Langkah Lari Zohri Dibayangi ”Riuh” Stadion Madya
Panggung hiburan hingga latihan sepak bola di Stadion Madya ganggu persiapan Zohri ke Olimpiade. Atletik ”terusir” lagi?
Waktu menunjukkan pukul 07.30 ketika Lalu Muhammad Zohri melangkah meninggalkan lintasan atletik Stadion Madya di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta. Zohri baru merampungkan pemanasan dengan latar belakang para pemain Malut United yang sedang latihan. Klub yang promosi ke Liga 1 2024-2025 ini berlatih di lapangan rumput stadion tersebut.
Saat berjalan menuju area lintasan 6 line yang berada di balik tribune barat, Zohri disambut kerangka panggung hiburan yang tegak berdiri. Sejumlah petugas membenahi beberapa bagian kerangka, menimbulkan suara bising. Sementara itu, puluhan pekerja lainnya tertidur pulas di lorong tribune.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Begitulah pemandangan tempat latihan Zohri dan beberapa rekannya di pemusatan latihan nasional atletik pada Rabu (10/7/2024) pagi. Beruntung, kata Zohri, hari itu menu latihan mereka ialah penguatan otot. Alhasil, mereka berlatih di sasana yang berada di bagian belakang tribune barat. Mereka hanya menggunakan trek untuk pemanasan dan pilometrik, lalu menggunakan lapangan rumput untuk lari-lari kecil sebagai pendinginan.
Baca juga: Zohri Masih ”Berlari” Menuju Olimpiade Paris
”Kemarin pas latihan di trek, ada pelari-pelari umum. Sempat juga ada latihan tim sepak bola U-19. Setelah itu, ada Malut United dan timnas putri. Jadi, masih ada kendala sedikit dalam persiapan (menuju Olimpiade Paris 2024),” ucap Zohri.
Pada 25 Juni 2024, Komite Olimpiade Indonesia memastikan Zohri lolos ke Paris untuk nomor 100 meter putra melalui alokasi Universality Place. Berdasarkan informasi di laman resmi Olimpiade, jalur ini dikembangkan oleh Komite Olimpiade Internasional untuk membantu memastikan partisipasi para atlet Olimpiade dari negara-negara yang tidak lolos melalui jalur kualifikasi normal.
Zohri sempat menjalani sejumlah pelatihan dan uji coba di Amerika Serikat selama 45 hari. Sprinter asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, ini juga tampil dalam perlombaan kualifikasi di Jepang dan Taiwan. Namun, dia tidak memenuhi syarat limit untuk lolos ke Paris, yaitu finis dalam waktu 10,00 detik.
Setelah serangkaian pelatihan, uji coba, dan perlombaan, Zohri kembali ke Indonesia untuk menorehkan emas pada 100 meter putra ASEAN University Games 2024 di Surabaya, Jawa Timur. Dia kemudian berlatih di Jakarta untuk persiapan Olimpiade.
Baca juga: Masih Panjang, Jalan Zohri Menuju Manusia 10 Detik
Zohri mengatakan, arena latihan yang juga digunakan untuk beragam kegiatan lain membuatnya tidak bisa sepenuhnya fokus mempersiapkan diri. Apalagi jika menu latihan ialah berlari di trek, bukan latihan beban yang bisa dilangsungkan di sasana.
Kepada Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia untuk Olimpiade 2024 Paris Anindya Novyan Bakrie, Zohri telah mengutarakan kendala yang dialaminya tersebut. Anindya pun berkata akan berusaha membantu Zohri mengatasi kendala tersebut. Namun, Zohri belum mengetahui tindak lanjut dari perkataan tersebut.
”Kalau tempat lain, kami maunya bisa latihan di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Cuma tidak tahu apakah tidak bisa atau bagaimana,” ucap Zohri.
Hal serupa disampaikan pelatih sprinter Indonesia, Eni Nuraini. Jika Stadion Madya juga menjadi tempat banyak kegiatan selain atletik, Eni berharap para sprinter bisa latihan paling tidak di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Mereka tidak bisa menggunakan stadion atau beralih ke tempat lain, seperti kampus-kampus olahraga yang lebih ramai karena terbuka untuk umum.
”Beginilah kondisi kami, dapat lapangan masih belum bisa khusus untuk atletik, terganggu bola dan konser. Mudah-mudahan pemerintah bisa memperhatikan lagi kalau memang kami diharuskan memberikan yang terbaik,” ucap Eni.
Bukan yang pertama
Sebenarnya bukan kali pertama latihan atletik dibayangi kegiatan lain di Stadion Madya. Pada Agustus 2019 menjelang SEA Games Vietnam, pelatnas atletik bahkan sempat ”terusir” dari Stadion Madya menyusul pertandingan sepak bola antara Persija Jakarta dan Kalteng Putra dalam lanjutan Liga 1.
Terkait dengan hal tersebut, Pusat Pengelolaan Kompleks (PPK) GBK meminta atlet-atlet pelatnas atletik pindah latihan dari Stadion Madya ke Stadion Utama. Padahal, Sekretaris Umum Pengurus Besar Persatuan Ateltik Seluruh Indonesia Tigor M Tanjung mengatakan, sebelumnya, para atlet kehilangan waktu latihan hampir 30 hari dari awal 2019 hingga Juli lalu karena urusan pindah tempat latihan dan kegiatan lainnya.
Baca juga: Atletik Kembali ”Terusir” dari Stadion Madya
Saat itu, Tigor bahkan mengajak semua pihak kembali mengingat sejarah. Dahulu, tutur Tigor, Kompleks Stadion GBK dibangun bukan sekadar untuk menggelar Asian Games 1962, melainkan juga agar menjadi pusat pembinaan dan latihan olahraga nasional.
