Dari jaket kontingen yang dikenanakan di Olimpiade Paris, Desak sudah melangkah sangat jauh dari titik awal hidupnya.
Oleh
REBIYYAH SALASAH, KELVIN HIANUSA DARI PARIS, PERANCIS
·3 menit baca
Diam, tertawa getir, menangis kejer, terdiam lagi. Hanya itu yang dilakukan pemanjat tebing Indonesia, Desak Made Rita Kusuma Dewi, berulang-ulang selama lebih kurang tiga menit di hadapan para wartawan. Kota Paris yang dikenal romantis berubah menjadi penuh tangis. Tidak ada nuansa berbunga-bunga, hanya ada setumpuk rasa duka.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Ikuti informasi terkini seputar Olimpiade Paris 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, perolehan medali, dan lainnya.
Dengan tudung jaket milik tim Indonesia, Desak menutupi kepalanya. Dia seolah ingin menghilang sejenak dari dunia ini. Entah hanya kebetulan atau takdir, dia berpapasan dengan pemanjat Spanyol, Leslie Romero. Keduanya sama-sama kalah di perempat final, tinggal beberapa langkah lagi untuk pulang dengan medali Olimpiade Paris 2024.
Desak dan Romero berbalas senyum. Romero membuka tangan, Desak menyambutnya. Mereka berpelukan erat, saling menguatkan. Desak dan Romero melepaskan semua ekspresi kesedihan. Air mata tidak berhenti mengalir, tetapi mereka tidak peduli. Semenit lebih, pelukan itu tidak melonggar sedikit pun.
Desak berhak kecewa, pantas untuk patah hati. Datang dari keluarga kurang berada di Buleleng, Bali, dia selalu membawa misi untuk menaikkan harkat kedua orangtua. Dia ingin menerjemahkan itu dengan berprestasi di Olimpiade, ajang tertinggi yang disaksikan seisi bumi.
Namun, Desak kalah beruntung dari wakil China, Deng Lijuan. Dia hanya tertinggal 0,006 detik dari lawan yang dikalahkan di final Asian Games Hangzhou 2022, pada tahun lalu itu. Bahkan, berkedip saja butuh waktu lebih banyak dari itu. Selisih tersebut yang membuat dadanya begitu sesak.
Sehari setelah pertandingan, Kamis (8/8/2024), Desak sudah baik-baik saja. Dia sudah kembali menjadi anak yang riang. Dia bisa tersenyum dengan lepas, bercanda dengan rekan-rekannya. ”Kemarin sudah dihabisin nangisnya seharian. Hari ini sudah enak, sudah lebih lega,” katanya.
Apa pun hasilnya, Desak sudah berjalan begitu jauh dari titik awal. Jaket kontingen yang selalu dikenakannya menandakan perjalanan itu. Dulu, saat umurnya baru delapan tahun, dia hanya bisa membayangkan suatu hari bisa memiliki jaket yang sama seperti dikenakan sang bibi, Desak Komang Mulia Astuti.
Jaket itu merupakan seragam tim panjat tebing daerah. Bibi Desak, pemanjat tebing daerah, adalah orang yang pertama kali mengenalkannya pada panjat tebing pada 2009. Bersama sang bibi pula, Desak kerap diantar menuju tempat latihan dengan menggunakan motor.
Dalam perjalanan, Desak yang dibonceng di belakang selalu melihat jaket bibinya dari dekat. Dia begitu tertarik dengan jaket tersebut dan ingin mengenakannya suatu hari. ”Desak dulu ngelihat jaket itu. Bagus juga, ya, ternyata. Desak mau juga punya seperti itu. Itu yang membuat Desak tertarik menjadi atlet panjat tebing, seperti bibi,” katanya.
Kini, Desak jauh melampaui impian sederhananya. Dia tak hanya mengenakan jaket Indonesia, tetapi juga mengenakannya saat momen spesial. Desak telah mencetak sejarah dengan debut di Olimpiade dalam momen pertama kali nomor speed dipertandingkan. Dia adalah sosok inspiratif kebanggaan Indonesia.
Dengan segala kesempatan itu, hidup Desak telah berubah jauh lebih baik. Begitu pun dengan keluarganya. Dia punya kesempatan berprestasi dan jalan-jalan ke luar negeri. Bisa memiliki puluhan jaket dengan berbagai warna. Paling penting, panjat tebing turut mengangkat perekonomian, harkat, dan martabat keluarga.
Walaupun belum berhasil di Paris, Desak sudah berkali-kali menjadi pahlawan ”Merah Putih” sebelumnya. Pemanjat 23 tahun itu pernah meraih dua perunggu dalam seri Piala Dunia 2022. Dia berevolusi dan menjadi kuat setahun setelah itu. Dia memboyong dua perak dan satu perunggu pada seri Piala Dunia 2023.
Medali emas perdana dalam karier seniornya hadir di Kejuaraan Dunia Bern 2023. Kejayaan itu mengantar Desak menjadi peraih tiket pertama ke Paris. Tidak hanya itu, perempuan yang suka mendengarkan musik band Dewa tersebut juga merupakan penyumbang satu-satunya emas Asian Games Hangzhou 2023 dari panjat tebing.
Desak sudah berdamai dengan kekalahan. Namun, belum benar-benar pulih dari rasa sakit itu. Saat pengumuman kepulangan tim panjat tebing mundur tiga hari dari jadwal, setelah Veddriq Leonardo meraih emas, wajahnya langsung cemberut. ”Ingin cepat pulang sebenarnya. Ingin istirahat, sudah lelah. Butuh healing,” ujarnya.