Sepak Bola Putri, Antara Membangun Timnas dan Ketiadaan Kompetisi
Di antara antusiasme menjelang laga timnas kontra Singapura, terselip harapan yang berulang diutarakan soal kompetisi.
”Tapi, mohon jangan tinggalkan kami yang senior ini. Karena (dengan tidak ada liga), secara tidak langsung (kami) seperti akan dipensiunkan.”
Suara Risda Yulianti bergetar. Mata mantan pemain Persikabo Kartini, runner up Liga 1 Putri 2019, itu juga sedikit berkaca-kaca. Ia mengutarakan harapannya soal kehadiran kompetisi dalam negeri, sesuatu yang dinantikannya selama nyaris lima tahun.
Harapan Risda itu terekam dalam video berdurasi sekitar dua menit yang diunggah Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI), Senin (27/5/2024). Pemain timnas putri pada 2018-2019 ini mengungkapkannya saat acara Football For All: Support Women’s Football yang diinisiasi APPI dan Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI), Maret lalu, setelah mengetahui bahwa liga tidak akan bergulir tahun ini.
Penantian Risda dan pesepak bola putri terhadap kompetisi dalam negeri ini akan berlanjut, paling tidak hingga dua tahun lagi. Ketua Umum PSSI Erick Thohir saat ditemui di Bali, awal Mei lalu, memastikan liga sepak bola putri baru akan bergulir pada 2026. Selama dua tahun itu, PSSI memilih untuk membangun timnas lebih dahulu.
”Nah, kalau timnas sudah konsisten dalam 2-3 tahun, baru kita gelar liga putri tahun 2026. Liganya pun tidak mungkin seperti liga putra yang ada promosi degradasi. Saya kebayangnya seperti di Amerika atau di Australia. Liga ini ada 6 klub dan bersifat tertutup,” ujar Erick.
Baca juga: Mendung di Langit Sepak Bola Putri
Erick menegaskan hal tersebut ketika ditanya urgensi kompetisi setelah Indonesia menjadi bulan-bulanan tim lain di Piala Asia Putri U-17 2024. Dalam total tiga pertandingan, Indonesia kalah tiga kali, kebobolan 27 gol, dan hanya mencetak satu gol. Dari delapan tim yang berpartisipasi di Piala Asia Putri U-17, hanya Indonesia yang tidak memiliki kompetisi dalam negeri.
Namun, Erick tetap teguh dengan keputusannya untuk fokus lebih dulu pada timnas. Erick akan menerapkan strategi yang sama seperti sektor putra, yaitu membangun timnas baru, setelah itu perbaikan kompetisi dalam negeri.
Saat ditanya dari mana mengambil pemain timnas putri jika tak ada kompetisi dalam negeri? Erick menjawab, ”Ya dari TC (training camp). Kan, sebenarnya sudah ada beberapa hasil scouting kita kemarin. Dari delapan kota ini, ada talent-nya. Indonesia ini 280 juta orang, banyak talenta lahir di daerah-daerah, di desa-desa, nah ini yang kami sedang kumpulkan.”
Padahal, saat mengenalkan pelatih baru timnas putri, Satoru Mochizuki, pada Februari lalu, Erick Thohir mengatakan, ketiadaan kompetisi reguler dari semua tingkatan umur di Indonesia membuat kolam talenta sepak bola putri menjadi terbatas. Namun, PSSI tetap memilih untuk lebih dulu membentuk timnas dengan harapan nantinya bisa mendorong lahirnya kompetisi.
Baca juga: Sepak Bola Putri Bukan Sekadar Menendang Bola
Tak lama setelah mengontrak pelatih baru, timnas memang langsung melakoni beberapa agenda. Satoru Mochizuki lebih dulu mendampingi tim U-17 bertanding di Piala Asia Putri U-17 2024 di Bali, Indonesia. Lalu, timnas senior akan menjalani agenda perdananya tahun ini, yaitu FIFA Matchday melawan Singapura, di Stadion Madya, kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Setelah itu, timnas putri dijadwalkan bertanding dua kali melawan Bahrain pada 8 dan 11 Juni 2024. Untuk menghadapi tiga pertandingan tersebut, Mochizuki telah memilih 20 pemain dari 34 pemain yang dipanggil.
Para pemain yang dipanggil dan dipilih sebagain besar merupakan pemain muda yang berusia di bawah 25 tahun. Bahkan, ada tiga pemain U-17 yang naik kelas untuk memperkuat timnas, salah satunya Claudia Scheunemann.
Menurut Risda, tak masalah jika PSSI terinspirasi strategi yang diterapkan pada timnas putra. Tak masalah jika menurut PSSI dengan memotong generasi dan membangun timnas putra dari usia muda akan menciptakan timnas yang baik. Ia mendukung itikad baik untuk membangun sepak bola putri dari level paling muda.
Baca juga: Imaji Kebangkitan Sepak Bola Putri
”Tapi, jangan hilangkan liganya. Karena, kalau yang putra tidak main di timnas, mereka tetap bisa main di liga. Sementara putri kalau tidak ada liganya, kita mau gimana?” tutur Risda yang beralih ke futsal demi tetap bisa berkompetisi.
