Mengenang Kiprah Timnas Indonesia di Olimpiade Melbourne 1956
Pada Olimpiade 1956, kontingen Indonesia didominasi tim sepak bola. Hingga skuad ”Garuda” dianggap tim terbaik Asia.
Kisah penampilan heroik tim nasional Indonesia yang menahan Uni Soviet, 0-0, menjadi kenangan abadi dalam sejarah sepak bola Indonesia. Meski pada laga kedua kalah 0-4, Ramang dan kawan-kawan menghadirkan salah satu kejutan terbesar di Melbourne 1956.
Namun, banyak yang belum tahu kisah-kisah Indonesia di luar satu-satunya pertandingan yang berakhir imbang di Olimpiade 1956 itu. Lalu, bagaimana skuad ”Garuda” bisa tampil di Melbourne? Dan, apa saja persiapan tim asuhan Tony Pogacnik sebelum berlaga di pesta sepak bola terakbar di dunia itu?
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Sebelum membahas kiprah Garuda bisa menjadi salah satu dari empat wakil Asia di Melbourne 1956, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sejatinya telah menargetkan menembus Olimpiade 1956. Hal itu diungkapkan pengurus inti PSSI, Jusuf Jahja, dalam konferensi pers di sela perayaan ke-25 tahun PSSI di Yogyakarta, 5 Juli 1955.
Menurut pemberitaan De Locomotief edisi 6 Juli 1955, Jusuf mengungkapkan, PSSI berupaya mencari pemain-pemain muda di bawah usia 25 tahun untuk memperkuat skuad asuhan Pogacnik. Peluang Indonesia untuk menembus Olimpiade 1956 cukup besar karena kuota 6 tim dari 12 kontestan babak kualifikasi zona Asia. Jumlah itu melebihi empat kuota milik Eropa.
Baca juga: Prahara Pelik Argentina dan Perancis
Selain soal jatah partisipasi itu, Indonesia juga tengah memegang status sebagai salah satu kekuatan besar sepak bola Benua Asia. Hal itu merujuk hasil Asian Games Manila 1954. Kala itu, Indonesia berada di peringkat keempat seusai kalah dari Burma alias Myanmar pada duel perebutan perunggu.
Jalan Indonesia ke fase gugur pun cukup baik dengan menumbangkan Jepang, 5-3, lalu melibas salah satu tim kuat saat itu, India, dengan skor 4-0 berkat sumbangan brace dari Djamiat Dalhar dan Ramang.
Di babak kualifikasi, Indonesia jumpa Formosa alias Republik China atau kini dikenal Taiwan. Indonesia menembus Melbourne 1956 tanpa bertanding. Pasalnya, FIFA melarang Republik China menggunakan bendera identitas mereka berwarna biru yang dilengkapi matahari putih pada laga pertama di Stadion Ikada, Jakarta.
Sebagai gantinya, sisi bendera Republik China menggunakan bendera FIFA. Hal itu ditolak oleh Republik China sehingga mereka didiskualifikasi oleh FIFA.
FIFA pun memutuskan Indonesia sebagai pelengkap tim Asia di Melbourne 1956 bersama Jepang, India, dan Thailand. Surat telegram dari FIFA itu diterima PSSI pada 26 Juni 1956.
Baca juga: Pertunjukan Ketangguhan Mental Spanyol, Argentina Kalah Kontroversial
Hal itu dikabarkan koran berbahasa Belanda, Java-bode, edisi 29 Juni 1956 dalam berita berjudul ”Resmi keputusan dari FIFA Indonesia menuju Melbourne”.
”Komite Olimpiade FIFA memutuskan Indonesia secara otomatis menembus babak utama sepak bola Olimpiade di Melbourne. FIFA telah mengirimkan surat pembertahuan resmi kepada PSSI,” tulis Java-bode.
Uji tanding
Meskipun lolos tanpa berlaga di babak kualifikasi, Pogacnik telah mempersiapkan Tan Liong Houw dan kawan-kawan sejak awal 1956. Pada April 1956, mereka telah berkumpul untuk menjalani pemusatan latihan di Jakarta. Skuad Indonesia pun sempat menjalani uji tanding menghadapi tim AURI Jawa Barat yang dihuni pemain-pemain Persib Bandung dan sejumlah klub lain di Jabar.