Indonesia tidak memilik stadion khusus atletik hingga 1985. Seusai Asian Games 1962, Stadion Madya justru tidak digunakan untuk kegiatan atletik semata, tetapi juga untuk banyak kegiatan lain, seperti balap anjing. Fasilitas yang ada pun sudah usang dan tidak lagi bisa untuk menggelar perlombaan atletik taraf internasional.
Namun, pada 1983, Ketua Umum PB PASI Bob Hasan mengajukan diri agar Indonesia menjadi tuan rumah Kejuaraan Atletik Asia 1985 pada 25-29 September. Ketika Indonesia terpilih sebagai tuan rumah, Bob Hasan mengajukan renovasi dan pengelolaan Stadion Madya. Setelah usulan itu dipenuhi pemerintah, Bob Hasan menjadikan Stadion Madya sebagai arena khusus atletik lengkap dengan lintasan lari sintetis dan lapangan standar internasional khusus atletik (Kompas, 18/8/2019).
Konser dan timnas
Sejak direnovasi pada 2017 untuk Asian Games Jakarta-Palembang 2018, Stadion Madya kembali menjadi arena multifungsi. Tak hanya tempat berlatih para atlet atletik, stadion ini juga menjadi tempat gelaran konser, mulai dari grup legendaris Westlife hingga girl band Blackpink, serta pertandingan-pertandingan sepak bola.
Pada 25 Mei lalu, misalnya, Stadion Madya menjadi tempat pelaksanaan konser band rock asal Amerika Serikat, Avenged Sevenfold. Tiga hari berselang, stadion ini menggelar pertandingan sepak bola antara timnas putri Indonesia dan Singapura.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir sempat mengutarakan keinginannya untuk menjadikan Stadion Madya sebagai homebase timnas putri. Dia pun mengatakan tengah melobi Ketua Umum PB PASI Luhut Pandjaitan untuk membicarakan kemungkinan pemindahan atletik.
”Stadion Madya itu, kan, memang diprioritaskan untuk atletik. Ini juga kita sedang melobi, saya coba akan bicara dengan Pak Luhut, ketua atletik, mungkin tidak kita bisa kerja sama, entah membuat lokasi baru atau di mana yang memang proper untuk atletik,” kata Erick Thohir di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
”Yang Madya itu kita bisa pakai untuk pertandingan-pertandingan tim nasional putri dan yunior. Kan, tidak harus di Stadion Utama GBK terus, Pak Dirut (GBK) juga kasihan. Jadi, tim seniornya di sini (Stadion Utama GBK), tetapi yunior dan putrinya bisa di Stadion Madya. Nah, ini nanti akan saya bicarakan dengan Pak Luhut, dan saya yakin Pak Luhut dukung karena memang Pak Luhut juga suka sepak bola,” ucapnya.
Pangalengan
PB PASI sendiri bersama Kementerian PUPR sebenarnya tengah membangun fasilitas atletik di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Luhut mengatakan, pihaknya membangun trek dengan standar internasional, lengkap dengan asrama dan tempat makan.
”Diharapkan Juli selesai. (Atlet) lari 100 meter, 10.000 meter, maraton akan di sana. Pertama kali dalam sejarah republik, punya ini (stadion atletik). Keterlaluan sebenarnya kita ini, pengin prestasi, tapi tidak dukung sarana. Dengan sarana ini, pelatih yang ada, dan sistem pertandingan bagus, mestinya kita dapatkan atlet berkualitas,” ucap Luhut selepas uji kecepatan berlari Zohri di Stadion Madya, Sabtu (9/3/2024).
Sejak Februari, Stadion Atletik Pangalengan telah menjadi tempat pelatnas atletik 2024 bagi pelari jarak jauh dan menengah. Stadion itu berada di ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut. Latihan di daerah dataran tinggi diharapkan bisa menambah performa pelari jarak jauh dan menengah.
Adapun menurut Zohri, bagi pelari sprinter sepertinya, latihan di Pangalengan akan meningkatkan performa jika dilakukan jauh-jauh hari sebelum kompetisi. Paling tidak, kata Zohri, berlatih di daerah tinggi akan bagus dilakukan 7-10 bulan sebelum perlombaan. Jika mendekati perlombaan, sprinter memilih ”turun gunung” untuk latihan di tempat yang lebih banyak oksigen.
Semakin tinggi suatu tempat, semakin tipis udara yang ada di tempat tersebut. Udara yang lebih tipis berarti hambatan udara yang lebih sedikit sehingga sprinter, atlet lompat, atau sepeda akan tampil lebih baik di tempat yang berada di ketinggian. Namun, udara yang lebih tipis juga berarti lebih sedikit oksigen sehingga kecepatan latihan ketahanan menjadi lebih lambat di ketinggian.
Pengaruh ketinggian terhadap performa latihan para atlet dibahas dalam beragam penelitian. Salah satunya penelitian pelatih profesional dari California, Arnie Baker, bersama Profesor Desain Penelitian dan Statistik, Sekolah Tinggi Ilmu Olah Raga dan Latihan, Universitas Victoria, Melbourne, Australia, Will Hopkins pada 1998.
Dalam penelitian berjudul ”Altitude Training for Sea-Level Competition”, Baker dan Hopkins menemukan, tinggal dan berlatih di ketinggian kurang efektif dibandingkan tinggal di ketinggian dan berlatih di dekat permukaan laut. Sebab, kekurangan oksigen di ketinggian mengakibatkan penurunan latihan melalui pengurangan intensitas latihan. Hilangnya aklimatisasi panas akibat latihan pada suhu yang lebih dingin di ketinggian juga dapat mengurangi manfaat paparan ketinggian.