Rivalitas Kuartet ”Goliath” Menuju Juara, Asa Duo ”David” Menuliskan Keajaiban
Tim eks juara Piala Eropa akan saling jegal demi satu tiket final. Dua tim kuda hitam mengintip asa menulis sejarah.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Delapan tim terbaik telah memastikan tempat di babak perempat final Piala Eropa 2024. Dua kutub persaingan akan tersaji. Pada satu bagan akan mempertemukan duel empat ”Goliath” demi merebut satu tiket ke Berlin, lokasi partai puncak. Kemudian, bagan fase gugur lainnya hadirkan harapan adanya keajaiban dari duo ”David” yang belum pernah menembus laga final Piala Eropa.
Babak delapan besar akan dimulai dengan sajian dua laga super akbar, Jumat (5/7/2024) waktu setempat. Spanyol dan Jerman akan saling beradu di MHPArena, Stuttgart. Selanjutnya, Portugal akan menghadapi tetangga mereka, Perancis, di Volksparkstadion, Hamburg.
Baca Berita Piala Eropa 2024
Ikuti informasi terkini seputar Piala Eropa 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, klasemen, rekap pertandingan, dan lainnya.
Tidak hanya bakal mempertemukan bintang-bintang sepak bola dunia di empat tim itu, pertemuan empat tim itu juga membawa jejak rivalitas penuh sejarah. Tim pemenang dari duel tim-tim yang telah berpengalaman menjadi juara Piala Eropa itu berpeluang mengulang kejayaan mereka di Berlin.
Dalam sejarah pertemuan di turnamen mayor, Spanyol dan Jerman sudah dua kali saling jegal pada tiga laga fase gugur. Itu tercipta pada final Piala Eropa 2008 dan semifinal Piala Dunia 2010. Pada dua pertemuan itu, Spanyol membuktikan bisa tampil lebih baik dari Jerman dengan keunggulan tipis 1-0. Gol penyerang Fernando Torres membantu Spanyol menjadi juara dengan menaklukkan Jerman.
Kemudian, sundulan bek Carles Puyol memuluskan langkah Spanyol ke final Piala Dunia perdana. Selanjutnya, ”La Roja” merengkuh trofi Piala Dunia pertama di Afrika Selatan 2010.
Dua hasil itu membuat skuad Spanyol ingin mempertahankan rekor positif atas Jerman. Apalagi jika bisa menembus semifinal, jalan mereka akan semakin dekat untuk menjadi tim pertama yang meraih empat gelar Piala Eropa. Hingga kini, Spanyol dan Jerman adalah tim yang sama-sama sudah tiga kali mengangkat trofi lambang supremasi sepak bola Eropa itu.
Pelatih Spanyol Luis De la Fuente percaya diri dengan kans timnya untuk menumbangkan Jerman. Menurut dia, kedua tim memiliki kualitas pemain setara dan gaya permainan yang nyaris serupa.
”Jerman akan menghadapi tim sama dengan mereka, sangat berkomitmen, sangat terorganisasi, sulit diatasi, dan lapar dengan banyak ambisi. Detail kecil akan menentukan pada laga nanti,” ucap De la Fuente dilansir Marca.
Di sisi lain, Jerman menganggap kesempatan main di depan pendukung sendiri sebagai momen tepat mengakhiri catatan negatif kontra Spanyol di fase gugur turnamen mayor. Serupa dengan Spanyol, kemenangan juga akan meningkatkan kans Jerman untuk menjadi tim keempat yang kampiun Eropa di kandang sendiri.
Jens Lehmann, eks kiper Jerman, menilai, Jamal Musiala dan kawan-kawan memiliki peluang untuk akhiri catatan buruk atas Spanyol.
”Spanyol sangat dipuji dan dianggap tim terbaik di turnamen, tetapi mereka memiliki kedalaman skuad yang minim dan kurang berpengalaman karena bergantung kepada pemain muda. Di turnamen mayor, tim serupa dengan Spanyol itu sering gagal memenuhi ekspektasi (juara) mereka,” kata Lehmann kepada Die Welt, koran Jerman.
Besarnya kans juara pemenang duel antara Spanyol dan Jerman menjadi dasar bagi Opta untuk menyebut keduanya memiliki probabilitas juara terbesar memasuki babak perempat final. Meskipun Jerman dianggap memiliki peluang lolos ke semifinal lebih kecil, yaitu 48,77 persen berbanding 51,23 persen, kans juara ”Die Mannschaft” dinilai lebih besar 19,68 persen. Adapun Opta menilai peluang juara Spanyol di angka 18,6 persen.
