Semalaman di Rumah Garuda, Episentrum Kontingen Olimpiade Indonesia
Begitu banyak kisah kontingen Indonesia dalam semalam di Rumah Garuda. Rumah itu hanya muncul saat Olimpiade Paris 2024.
Langit mulai menggelap. Tidak seperti di Jakarta, matahari lebih awet di Paris. Pukul 20.00 WIB saja, langit masih cukup terang. Dari kejauhan, terdengar samar-samar lantunan piano diiringi nyanyian ”Mungkinkah” yang dipopulerkan grup band Stinky. ”Di saat kau jauh dariku…,” nyanyi sekumpulan laki-laki yang terdengar begitu rapuh.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Sekitar lima sampai enam orang ikut bernyanyi, salah satunya memainkan piano. Mereka, mayoritas diaspora Indonesia di Paris, berada dekat dapur. Di berbagai sisi lain, ada banyak kelompok kecil orang yang sedang asyik bercengkerama. Mereka seru mengobrol latar iringan lagu-lagu jadul bak sedang nongkrong di kafe.
Pemandangan unik tampak dari dekat pintu antara ruang makan dan teras. Pelatih tim renang Albert C Sutanto dan pelatih tim judo Putu Wiradamungga Adesta sedang berbincang. Mereka sama-sama datang dengan status olimpian. Sebagai atlet dan pelatih, Albert total lima kali ke Olimpiade, sementara Putu dua kali.
Baca juga: Diawali Tim Panahan, Pertempuran Kontingen Indonesia di Olimpiade Paris Dimulai Besok
Alih-alih berbincang soal babibu persiapan ataupun peluang, pembicaraan antara mereka beterbangan ke segala arah. Suasana malam itu, Selasa (23/7/2024) waktu setempat, agaknya terlalu ceria untuk berbicara hal-hal serius. Tiba-tiba, Albert memulai perbincangan soal pengalaman pahit pada masa pandemi Covid-19.
Acara doa bersama kontingen Indonesia di Rumah Garuda, Paris, pada Selasa (23/7/2024). Acara dihadiri atlet Indonesia salah satunya judoka Maryam March Maharani.
Albert pernah gagal berangkat mendampingi atlet di Tokyo 2020 karena positif Covid-19. Celakanya, dia terserang varian delta yang masih baru ketika itu. ”Saya isolasi tiga minggu. Cuma nonton drama Korea, istirahat. Enggak bisa makan. Sempat video call sama Felix (kembarannya), saya dikira pakai narkoba,” katanya, disusul tawa Putu.
Bagaimana tidak, mantan perenang andalan Indonesia era 90-an itu turun berat sampai 12 kilogram. Tubuhnya yang kekar berotot berubah menjadi kurus kering. Desta tidak mau kalah. Dia juga punya cerita lucu sekaligus ngenes saat terserang Covid-19. Berbeda dengan Albert, sang eks judoka justru lapar terus-terusan.
”Dulu pas saya kena, makan sehari bisa enam kali. Pesan pakai aplikasi ojek online terus. Sampai-sampai dimarahin istri ha-ha-ha. Sudah gitu cepat capek juga. Saya cuma nyapu doang sudah ngos-ngosan. Dalam hati, gimana mau tanding kalau nyapu saja capek,” ucap Putu menceritakan masa-masa sebelum pensiun tersebut.
Bergeser ke ruang makan, ada anak didik sekaligus suksesor Putu yang akan tampil di Paris, yaitu Maryam March Maharani. Dia sedang bercanda dengan mahasiswi-mahasiswi setempat asal Indonesia yang sedang menjadi sukarelawan. Mereka mendukung kebutuhan kontingen ”Merah Putih” sepanjang ajang.
Baca juga: Kisah 30 Kali Tes PCR demi Liputan Olimpiade Tokyo
Maryam ngiler melihat berbagai makanan yang disajikan di meja. Ada nasi, ayam goreng, dan tempe, sampai kebab. Katanya, dia belum pernah makan kebab lagi selama di Paris sejak awal Juli. Adapun Maryam bersama Putu tiba lebih awal dibandingkan atlet Indonesia lain. Dia bosan dengan masakan khas Eropa.
Namun, Maryam masih galau antara makan atau tidak. Beratnya masih 54 kilogram. Dia akan tampil di kelas -52 kg pada Minggu nanti. ”Sebenarnya dua kilo sih masih aman untuk sekarang. Tapi takut naik lagi saja. Pengen sih nyobain, tetapi nanti ajalah,” kata judoka putri itu sambil melirik tumpukan dus kebab di meja.
Memasuki pukul 21.00 WIB, giliran pesenam kebanggaan Indonesia Rifda Irfanaluthfi dan pelatihnya, Eva Novalina Butar Butar, yang datang berkunjung. Mereka dari perkampungan atlet, di area Saint-Denis, yang hanya berjarak 10 menit dengan jalan kaki.
Keduanya ingin melakukan fitting baju untuk dipakai di acara upacara pembukaan. Kebetulan, salah satu ruangan di lantai dasar dipakai untuk kegiatan tersebut. Terdapat desainer baju tim Indonesia Didit Hediprasetyo yang sedang bekerja bersama para anggota stafnya. Rifda dan Eva, bergantian menghadap Didit.
Eva, sambil melahap nasi, sempat berbicara tentang persaingan senam dunia yang semakin luas. Negara Eropa Timur yang dulu dominan, kini mulai luntur. Seperti tim Romania yang sekarang dilatih orang Belanda. Dia juga bercerita, sempat bertemu anaknya yang kuliah di Belanda saat pemusatan latihan sebelum ke Paris, kemarin.
Rifda seperti artis. Dia disambut banyak orang. Beberapa diaspora dan mahasiswi bahkan meminta foto bersama. Pesenam pertama Indonesia yang lolos Olimpiade itu menyambut dengan tangan terbuka. Tidak lupa, dia memperlihatkan gawai baru dari panitia penyelenggara Olimpiade yang dihadiahkan untuk semua atlet.
Situasi Rumah Garuda yang terletak sekitar area Saint-Denis, pada Rabu (24/7/2024). Rumah itu disediakan untuk tempat berkumpul para kontingen Indonesia.
Di teras, para pemangku kepentingan turut bercengkerama. Ada Ketua Kontingen Indonesia Anindya Bakrie, Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia Raja Sapta Oktohari, dan Duta Besar Indonesia untuk Perancis Mohamad Oemar. Mereka berkumpul seusai acara doa bersama, membahas tentang persiapan kontingen.
Kisah dari berbagai sisi itu terekam di Rumah Garuda. Rumah seluas kira-kira 300 meter persegi dengan arsitektur khas Eropa itu merupakan markas kontingen Indonesia. Rumah disewa selama sebulan lebih untuk menjadi tempat koordinasi, berkumpul, hingga membantu penanganan cedera atlet.
Rumah terdiri dari tiga lantai. Di lantai dua dan tiga, tamu yang belum menyewa hotel bisa menginap, seperti yang dijalani para wartawan. Rumah itu membuat para warga Indonesia seperti berada di Tanah Air untuk sesaat. Mereka semua lupa sedang di Paris. Dari Rumah Garuda pun, asa Indonesia untuk terbang tinggi bermekaran.