Pemanggilan Diaspora dan Ironi Sepak Bola Putri Indonesia
Tanpa kesempatan dan pembinaan yang sama, pemanggilan diaspora bisa membuat jalan pesepak bola putri kian terjal.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·3 menit baca
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Minggu (23/6/2024), Ketua Umum PSSI Erick Thohir memperkenalkan Noa Leatomu dan Estella Loupatty. Erick menyebutnya sebagai ”(Bagian) tim baru, timnas Indonesia”. Erick juga menjelaskan dalam takarier, Noa dan Estella berdarah Belanda dan Ambon.
Wacana soal pemanggilan diaspora sudah mencuat sejak Erick Thohir mengumumkan Satoru Mochizuki sebagai pelatih anyar timnas sepak bola putri, Februari 2024. Saat itu, Erick mengatakan, pihaknya terbuka untuk memanggil pemain diaspora bagi timnas putri.
Hal ini tidak mengejutkan jika mengingat Erick berkali-kali mengatakan bahwa untuk mengembangkan sepak bola putri, PSSI akan menggunakan ”resep” yang dipakai pada tim putra. PSSI akan lebih dulu berfokus membangun timnas, baru setelah itu membangun akar rumput. Salah satu caranya ialah dengan mendatangkan pemain-pemain diaspora.
Noa Leatomu, yang berkarier di KRC Genk Ladies Belgia, dan Estella Loupatty, AFC Vrouwen 1 Belanda, menjadi bagian dari 27 pemain yang dipanggil untuk menjalani pemusatan latihan sejak Senin (24/6/2024). Adapun pemain lain yang dipanggil merupakan bagian dari tim yang melakoni tiga laga internasional pada Mei dan Juni, seperti Zahra Muzdalifah, Agnes Hutapea, Reva Octaviani, dan Claudia Scheunemann.
Ada pula wajah-wajah baru yang sebelumnya pernah memperkuat timnas, seperti Sheva Imut, Carla Bio Pattinasarani, dan Viny Silfianus. Selain itu, Mochizuki juga memanggil para pemain yang pernah memperkuat tim U-17 di Piala Asia Putri U-17 bersama Claudia, yakni India Jenna, Kikka Putri, dan Nabila Saputri.
Seluruh pemain yang dipanggil akan diseleksi untuk menjadi bagian dari timnas yang akan menghadapi Hong Kong. Seleksi akan dilaksanakan hingga akhir bulan. Timnas putri diagendakan menjalani laga tandang dengan Hong Kong dalam FIFA Matchday pada 11 dan 14 Juli 2024.
Saya mencoba percaya diri untuk bersaing bahwa saya bisa bersaing. Walaupun mungkin latihan dan fasilitas serta lingkungannya berbeda dengan mereka, semangat dan keberaniannya sama.
”Separuh lebih kami mengganti pemain dari skuad sebelumnya. Kami mencoba memberikan kesempatan untuk pemain lainnya tampil, sampai di mana kelayakan mereka bisa masuk tim ini,” ucap Mochizuki.
Terkait dengan pemain diaspora, Mochizuki menilai, Noa dan Estella memiliki kecepatan. Pelatih asal Jepang ini juga menambahkan, akan ada pemain diaspora lain yang nantinya bergabung untuk seleksi. Pemain tersebut ialah Djenna de Jong (NAC Breda Belanda). Mochizuki pun berharap seluruh pemain segera dan bisa bersaing untuk mendapatkan tempat di timnas putri.
Kehadiran para pemain diaspora ini memang menambah ketat persaingan menembus timnas putri. Mereka memacu pemain lain untuk berusaha lebih keras agar bisa menembus timnas. Agnes Hutapea, misalnya, mengatakan, para pemain diaspora membuatnya harus berlatih lebih rajin untuk membuktikan diri bahwa dia juga layak dipilih masuk timnas.
”Saya mencoba percaya diri untuk bersaing bahwa saya bisa bersaing. Walaupun mungkin latihan dan fasilitas serta lingkungannya berbeda dengan mereka, semangat dan keberaniannya sama,” ujarnya.
Walakin, Agnes tak menampik bahwa sempat ada juga kekhawatiran dalam benaknya dengan kehadiran diaspora tersebut. Terlebih, menurut Agnes, para pemain diaspora didukung dengan latihan dan kompetisi rutin karena tergabung dengan klub dan bermain di liga. Sementara Agnes, pertama dan terakhir kali mencicipi liga pada 2019 alias lima tahun lalu.
Agnes beruntung karena masih tergabung dengan tim pemusatan latihan daerah (pelatda) Jawa Barat yang disiapkan untuk PON 2024 Aceh-Sumut. Dengan begitu, pemain yang pernah memperkuat Persib Bandung Putri ini tetap memiliki wadah untuk latihan. Namun, tidak semua pesepak bola putri tergabung ke dalam tim pelatda.
Tanpa pembinaan dan kompetisi reguler dalam negeri, pemanggilan diaspora untuk timnas sepak bola putri dapat menimbulkan ironi. Sebab, hal tersebut bisa membuat jalan pesepak bola putri kian terjal.
Menjadi pesepak bola putri di Indonesia bukanlah pilihan yang mudah. Apalagi, tidak ada kompetisi reguler untuk sepak bola putri setelah Liga 1 Putri 2019 berakhir. Padahal, kehadiran liga adalah tolok ukur berjalannya pembinaan sepak bola.
Akibatnya, klub-klub putri bubar. Mereka yang memilih jalan sebagai pesepak bola putri harus menemui ketidakpastian karier. Tidak ada juga wadah untuk mengasah keterampilan dan menguji hasil latihan. Dalam kondisi tidak ideal itu, kini mereka harus bersaing dengan para pemain yang berlatih intens dan rutin menjalani kompetisi di luar negeri.
Maka, persaingan untuk menembus timnas ibarat perlombaan lari dengan titik start yang berbeda....