Olympiastadion, Laga Pamungkas ”Raja Eropa” di Rumah ”Nyonya Tua”
Olympiastadion Berlin menjadi arena final Piala Eropa 2024, menghadirkan sejarah Jerman kemajemukan sepak bola di Eropa.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
Olympiastadion di kota Berlin, Jerman, bakal menjadi arena pertarungan final Piala Eropa 2024 yang dihelat Senin (15/7/2024) dini hari WIB. Stadion berusia 88 tahun itu telah merentangkan sejarah panjang. Pernah dijadikan bagian dari propaganda rasis hingga kini nyaman dan ramah untuk semua kalangan.
Dibuat tahun 1936, stadion ini dibangun saat Adolf Hitler berkuasa di Jerman. Tujuannya, menyemarakkan penyelenggaraan Olimpiade pada tahun itu. Laman Olympiastadion.berlin mencatat setidaknya 2.600 pekerja membangun stadion yang awalnya adalah arena pacuan kuda.
Baca Berita Piala Eropa 2024
Ikuti informasi terkini seputar Piala Eropa 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, klasemen, rekap pertandingan, dan lainnya.
Tahun itu memang menjadi awal Hitler menunjukkan supremasinya. Ia melakukan berbagai propaganda rasis ke berbagai media, mulai dari koran hingga televisi, bahkan coretan di dinding, hingga yang terbesar adalah Olimpiade. Ada 49 negara yang jadi pesertanya.
Akan tetapi, tidak pernah ada mimpi yang sempurna. Meski Jerman memenangi perolehan semua medali untuk menunjukkan dominasi ras Arya, ada satu cabang di mana Jerman tak mampu menguasainya, yaitu atletik.
Atlet asal Amerika Serikat, James ”Jesse” Cleveland Owens, menyabet empat medali emas di semua nomor atletik. Jesse yang merupakan warga kulit hitam naik ke podium empat kali. Dan, sebanyak itu juga Hitler menolak mengalungkan medali.
Olympiastadion tidak lama ditunggangi Hitler. Stadion yang dirancang arsitek Werner March itu sempat hancur lebur saat bom Uni Soviet membombardir Berlin di fase akhir Perang Dunia II tahun 1944. Berlin porak poranda, hegemoni Hitler runtuh.
Stadion itu dibangun kembali pada 1946-1956 dan dipakai lagi tahun 1972 untuk Olimpiade musim panas. Di era Perang Dingin, saat Jerman masih dipisahkan Tembok Berlin, Jerman Barat ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Eropa 1988.
Saat itu, Jerman Barat takluk di ”kaki” Belanda dengan skor 1-2 di semifinal. Marco van Basten dan rekan-rekan keluar menjadi juara setelah menang 2-0 atas Uni Soviet di final.
Tembok Berlin runtuh, 36 tahun kemudian Jerman untuk pertama kalinya sejak reunifikasi Jerman Barat dan Timur kembali menjadi tuan rumah Piala Eropa tahun ini. Sayangnya, timnas Jerman kali ini kandas di perempat final setelah dikalahkan Spanyol, 1-2.
Canggih
Hingga sekarang, Olympiastadion sudah direnovasi tiga kali. Setiap sisi stadion yang pernah digunakan dalam ajang Piala Dunia 2006 ini kini semakin canggih dengan kemajuan teknologi. Semua orang Jerman mengenalnya dengan markas si ”Nyonya Tua”, julukan klub sepak bola Hertha Berlin. Stadion ini bisa menampung hingga 74.000 orang.
Dari tempat kampanye keangkuhan di era sebelum Perang Dunia, kini ada banyak fasilitas yang mendukung penonton benar-benar nyaman menyaksikan pertandingan, bahkan bagi disabilitas. Mereka menyiapkan audio deskriptif untuk tunanetra atau rabun di semua pertandingan, ada kursi roda otomatis, dan lebih dari 25 sukarelawan yang mendampingi para penyandang disabilitas.
