Aspek komunikasi masih menjadi catatan Indonesia di Piala Asia Putri U-17. Indonesia bisa belaja dari duo Korea.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·2 menit baca
Bali United Training Center di Gianyar, Bali, mendadak riuh pada Senin (6/5/2024) sore. Keriuhan itu muncul tak lama setelah wasit meniup peluit untuk memulai laga pembuka Piala Asia Putri U-17 antara Korea Selatan dan Korea Utara. Padahal, pertandingan itu nyaris tidak dihadiri penonton selain beberapa tamu undangan dan media.
Tak ada sorakan dari suporter atau pekik semangat dari tribune. Sumber suara justru dari lapangan itu sendiri. Para pemain, baik yang tengah berlaga maupun duduk di bangku cadangan, yang memberikan kesan bising tersebut. Mereka berteriak untuk menyebut nama rekan setim ataupun memberikan dukungan kepada mereka yang bertanding.
Sorakan pun terdengar ketika ada pemain yang berhasil menghalau bola lawan atau menggagalkan upaya lawan untuk menyerang. Pekik serupa muncul saat pemain sukses melewati rival dan menembus pertahanannya. Jangan tanya kalau gol tercipta, sudah pasti Bali United Training Center seketika meriah.
”Bising” itu juga sebenarnya tampak dari permainan duo Korea ini. Mulanya, kedua tim sama-sama bermain superagresif dan intens. Lama-lama, Korea Selatan tidak tahan dengan ritme cepat dan tekanan tinggi dari sang negara tetangga.
Pada akhirnya, dengan kebisingan itu, Korea Utara keluar sebagai pemenang laga. Korea Utara menunjukkan superioritasnya atas Korea Selatan dengan tujuh gol tanpa balas. Tim asuhan Song Sung-gwon ini mencegah ”Taegeuk Girls” membalas kekalahan pada final Piala Asia Putri 2017 ataupun kekalahan pada fase grup edisi 2019.
Harus lebih banyak bicara lagi di atas lapangan, di lapangan harus berisik, jangan diam.
Korea Utara, yang bisa dibilang identik dengan Piala Asia Putri U-17 dengan memenanginya tiga kali, juga membuat Korea Selatan tak bisa keluar dari tekanan. Padahal, Korea Selatan adalah tim terproduktif selama kualifikasi dengan mencetak 51 gol. Won Ju-eun, yang juga menjadi pencetak gol terbanyak di kualifikasi dengan delapan gol, tak mampu membobol gawang Korea Utara.
Kontras
Sementara pertandingan kedua pada hari yang sama antara Indonesia dan Filipina berjalan sebaliknya. Sebelum para penonton datang dan menyuarakan dukungan, lapangan terasa lebih hening dari laga sebelumnya. Ada teriakan dari beberapa pemain, tetapi tidak banyak. Apalagi dari pemain Indonesia yang sepanjang laga tidak banyak bersuara.
Pencetak gol ke gawang Filipina, Claudia Scheunemann, mengamini bahwa para pemain Indonesia tidak banyak berbicara di lapangan. Karena itu, komunikasi antarpemain masih menjadi aspek yang harus ditingkatkan lagi.
”Harus lebih banyak bicara lagi di lapangan, di lapangan harus berisik, jangan diam,” ujar Claudia selepas laga melawan Filipina.
Dalam latihan pada Selasa (7/6/2024), Pelatih Satoru Mochizuki juga menekankan hal yang sama kepada para pemainnya. Ada beberapa hal yang jadi bahan evaluasi Mochizuki, salah satunya komunikasi di dalam dan luar lapangan.
Menurut dia, komunikasi merupakan aspek penting untuk dikuasai para pesepak bola karena mereka bermain secara beregu. Komunikasi yang lancar di antara pemain akan membantu permainan mereka.
”Saat ada serangan, misalnya, pemain belakang harus sigap. Pemain belakang juga harus bicara, minta teman lainnya untuk turut membantu pertahanan. Harus bicara, dengan bicara kita akan meminimalisasi kesalahan,” tutur Mochizuki.
Dalam hal komunikasi ini, tidak ada salahnya para pemain Indonesia belajar dari duo Korea, yang akan menjadi calon lawan selanjutnya.
Saat menghadapi Korea Selatan pada Kamis (9/5/2024) ataupun Korea Utara pada Minggu (13/5/2024), Claudia dan kawan-kawan tidak perlu kaget jika lawan mereka itu bising. Indonesia justru harus menunjukkan bahwa mereka juga bisa memberikan kebisingan yang sama, atau justru lebih berisik.