Liga futsal putri konsisten digelar sejak 2012 dengan nama Indonesia Women’s Professional Futsal League (WPFL). Sementara itu, liga sepak putri baru digelar pada 2019. Namun, kompetisi itu tidak dilanjutkan tahun setelahnya dengan alasan pandemi. Bahkan, pada 2021, ketika tiga kasta kompetisi sepak bola putra dan kompetisi yunior telah dijalankan, Liga 1 Putri tetap tidak bergulir.
”Padahal, kompetisi yang baik juga akan menciptakan timnas yang baik. Pemain dapet jam terbang, mental teruji, dan anak-anak atau perempuan yang sebelumnya tidak tahu sepak bola jadi bisa liat dan akhirnya tertarik. Itu efek yang paling saya rasakan,” tutur Risda.
Harapan soal kompetisi dalam negeri sebenarnya berkali-kali diutarakan oleh para pesepak bola putri Tanah Air. Namun, berkali-kali pula harapan itu pupus karena tak kunjung ada keseriusan melanjutkan kompetisi.
Baca juga: Langkah Awal Gulirkan Kompetisi Sepak Bola Putri
Kami sudah pernah menunggu lebih lama sebelum akhirnya ada Liga 1 Putri, sekarang kami sudah menunggu lima tahun. Namun, apakah harus menunggu lagi?
Mantan pemain timnas putri, Tia Darti Septiawati, misalnya, tahu betul rasanya harapan pupus berkali-kali. Tia Darti menjadi bagian dari Persib Putri yang meraih gelar juara Liga 1 2019 dan dibubarkan sementara karena tidak ada kelanjutan liga. Tia pun menjadi bagian dari tim penuh bintang, Persis Women, yang juga dibubarkan pada 2023 setelah kompetisi masih belum bergulir lagi.
Tia, yang bekerja di sebuah bank selepas Persib Putri bubar, berani memutuskan berhenti dari pekerjaannya demi bergabung dengan ”Srikandi Sambernyawa” dengan kontrak selama dua tahun hingga 2024. Namun, asa untuk kembali berkompetisi buyar. ”Dan rasanya seperti ’nyesek’ dua kali,” kata Tia.
Seperti Risda, Tia juga mengapresiasi kehadiran Satoru Mochizuki dan rencana traning camp jangka panjang bagi timnas. Menurut Tia, upaya PSSI itu menjadi angin segar bagi sepak bola putri Tanah Air.
Namun, Tia juga menyayangkan penunjukkan Satoru tak diiringi dengan kembali digulirkannya kompetisi reguler. Padahal, kompetisi akan memudahkan pelatih untuk menjaring pemain terbaik bagi timnas. Hasilnya pun, kata Tia, pasti akan berbeda dengan seleksi yang dilakukan sewaktu-waktu.
”Kalau lewat kompetisi, pelatih bisa melihat kemampuan pemain dalam rentang waktu yang panjang. Beda dengan seleksi yang hanya satu waktu. Bisa jadi pemain yang biasanya bermain bagus, saat seleksi sedang tidak fit sehingga tidak bisa menunjukkan penampilan maksimal,” ucap Tia.
Baca juga: Di Kudus, Sepak Bola Putri dari Tiada Menjadi Ada
Menghadapi Singapura, contohnya, Mochizuki mengamini bahwa timnya akan kerepotan. Pasalnya, Singapura diperkuat para pemain yang aktif berkompetisi dalam negeri. Mulai 2017, federasi sepak bola Singapura (FAS) memutuskan membagi liga sepak bola putri dalam dua divisi, yaitu Liga Premier Putri (WPL) dan Liga Nasional Putri (WNL).
”Di sini, kondisinya memang para pemain sedang tidak berkompetisi karena tidak ada liga, mungkin ini jadi hal sulit bagi saya, tetapi saya tetap jalin komunikasi intens kepada para pemain dan tentunya memberikan yang terbaik,” tutur Mohcizuki.
Laga melawan Singapura disambut antusias para pemain yang dipanggil memperkuat Indonesia dan pesepak bola putri secara umum. Antuasiasme itu terbilang wajar mengingat selama lebih dari setahun, timnas putri tak pernah berlatih atau bertanding. Pertandingan ini juga dinanti karena akan menjadi debut Satoru Mochizuki bersama tim senior. Tiket gratis yang tersedia juga diklaim sudah ludes.
Baca juga: Harapan Negeri dari Sepak Bola Putri
Di tengah antuasiasme itu, terselip harapan yang terus-menerus diutarakan. Tidak ada yang bisa dilakukan pesepak bola putri selain kembali menanti kehadiran kompetisi. Menunggu dua tahun sampai yang dijanjikan tiba.
”Kami sudah pernah menunggu lebih lama sebelum akhirnya ada Liga 1 Putri, sekarang kami sudah menunggu lima tahun, jadi jangan ragukan totalitas dan kecintaan kami untuk sepak bola putri. Namun, apakah harus menunggu lagi?” ucap Risda.