Pelajaran dari Akhir ”Duel” Rizki Juniansyah dan Rahmat Erwin Abdullah
”Duel” Rizki dan Rahmat mengingatkan, seperti hidup, olahraga sering kali kejam. Kebahagiaan dan kegetiran berkelindan.
Lifter Indonesia, Rizki Juniansyah, duduk sambil menatap layar besar. Di hadapannya terpampang tayangan rekan senegaranya, Rahmat Erwin Abdullah, sedang melakukan percobaan terakhir angkatan clean and jerk seberat 206 kg. Kalau berhasil, Rahmat yang lolos ke Olimpiade Paris 2024. Sebaliknya, jika gagal, tiket itu menjadi milik Rizki.
”Om Rus... Om Rus...” kata Rizki memanggil Rusli, pelatih tim angkat besi Indonesia, saat Rahmat mengangkat barbel ke bahu. Rizki nyaris menitikkan air mata.
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Ketika Rahmat gagal menuntaskan angkatan tersebut, Rizki langsung memeluk Rusli. Rizki tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya karena berarti dialah yang berhak ke Paris.
Secara bergantian, Rizki memeluk orang-orang yang ada di sekitarnya, mulai dari Triyatno, pelatih sekaligus kakak iparnya; Shi Zhiyong, lifter China peraih dua medali emas Olimpiade yang juga rivalnya di kelas 73 kilogram; lalu Lukman, mantan pelatih Eko Yuli yang kini menangani tim angkat besi Thailand.
Bagi Indonesia, Rizki dan Rahmat adalah dua mutiara angkat besi di kelas 73 kg. Keduanya sama-sama masih berusia muda, Rizki baru menginjak 20 tahun dan Rahmat 23 tahun. Keduanya juga menjadi dua lifter terkuat dunia di kelas tersebut. Terbukti dari dominasi mereka di puncak daftar peringkat kualifikasi Olimpiade.
Baca juga: Menangi Pertarungan Dramatis, Rizki Juniansyah Lolos ke Olimpiade Paris 2024
Namun, hanya ada satu tiket kelas 73 kg bagi Indonesia untuk ke Olimpiade Paris 2024. Melihat kemampuan Rizki dan dominasi Rahmat selama ini, mudah untuk mengatakan tak adil karena hanya satu lifter terbaik yang lolos ke Paris. Dan, predikat terbaik itu akhirnya ditentukan lewat dua percobaan angkatan 206 kg.
Begitulah drama tersaji di Piala Dunia Angkat Besi 2024, di Phuket, Thailand, Kamis (4/4/2024) malam. Sebagai kualifikasi terakhir, ajang ini jadi penentuan kelolosan para lifter ke Paris, tidak hanya bagi Rahmat dan Rizki. Wajar jika sebagian besar sepakat untuk mengeluarkan seluruh kemampuan, all out, brutal. Rizki memenangi laga penentu itu.
Setelah memeluk orang-orang, Rizki bersujud di platform tempat pemanasan. Sementara di tempat lain, di dekat pintu keluar area pemanasan, Rahmat terbaring di lantai. Sang ayah, Erwin Abdullah, mencoba menenangkan.
Rizki dan Rahmat sama-sama berada dalam posisi paling rendah, tetapi karena dua alasan berbeda. Dahi Rizki menyentuh lantai sebagai bentuk rasa syukur atas keberhasilannya lolos ke Paris di detik terakhir. Adapun tubuh Rahmat yang berada di lantai seolah menggambarkan keterpukulannya menyadari tiket yang ada dalam genggaman selama 18 bulan kualifikasi kini terlepas dan jadi milik rekannya.
Baca juga: Misteri 30 Detik Rahmat Erwin Abdullah
Juara sejati adalah juara yang mau menerima kekalahan sebagaimana dia menerima kemenangan.
Tak ada yang menduga pada akhirnya Rizki yang lolos ke Paris. Apalagi, Rahmat tak tergoyahkan di puncak daftar peringkat kualifikasi sejak kualifikasi pertama di Kejuaraan Dunia, Bogota, Kolombia, Desember 2022. Lifter asal Makassar, Sulawesi Selatan, ini juga konsisten berprestasi, termasuk memecahkan dua rekor dunia untuk clean and jerk seberat 204 kg di kelas 73 kg dan 209 kg di kelas 81 kg.
Mental baja
Rizki sendiri sebenarnya tak menduga kelolosan tersebut. Lifter asal Serang, Banten, ini bahkan menilai, kelolosannya sebagai hal yang nyaris mustahil. Apalagi, dia harus menambah minimal 11 kg untuk menyalip Rahmat yang memiliki total angkatan terbaik seberat 363 kg.
”Namun, ini adalah buah dari hasil kerja keras saya selama latihan jelang Piala Dunia,” tutur Rizki.
Rizki juga membuktikan diri mampu melawan kemustahilan. Tak cukup hanya dengan menambah total angkatan minimal, Rizki juga unggul 2 kilogram dari total angkatan terbaik Rahmat. Rizki lolos ke Paris dengan total angkatan 365 kg, plus memecahkan rekor dunia atas torehan tersebut.
Baca juga: Rahmat dan Rizki, Dua Kutub Berseberangan Menyalakan Persaingan
Keberhasilan Rizki juga merupakan buah dari mental bajanya. Sejak kembali tampil di kualifikasi pada Kejuaraan Asia, Februari lalu, Rizki mengatakan, tidak sedikit yang meragukannya kembali ke performa terbaik. Apalagi, Rizki absen enam bulan untuk pemulihan selepas operasi usus buntu.