Hasilnya, Indonesia menang dengan skor telak 12-3. Pertandingan itu digelar di Stadion Ikada yang kini telah menjadi kompleks Monumen Nasional (Monas).
Kepastian mendapat tiket tampil di Olimpiade membuat PSSI bersama pemerintah Presiden Soekarno menggagas pemusatan latihan di Eropa Timur pada Agustus hingga awal September 1956. Pogacnik membawa 18 pemain yang terdiri dari dua kiper, tiga bek, enam gelandang, dan tujuh penyerang.
Pada persiapan itu, Indonesia menjalani 11 laga uji coba, di antaranya hadapi tiga laga resmi kontra tim nasional Yugoslavia di Beograd, Kroasia di Zagreb, serta Jerman Timur di kota Karl-Marx atau Chemnitz. Indonesia menghabiskan Agustus hingga awal September di Uni Soviet dengan jalani enam pertandingan uji coba menghadapi tim setempat.
Baca juga: Peta Persaingan, Jadwal, dan Profil Peserta Sepak Bola Olimpiade Paris 2024
Enam kota yang didatangi adalah Baku (Azerbaijan), Tbilisi (Georgia), Stalino (Donetsk, Ukraina), Kharkov (Kharkiv, Ukraina), Leningrad (Saint Petersburg, Rusia), serta Ivanovo (Rusia). Pada lima gim awal, termasuk duel melawan Trudoviye Rezervy Leningrad, yang disaksikan langsung Presiden Soekarno, Indonesia menelan kekalahan.
Garuda hanya sekali menang melawan Krasnoye Zanmya Ivanovo yang menjadi laga terakhir di Uni Soviet. Gol dari Phwa Sian Liong dan Ramly Jatim memastikan kemenangan 2-0 Indonesia.
Selanjutnya, Indonesia berpindah ke empat negara berbeda untuk jalani lima laga uji tanding lainnya yang tiga di antaranya hadapi tim utama negara itu. Tiga laga itu berakhir kekalahan bagi Garuda. Indonesia tumbang 2-4 dari Yugoslavia, kemudian dilibas 2-5 oleh Kroasia, dan kalah 1-3 dari Jerman Timur.
Empat gol Indonesia dalam laga melawan tiga tim nasional zona Eropa Timur itu dicetak oleh pemain-pemain berbeda, yaitu Ashari Danu, Tan Liong Houw, Aang Witarsa, dan Ramly Jatim. Satu gol ketika hadapi Yugoslavia dicetak oleh bunuh diri bek lawan, Branko Stankovic.
Setelah menghadapi tiga timnas itu, Indonesia sempat tumbang dari Einheit Dresden, 4-1, di Dresden dan kalah 1-5 dari skuad Cekoslvakia B di Plzen. Setelah laga di Plzen pada 26 September 1956, Indonesia melanjutkan persiapan di Jakarta.
Pada sesi persiapan lanjutan itu, dikutip De Nieuwsgier edisi 25 Oktober 1956, Pogacnik melakukan pemanggilan tiga pemain tambahan, yaitu Achad Arifin (penyerang), Jasrin Jusron (penyerang), dan Kamsuri (gelandang). Alhasil, dibandingkan dengan 18 pemain yang berangkat pada tur Eropa Timur, hanya penyerang asal PSIS Semarang, Lie Kian An, yang tidak berangkat ke Melbourne.
Indonesia sempat menjalani laga persiapan menghadapi Persija Jakarta dengan kemenangan 3-2 pada 29 Oktober 1956. Lalu, satu hari sebelum berangkat ke Melbourne melalui penerbangan via Bandara Kemayoran, Jakarta, 17 November 1956, Garuda sempat menantang peserta Olimpiade 1956 lainnya, Amerika Serikat, di Stadion Ikada.
Lihat juga: Arsip Foto ”Kompas”: Kiprah Indonesia di Olimpiade, dari Ganefo hingga Medali Pertama
Hasilnya, Indonesia menang dalam laga parade gol 7-5 pada 16 November 1956. Indonesia telah unggul 4-2 pada paruh waktu. Jusron yang baru bergabung dengan tim mencetak tiga gol, lalu Danu menyumbang dua gol, satu gol masing-masing dihasilkan Phwa Sian Liong dan Ramang.
