Dortmund boleh saja bersenang-senang pada awal laga, tetapi Madrid yang pada akhirnya tersenyum usai peluit panjang.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, MINGGU — Dengan hujan peluang pada paruh pertama, Borussia Dortmund sempat mengembalikan mimpi yang sempat terkubur di Stadion Wembley dalam final 11 tahun silam. Namun, seperti kisah di partai puncak dalam satu dekade terakhir, Real Madrid selalu bisa pulang dengan trofi Liga Champions.
Stadion Wembley terbagi menjadi dua sisi seusai kemenangan Madrid atas Dortmund 2-0 pada Minggu (2/6/2024) dini hari WIB. Skuad Madrid larut dalam euforia juara, sedangkan skuad Dortmund hanya bisa terdiam meratapi kegagalan. Pemandangan serupa terlihat dari kedua kelompok suporter.
Bagi Dortmund, stadion yang terletak di ibu kota Inggris itu melambangkan ironi. Setelah kalah di stadion yang sama dalam partai final 2012-2013 dari Bayern Muenchen, mereka kembali gagal juara kali ini. Marco Reus dan rekan-rekan patut menyesal karena gagal memanfaatkan hujan peluang pada paruh pertama.
Dortmund sangat efektif dengan strategi serangan balik kilat. Sebelum turun minum, setidaknya ada tiga peluang emas yang dihasilkan. Salah satunya tembakan penyerang Niclas Fuellkrug yang membentur tiang gawang. Saat Dortmund begitu agresif, Madrid gagal menciptakan satu pun tembakan ke gawang.
”Jujur saja, mereka adalah tim yang lebih baik pada paruh pertama. Mereka bisa saja unggul dua atau tiga gol. Tetapi, karakter kami keluar (pada momen penting). Kami bisa datang tiba-tiba dan menghantui Anda,” kata gelandang Madrid, Jude Bellingham, yang baru saja pindah dari Dortmund pada musim panas lalu.
Gol pembuka Madrid seolah jatuh dari langit pada menit ke-74. Berawal dari tendangan sudut gelandang Toni Kroos, bek sayap Dani Carvajal menyambut dengan sundulan. Sebelum gol itu, tim asuhan Pelatih Carlo Ancelotti itu tidak banyak mengancam gawang Dortmund. Keunggulan itu mengubah pertandingan.
Dortmund terlihat panik ingin menyamakan kedudukan. Alhasil, mereka membuat blunder saat berupaya membangun serangan. Penyerang sayap Vinicius Junior menggandakan keunggulan, memanfaatkan umpan dari Bellingham. Madrid mencetak gol kedua itu hanya berselang kurang dari 10 menit setelah unggul.
”DNA” Eropa Madrid kembali terpancar. Kroos dan rekan-rekan seperti sudah mengetahui apa yang harus dilakukan saat momen kritis. Mentalitas juara itu ditunjukkan dalam enam penampilan di final sejak 2014, termasuk kali ini. ”El Real” selalu keluar sebagai juara, siapa pun lawannya.
Mereka bisa saja unggul dua atau tiga gol. Tetapi, karakter kami keluar (pada momen penting). Kami bisa datang tiba-tiba dan menghantui Anda.
Tidak hanya di final, Madrid sudah menunjukkan kekuatan mental itu sepanjang turnamen musim ini. Mereka mencatat perjalanan sempurna dengan juara tanpa satu kekalahan pun, 10 menang dan 3 seri. Menurut Squawka, rekor tidak tersentuh itu baru pertama kali terjadi dalam sejarah kejayaan klub di kompetisi Eropa.
Bek veteran Dortmund, Mats Hummels, berkata, mereka sudah memberikan segalanya, tetapi tradisi juara Madrid berbicara. ”Kami bermain dengan berani, sepenuh hati, memainkan sepak bola berkualitas. Kami hanya gagal mencetak gol. Lalu Madrid menyergap, seperti yang sudah mereka lakukan berkali-kali,” ujarnya.
Madrid pun sukses meraih gelar ke-15 di turnamen paling bergengsi tersebut. Jumlah itu sudah lebih dari dua kali lipat melampaui peraih trofi terbanyak klub lain, yaitu AC Milan (7). Saat bersamaan, Ancelotti sudah meraih lima gelar Liga Champions. Dia meninggalkan pesaing terdekat, seperti Josep Guardiola (3).
Kiper Madrid, Thibaut Courtois, kembali pada waktu paling tepat. Dia bermain di final setelah absen akibat cedera nyaris sepanjang musim. Courtois berperan penting menjaga gawang tetap nirbobol dengan tiga penyelamatan. Salah satunya menggagalkan upaya satu lawan satu dari penyerang sayap Karim Adeyemi.
”Momen penentu dalam laga ini adalah ketika kami tidak kemasukan saat paruh pertama. Kami bermain kurang baik. Lalu, kami bermain lebih baik dan mencetak gol. Kami adalah tim yang lebih baik. Hanya saja, butuh waktu yang sangat lama sampai kami menjadi tim yang lebih baik malam ini,” kata Kroos.
Pergantian era Madrid
Kejayaan di Wembley tersebut sekaligus menjadi laga terakhir untuk Kroos bersama Madrid. Gelandang 34 tahun itu sudah memutuskan pensiun di level klub pada akhir musim ini. Kroos mendapat sambutan meriah dari seisi stadion saat ditarik keluar pada menit ke-86. Dia menyudahi pengabdian 10 musim bersama ”El Real”.
Ketergantungan pada para pemain veteran memang masih sangat terlihat di tim asuhan Ancelotti. Lihat saja gol pembuka yang sukses memecah ketegangan. Gol itu diinspirasi oleh Kroos dan Carvajal. Adapun Carvajal merupakan satu dari dua pemain yang tersisa dari skuad pada final 2014, selain Luka Modric.
Meskipun demikian, dominasi Madrid di panggung Eropa sepertinya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Gol kedua memperlihatkan itu. Gol dihasilkan dari kombinasi Vinicius dan Bellingham, dua pemain yang menjadi wajah Madrid saat ini dan untuk masa depan. Mereka sudah siap mengemban tanggung jawab besar.
Gelandang 21 tahun Eduardo Camavinga juga terlihat siap menggantikan peran Kroos sebagai jenderal lini tengah. Dia tampil solid menjaga kestabilan tim sepanjang 90 menit, termasuk salah satu penampil terbaik di final. Selain itu, Madrid juga akan kedatangan penyerang megabintang Kylian Mbappe pada musim depan.
Ancelotti mencoba untuk menjawab misteri antara Madrid dan Liga Champions. ”Bagaimana Madrid bisa terus juara Liga Champions? Itu adalah karena sejarah dan tradisi klub, ditambah kualitas para pemain, kekeluargaan, dan kerja keras seisi tim sepanjang musim. Saya berterima kasih pada mereka. Tidak ada ego besar, semua rendah hati. Tidak sulit menangani skuad musim ini,” ujarnya.
Rumus tersebut juga yang akan dibawa pada musim-musim berikutnya, bersama Ancelotti ataupun pelatih lain. Madrid sudah mengoleksi enam trofi Liga Champions dalam 10 musim terakhir. Di tangan para generasi baru, El Real tidak perlu khawatir sama sekali. (AP/REUTERS)