Hanya satu kemenangan lagi. Itu sudah cukup untuk memastikan panjat tebing putri meraih minimal medali perak. Lalu, nasib berkata lain. Desak tertinggal 0,006 detik dari lawan dan peluang pun melayang.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Ikuti informasi terkini seputar Olimpiade Paris 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, perolehan medali, dan lainnya.
Ada skenario indah untuk panjat tebing putri di Olimpiade Paris 2024. Desak dan Rajiah perlu sama-sama menang di perempat final, lantas mereka akan saling berhadapan di semifinal. Siapapun yang menang, Indonesia memastikan satu tempat di partai puncak sekaligus memastikan satu medali dari panggung tertinggi.
Desak atau Rajiah “tinggal” berjuang untuk medali emas di final. Ada peluang juga untuk medali lainnya di small final, yaitu laga perebutan medali perunggu bagi mereka yang kalah di semifinal.
Namun, di Le Bourget Climbing, Saint-Denis, Perancis, Rabu (7/8/2024), skenario indah itu buyar. Rajiah "tertawa" dengan meraih kemenangan di perempat final atas Emma Hunt (Amerika Serikat), tetapi Desak mengalami nasib berbeda karena kalah dari Deng Lijuan (China).
Nyaris sepanjang perlombaan di dinding 15 meter itu, Desak dan Deng berada dalam posisi seimbang bahkan hingga pegangan terakhir menuju puncak. Ibarat berlomba lari 100 meter cabang atletik yang sama-sama memacu kecepatan, Desak dan Deng sejajar. Sekilas, keduanya juga tampak berbarengan menyentuh tombol finis.
Siapa sangka, ujung kuku menentukan pemenang duel ketat itu. Dorongan kuat Deng pada pijakan pamungkas membawa ujung kukunya menyentuh tombol finis 0,006 detik lebih cepat dari Desak.
Deng finis dengan catatan waktu 6,363 detik, menajamkan rekor pribadi terbaik atau personal best (PB). Desak finis dengan waktu 6,369 detik. Ujung kuku memisahkan nasib mereka, memberi batasan kemenangan dan kekalahan.
Seusai lomba, Desak berjalan seperti tanpa tujuan dengan tatapan kosong. Atlet yang sempat mengalahkan Deng di final speed putri Asian Games Hangzhou 2022 itu berhenti sejenak di zona campuran. Di depan para wartawan Indonesia, dia terdiam selama tiga menit. Hanya suara isak tangis yang terdengar. Tidak satu pun pertanyaan terlontar melihat wajah yang begitu hancur tersebut.
“Terima kasih ke pada seluruh masyarakat Indonesia, teman, dan keluarga. Mohon maaf belum bisa memberikan medali untuk Indonesia,” ucapnya terbata-bata. “Terus dukung tim panjat tebing. Besok ada bang Veddriq (Leonardo) yang tampil di final. Semoga bisa meraih podium tertinggi,” lanjutnya.
Hanya kalimat sederhana tersebut yang mampu diucapkan Desak siang itu. Saat berjalan kembali ke ruang ganti, peraih medali emas Kejuaraan Dunia 2023 di Bern, Swiss ini bertemu dengan pemanjat Spanyol Leslie Romero yang juga kalah di perempat final. Mereka berbagi kesedihan dengan pelukan yang amat dalam selama hampir dua menit. Waktu seolah membeku di Le Bourget.
Di sisi lain, Rajiah terlihat lebih tegar. Dia berkali-kali mengucapkan ingin menangis, tetapi bisa membendung kesedihan itu. “Mungkin belum waktunya nangis saja. Selain itu aku juga berterima kasih sama diri sendiri sudah bisa ada di titik ini. Kalau dibilang kecewa pasti ya sedih banget. Kesempatan ada di depan mata, tetapi memang yang di ‘Atas’ belum ngasih,” ujarnya.
Memang sekejam itu. Waktu sepersekian detik saja menentukan banget.
Rajiah hanya bisa pasrah. Baginya panjat tebing disiplin speed memang sangat keji. “Memang sekejam itu. Waktu sepersekian detik saja menentukan banget. Makanya harus benar-benar siap dari sejak awal lomba. Untuk jangka panjang kalau dikasih ingin Olimpiade LA 2028,” kata Rajiah.
Cedera pinggang terus membayangi Rajiah selama persiapan sampai penyelenggaraan Olimpiade Paris 2024. Rajiah masih merasakan sakit itu sebelum memanjat kendati sempat hilang saat lomba. Dia melawan cedera itu dengan tekad baja.
Billah, panggilannya, sudah di Olimpiade dan harus tampil apa pun risikonya. Yang membanggakan, dia bahkan masih sempat dua kali menajamkan rekor pribadi terbaiknya. 6,54 detik saat perempat final dan 6,41 detik ketika semifinal.
Catatan waktu itu memang tak mampu mengantarnya ke final. Deng, lawannya, melaju lebih cepat dengan 6,38 detik. Namun, Billah mampu melampaui batas kemampuannya sendiri. Dalam latihan, dia baru menyentuh 6,536 detik.
Pada perebutan medali perunggu melawan Aleksandra Kalucka (Polandia), Billah terpeleset. Namun, dia tetap melanjutkan perlombaan hingga akhir kendati Kalucka sudah meninggalkannya jauh dan akhirnya menyentuh tombol finis lebih dulu.
“(Hasilnya) sangat mengecewakan, tidak sesuai ekspektasi, ada beberapa kesalahan sederhana. Cuma begitulah pertandingan,” ujar pelatih panjat tebing Indonesia, Hendra Basir, “Desak dan Billah sudah memberikan yang terbaik, tetapi memang bukan rezekinya.”
Medali emas menjadi milik pemanjat Polandia, Aleksandra "Ola" Miroslaw, yang mengalahkan Deng di final. Dengan medali emas dan rekor dunia yang dicatatkan saat babak kualifikasi, Ola kian menahbiskan diri sebagai "ratu" panjat tebing dunia.