Penentu jalan menuju juara juga akan dialami Perancis dan Portugal. Mereka sudah tiga kali berduel di fase gugur Piala Eropa yang tercipta pada 1984, 2000, dan 2016. ”Les Bleus” meraih dua gelar juara pada Perancis 1984 dan Belgia-Belanda 2000 setelah menyingkirkan Portugal melalui pertarungan menembus masa tambahan waktu pada semifinal.
Sebaliknya, Portugal juga telah membalaskan dendam dua kekalahan itu di final Perancis 2016. Lewat gol tunggal penyerang pengganti, Eder, juga di masa tambahan waktu, Portugal merengkuh gelar turnamen mayor perdana dalam sejarah. Lebih indah lagi, tinta emas itu tertulis di Paris.
Melihat rekor dari tiga pertemuan terdahulu, kedua tim harus bersiap menjalani malam yang panjang di Hamburg. Sulit membayangkan pemenang dari pertemuan duo tim asal Eropa Barat itu ditentukan hanya dalam waktu 90 menit. Alhasil, pemenang duel dua raksasa itu adalah tim yang lebih tangguh secara fisik dan mental.
”Kami menunjukkan antusiasme besar untuk terus melaju, untuk bersenang-senang, dan memberikan kebahagiaan kepada suporter. Itu adalah bagian dari kehidupan kami,” ucap Cristiano Ronaldo, kapten Portugal, mengenai persiapan timnya menghadapi Perancis.
Lanjutkan kejutan
Di satu bagan fase gugur lain, Swiss menantang Inggris di Arena Merkuer Spiel, Duesseldorf, dan Turki menghadapi Belanda di Stadion Olimpiade, Berlin. Kedua laga itu berlangsung pada Sabtu (6/7/2024) waktu setempat.
Swiss dan Turki memiliki kesempatan emas untuk menembus final pertama Piala Eropa. Performa terbaik Swiss tercipta pada Piala Eropa 2020 ketika menembus perempat final. Langkah mereka ke semifinal terhenti akibat kalah adu penalti dari Spanyol, tiga tahun lalu.
Berbeda dengan edisi 2020, Swiss jumpa dengan Inggris yang masih main angin-anginan dan membosankan hingga babak 16 besar. Peluang Swiss untuk menang amat terbuka. Berbeda dengan Inggris, tim berjuluk ”Nati” telah menampilkan harmoni skuad yang jauh lebih baik daripada Inggris.
Jangan lupakan pula kepemimpinan Granit Xhaka yang telah mengenal baik permainan Inggris. Selama tujuh musim, Xhaka berseragam Arsenal sebelum pindah ke Bundesliga bersama Bayer Leverkusen.
”Saya memiliki firasat bahwa perjalanan kami (di Piala Eropa 2024) belum akan berakhir,” ujar Xhaka terkait kans timnya kontra Inggris, seperti dikutip ESPN.
Sementara itu, Turki telah menjelma sebagai tim kuda hitam yang disegani di Jerman 2024. Bersama juru taktik asal Italia, Vincenzo Montella, Turki menampilkan permainan atraktif dan menyerang. Hal itu ditunjukkan Turki ketika mengalahkan Austria di perdelapan final.
Meskipun tidak diunggulkan, Turki menyingkirkan juara Grup C itu dengan skor 2-1 selama 90 menit. Itu adalah kemenangan pertama Turki dalam waktu normal di fase gugur turnamen mayor.
Di perempat final, Turki akan menghadapi Belanda yang ditumbangkan Austria pada laga pamungkas penyisihan. Dengan kondisi itu, skuad ”Ay-Yildizlilar” memiliki kepercayaan diri untuk menyamai capaian di edisi 2008 ketika menembus babak semifinal, bahkan berpeluang lolos ke final untuk kali pertama.
Dengan dukungan lebih dari 2 juta diaspora Turki di Jerman, maka Arda Guler dan kawan-kawan memiliki modal dukungan dari suporter yang membuat mereka seakan main di negara sendiri.
”Saya sangat bersemangat bermain di Berlin di hadapan pendukung kami. Belanda, tentu, lawan yang sangat sulit, tetapi percaya kepada kemampuan kami dan amat berambisi pula melaju ke babak selanjutnya,” tutur Guler dilansir laman UEFA.