Kami datang dengan niat yang baik untuk mendapat pengalaman dan mempererat persahabatan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Didominasi sepak bola
Berdasarkan berita De Nieuwsgier edisi 6 Oktober 1956, Komite Olimpiade Indonesia mengirim 35 atlet dan ofisial ke Olimpiade Melbourne. Jumlah itu terdiri dari 22 atlet dan 13 ofisial.
Sepak bola mendominasi dengan 20 atlet, lalu dua olimpian lainnya adalah atlet lompat tinggi, yakni Okamona dan Maridjo. Saking dominannya sepak bola, chef de mission Melbourne 1956 diemban oleh Maladi yang menjabat Ketua Umum PSSI. Maladi pun eks kiper nasional Indonesia sekaligus pemain terbaik sepanjang masa Persis Solo.
Jumlah atlet yang dikirimkan ke Melbourne menjadi kuantitas tertinggi Indonesia sebelum dipecahkan pada Seoul 1988. Komposisi atlet ke Olimpiade yang didominasi sepak bola tentu sudah sulit tercipta lagi di era modern ini.
Merujuk Java-bode edisi 20 November 1956, Maladi menyampaikan tujuan utama Indonesia tampil di Melbourne 1956. ”Kami mengirimkan jumlah besar tidak memikirkan soal medali. Kami datang dengan niat yang baik untuk mendapat pengalaman dan mempererat persahabatan dengan bangsa-bangsa lain di dunia,” ucap Maladi kepada Radio Australia yang dikutip Java-bode.
Ia pun tidak ketinggalan menanggapi pertanyaan terkait dampak pemusatan latihan dan uji tanding yang dilakukan tim sepak bola ke Eropa Timur. ”Kunjungan itu sangat bermanfaat bagi PSSI. Tidak hanya untuk pemain, tetapi juga menjadi ajang penilaian ofisial untuk menentukan tim yang dibawa ke sini (Melbourne),” katanya.
Ketika banyak media Indonesia memuji performa kiper Maulwi Saelan yang nirbobol menghadapi Uni Soviet, media-media asing, seperti dilansir Java-bode edisi 30 November 1956, justru kagum dengan pemain-pemain menyerang Indonesia, seperti Witarsa, Danu, dan Ramang.
Baca juga: Menelisik Prestasi Indonesia di Ajang Olimpiade
Beberapa ofisial Indonesia, meski puas dengan hasil imbang, sempat menyampaikan kekecewaan atas keputusan berat sebelah yang dilakukan wasit asal Jepang, Shigemaru Takenokoshi. Pada laga bersejarah itu, Indonesia meraih hasil imbang melawan Uni Soviet dengan menghadapi tiga tekanan, yaitu kualitas superior pemain Soviet; mayoritas dukungan kepada Uni Soviet dari 3.228 penonton yang menyaksikan laga itu di Stadion Taman Olimpiade, Melbourne; serta keputusan wasit yang merugikan. Tiga hal itu berdasarkan berita Java-bode edisi pamungkas November 1956.
Meski disingkirkan Uni Soviet, keberhasilan Maulwi Saelan dan kawan-kawan memaksa Uni Soviet jalani laga ulangan mendapat pujian dan dianggap sebagai salah satu kejutan terbesar dalam sejarah sepak bola Olimpiade. Berita AFP yang dikutip Java-bode dan De Nieuwsgier menyebut Indonesia dianggap sebagai tim sepak bola terbaik Asia pada Olimpiade 1956.
Dari sisi prestasi, Indonesia memang kalah dari India yang mampu menembus babak semifinal. Namun, lawan India di babak perempat final adalah tim tuan rumah Australia yang tidak dianggap sebagai tim tangguh saat itu. Landasan AFP menyebut, Indonesia sebagai tim terbaik Asia juga didasari keberhasilan Indonesia mengalahkan India pada Asian Games 1954.
”Indonesia tidak beruntung karena menghadapi Uni Soviet, jika tidak, maka Indonesia akan menempati posisi keempat yang dihuni India,” tulis AFP yang dikutip De Nieuwsgier edisi 14 Desember 1956.
Kisah heroik skuad Garuda di Melbourne masih menjadi catatan sejarah terbaik Indonesia di ajang dunia. Pasalnya, tim sepak bola Indonesia belum lagi mampu tampi di ajang Olimpiade. Hanya hampir menembus di Montreal 1976 dan Paris 2024.