
Saat ditanya akan dipakai apa bonus tersebut, Rizki mengungkapkan bahwa salah satunya akan digunakan untuk merenovasi sasananya. Itu menjadi upayanya untuk ”mengabdi” pada tempat yang telah membentuknya menjadi lifter terbaik dunia di 73 kg saat ini.
”Ya, memang saya terlahir dari situ. Waktu kecil saya dirawat dan dilatih di situ dan alhamdulillah saya mendapatkan medali emas ini berawal dari situ,” ucap Rizki.
Hal serupa disampaikan Veddriq Leonardo yang akan menggunakan bonus Olimpiade untuk membangun olahraga panjat tebing di tempat kelahirannya. Atlet asal Pontianak, Kalimantan Barat, ini mengatakan, sebagian lainnya akan dipersembahkan untuk orangtua dan investasinya.
”Uangnya akan saya manfaatkan untuk membangun olahraga panjat tebing, khususnya di daerah saya,” ujar Veddriq.
Veddriq memiliki wahana panjat dinding yang berada di salah satu ruangan di rumahnya di Pontianak. Dilaporkan Kompas sebelumnya, wahana panjat dinding itu setinggi lebih kurang 3 meter dengan kemiringan sekitar 5 derajat. Panelnya berwarna coklat menggunakan tripleks. Banyak holds (pegangan tangan dan pijakan kaki) berbahan resin menempel di panel.
Ayah Veddriq, Sumaryanto, mengatakan, wahana panjat dinding ini adalah ide anaknya. Setahun lalu, saat berada di Jakarta, Veddriq mengirimkan panel itu dalam bagian terpisah. Rekan sesama pemanjat yang merakitnya.
”Waktu itu, Veddriq memandu merakitnya lewat video call. Katanya, agar anak-anak bisa menjajal panjat tebing,” ujar Sumaryanto.
Keinginanan Veddriq terwujud karena anak-anak kerap bermain di wahana tersebut. Sumaryanto menambahkan, tidak hanya kerabat, tetapi juga anak-anak kecil di sekitar rumah (Kompas.id, 9/8/2024).
Veddriq tahu betul bagaimana pentingnya sebuah fasilitas memanjat untuk menyemai impian menjadi atlet. Saat pertama kali menekuni panjat tebing, Veddriq dan rekan-rekan sesama atlet panjat tebing di Kalimantan Barat juga terkendala dengan fasilitas latihan yang seadanya.
Berlatih di Gelanggang Olahraga (GOR) Sultan Syarif Abdurahman, Pontianak, Veddriq dan rekan-rekan pernah membuat poin-poin pegangan di dinding panjat tebing karena beberapa bagiannya sudah rusak. Baut-baut dinding panjat tebing pun banyak yang terlepas dan retak. Bagian-bagian dinding panjat tebing yang rusak pelan-pelan mereka poles dan perbaiki dengan dana pribadi.
Meningkat
Bonus kepada atlet dan pelatih di Olimpiade Paris 2024 secara nominal lebih besar daripada yang diterima kontingen Olimpiade Tokyo 2020. Atlet peraih emas Olimpiade Paris 2024 mendapatkan bonus Rp 6 miliar dan pelatihnya Rp 2,75 miliar.
Peraih medali perunggu mendapatkan bonus Rp 1,65 miliar dan pelatihnya Rp 675 juta. Adapun atlet-atlet lain yang sudah bertanding di Olimpiade Paris mendapatkan Rp 250 juta per orang.
Tiga tahun lalu, atlet peraih emas Olimpiade Tokyo menerima bonus Rp 5,5 miliar per orang, perak Rp 2,5 miliar per orang, dan perunggu Rp 1,5 miliar per orang. Bonus pelatih peraih emas Rp 2,5 miliar per orang, perak Rp 1 miiliar per orang, dan perunggu Rp 600 juta per orang. Jumlah itu membuat Indonesia menjadi salah satu negara pemberi bonus terbesar di dunia.
Kewajiban pemerintah memfasilitasi atlet dan pelatih untuk mencapai prestasi melalui pembinaan.
Atlet dan pelatih di Olimpiade Paris 2024 yang belum meraih medali juga mendapatkan bonus, yakni Rp 250 juta per orang. Pola seperti itu pernah dilakukan kepada kontingen Indonesia untuk Olimpiade Tokyo 2020 dengan nominal Rp 100 juta per orang.
Dilihat dari proses penyaluran, bonus kali ini cair hampir sama cepat dibandingkan bonus Olimpiade sebelumnya. Hanya tiga hari setelah penutupan Olimpiade Paris pada Senin (12/8/2024) pukul 02.00 WIB, bonus secara simbolik langsung diberikan kepada para atlet dan pelatih oleh Presiden Jokowi. Delapan tahun lalu, bonus baru diberikan dua bulan setelah Olimpiade Rio 2016 ditutup.
Pengajar Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI, Dikdik Zafar Sidik, mengatakan, peningkatan jumlah bonus untuk atlet dan pelatih serta bonus untuk Veddriq dan Rizki menunjukkan apresiasi pemerintah kepada para pahlawan olahraga terus membaik. Terlebih, atlet yang belum meraih medali pun konsisten diberikan apresiasi karena memang layak mendapatkannya.
Dikdik pun mengaku salut dengan keputusan Veddriq dan Rizki yang memilih menyisihkan bonusnya untuk membangun pembinaan di daerah masing-masing. Meski demikian, Dikdik mengingatkan, niatan baik para atlet ini tidak menggugurkan kewajiban pemerintah yang juga berkewajiban melakukan pembinaan untuk menciptakan peraih-peraih medali masa depan.
”Dengan apa yang dilakukan Veddriq dan Rizki ini menunjukkan bahwa mereka punya cita-cita mulia dan keinginan tinggi untuk mencetak calon penerus mereka di olahraga masing-masing. Namun, tentu kita juga perlu ingat bahwa merupakan kewajiban pemerintah memfasilitasi atlet dan pelatih untuk mencapai prestasi melalui pembinaan,” ucap Dikdik.