Tak hanya itu, panitia juga menyiapkan tas sensorik bagi penonton dengan kebutuhan sensorik atau disabilitas nonvisual. Tas ini dilengkapi headphone peredam bising, alat fidget, dan kartu isyarat verbal.
Untuk kuliner, karena tidak boleh membawa makanan dan minuman dari luar, semua penonton akan bisa menyantap dan membeli kuliner di dalam stadion. Ada lapak-lapak di sekitar stadion yang menjual camilan dan ada dua restoran yang bahkan menyediakan makanan untuk vegetarian.
Selain itu, dekorasi yang mengagumkan disulap di Olympiastadion yang bakal jadi laga final. Hebatnya, tidak ada pesta kembang api di angkasa di atas stadion saat acara pembukaan ataupun laga final nanti.
Semua diganti dengan pesta cahaya, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Kembang api yang ada di lapangan pun terbuat dari bahan yang ramah lingkungan, bukan bubuk mesiu.
Saya selalu ingin lihat ke belakang pada tahun 2006, berapa banyak orang yang berkumpul untuk pemutaran video pertandingan di depan umum dan merayakannya bersama, tanpa memandang dari mana mereka berasal, apa warna kulit mereka, atau agama apa yang mereka anut.
Peneliti ifo Institute (lembaga peneliti ekonomi di Jerman), Gerome Wolf, menjelaskan, Piala Eropa 2024 memang bagai sajian wisata pencinta olahraga dan wisatawan yang datang ke Jerman. Ia memperkirakan peningkatan ekonomi sebesar 1 miliar euro atau sekitar Rp 17,6 triliun berkat turis yang datang.
”Meski efeknya hanya sesaat, itu jumlah yang besar untuk ajang internasional,” kata Wolf. Ia menambahkan, sektor perhotelan dan ritel makanan menjadi yang paling terdampak selama Piala Eropa berlangsung. Bahkan, bakal ada 1,5 juta tambahan penginapan untuk mampu menampung setidaknya 600.000 turis yang datang.
Pesta sepak bola di Benua Biru ini dinikmati banyak manusia dari berbagai negara, bukan hanya Benua Eropa. Mereka datang menyaksikan idola mereka bermain. Di sana semuanya menyatu dalam kemajemukan sepak bola.
Direktur Turnamen Piala Eropa 2024 Philipp Lahm, yang juga legenda hidup timnas Jerman, mengatakan, meski sudah pupus harapan melihat Jerman mengangkat Piala Eropa di rumah sendiri, atmosfer yang hebat dan nyaman dari stadion bisa menutup kesedihannya.
Lahm mengatakan, dalam gelar Piala Eropa kali ini banyak orang berkumpul dan bersorak bersama, serta merayakan sepak bola dan pertandingan-pertandingan hebat. Tidak kalah penting juga, kata Lahm, adalah hubungan pribadi dengan orang lain, seperti para sukarelawan dan orang-orang yang datang ke Jerman.
”Saya selalu ingin lihat ke belakang pada tahun 2006, berapa banyak orang yang berkumpul untuk pemutaran video pertandingan di depan umum dan merayakannya bersama, tanpa memandang dari mana mereka berasal, apa warna kulit mereka, atau agama apa yang mereka anut,” kata Lahm.
Olympiastadion dan sembilan stadion arena Piala Eropa 2024 di Jerman membuktikan itu. Olympiastadion yang jadi saksi jejak ”hitam” Jerman kini jadi saksi perayaan kemajemukan.
Hal itu akan terlihat sekali lagi di laga final nanti. Ada empat negara yang berebut tempat terbaik di rumah si Nyonya Tua, yakni Perancis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Spanyol sudah memastikan satu tempat setelah menyingkirkan Perancis, 2-1, pada laga semifinal, Rabu (10/7/2024) dini hari WIB.
Siapa juaranya? Olympiastadion akan mengantarkan kita semua menyambut hadirnya ”Raja Eropa” baru setidaknya untuk empat tahun ke depan.