Rizki pun bangkit untuk keluar dari ketertinggalan itu. Setelah empat bulan beristirahat total, Rizki kemudian mulai berlatih sendiri untuk mengembalikan kondisi. Dia latihan bertahap, mulai mencoba lari santai, bersepeda, lalu penguatan tangan dan kaki. Latihan itu dilakukan sembari rutin mengecek kondisi ke dokter.
Kerja keras Rizki berbuah hasil. Rizki membungkam keraguan orang-orang dengan menyelesaikan enam percobaan angkatan di Kejuaraan Asia. Lifter kelahiran 17 Juni 2003 ini juga berhasil mencatatkan 353 kg (snatch 158 kg dan clean and jerk 195 kg) yang merupakan rekor pribadinya.
Rizki juga menang melawan bayang-bayang rasa sakit di bagian perut setelah operasi. Dia tak memungkiri, selepas operasi terdapat trauma akan rasa sakit itu. Pada masa awal latihan, dia bahkan takut usus buntunya kembali pecah kendati dokter terus meyakinkan hal itu tidak akan terjadi.
Baca juga: Tentang Ambisi Rizki Juniansyah dan Angkatan 200 Kg
Mental baja Rizki sebenarnya sudah jauh terlihat dari keberhasilannya merebut medali emas kelas 73 kg di SEA Games Kamboja 2023. Kesuksesan itu bukti kebangkitan Rizki setelah gagal meraih emas pada SEA Games Vietnam 2021 saat turun di kelas 81 kg.
Adegan Rahmat jatuh terkulai setelah gagal mengangkat 206 kg tak jauh berbeda ketika Rizki tak mampu mengangkat 200 kg di Vietnam. Emas yang ada di depan mata sirna. Rizki sampai harus ditenangkan sang ayah, Muhammad Yasin, yang naik ke panggung dan kemudian mengajaknya bangkit.
Ujian resiliensi
Maka, bagi Rahmat, kegagalan lolos Olimpiade tidak bisa semata-mata dilihat sebagai titik kejatuhan. Hal itu merupakan ujian sejauh mana ketahanannya menghadapi situasi sulit dan kemampuannya mengatasi kesulitan tersebut. Bukan hanya nasib yang harus diterima, hasil di Phuket juga bisa dilihat sebagai awal bagi Rahmat untuk bangkit dan menjadi lebih baik.
”Saya sampaikan ke Rahmat, ‘Kita punya keinginan dan Tuhan punya kuasa. Juara sejati adalah juara yang mau menerima kekalahan sebagaimana dia menerima kemenangan. Kalah atau menang akan selalu ada dalam pertandingan.’ Mau tidak mau, suka tidak suka, terima tidak terima, kami harus ikhlas dan tawakal,” tutur Erwin.
Erwin tentu tahu betul bagaimana rasanya ”dikhianati nasib” seperti yang dialami Rahmat. Erwin pernah merasakannya ketika batal tampil di Olimpiade Athena 2004. Erwin, yang sudah berada di Athena untuk berlomba di kelas 69 kg pada 18 Agustus 2004, mengundurkan diri setelah hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan cedera serius di bagian bantalan tulang pinggang kiri. Dia berisiko lumpuh jika tetap memaksakan diri tampil di Olimpiade dan mengangkat beban.
Olimpiade kemudian jadi impian tertunda Erwin sebelum akhirnya diwujudkan Rahmat di 17 tahun kemudian. Rahmat berhasil tampil di Olimpiade Tokyo 2020 dan mempersembahkan medali perunggu.
Baca juga: Rahmat Erwin Abdullah Mewujudkan Mimpi Ayah
Kehadiran Erwin dengan pengalaman gagal tampil di Olimpiade akan menjadi penguat Rahmat yang berada dalam kesedihan tidak lolos ke Paris. Rahmat pun memiliki ibu yang juga mantan lifter nasional dan paham bagaimana kehidupan seorang atlet, yaitu Ami Asun Budiono.
Selama ini, Erwin dan Ami merupakan sumber motivasi sekaligus fondasi emosional bagi Rahmat untuk berusaha dan melampaui batas prestasi. Mereka pula yang akan menjadi pendorong Rahmat untuk bangkit kembali dengan lebih kuat.
Ami pernah berkata, mereka merupakan ”tim kecil” yang kompak dan siap melakukan apa pun agar Rahmat bisa berprestasi setinggi-tingginya. Ini menjadi momentum tim kecil itu kembali menguatkan soliditas mereka.
Dengan usia yang masih muda, masih terbuka kesempatan Rahmat untuk melanjutkan prestasi gemilangnya. Bukan tidak mungkin pula ini menjadi titik balik Rahmat yang akan mengantarnya tampil dan meraih medali tertinggi di Olimpiade edisi selanjutnya.
Baca juga: Dari Dekapan Hangat Keluarga, Prestasi Rahmat Erwin Abdullah Menyala
Di area pemanasan Piala Dunia Angkat Besi 2024, olahraga menunjukkan cerminan nyata kehidupan. Adegan Rizki bersujud syukur dan Rahmat terkulai lemas mengingatkan, kebahagiaan dan kegetiran sering kali berkelindan. Namun, seperti halnya Rizki dan Rahmat yang akhirnya berpelukan, apa yang kemudian bisa dilakukan ialah ”merangkulnya” sebagai bagian dari perlombaan dan kehidupan.