Bagaimana caranya Manchester United akan menembus empat besar dengan salah satu pertahanan terburuk di liga.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
Seusai hasil imbang dari Manchester United, Manajer Brentford Thomas Frank kebingungan. Dia terus mencari jawaban sejak di lapangan sampai duduk di ruang konferensi pers. Bagaimana caranya mereka tidak mampu menang setelah mencatat rekor jumlah tembakan terbanyak dalam sejarah klub di Liga Inggris, 31 kali.
Lagi-lagi, sepak bola dijadikan ”kambing hitam” atas misteri di lapangan. ”Saya pikir tidak ada satu pun dari kita yang bisa menjelaskan mengapa sepak bola terkadang seperti ini. Mengapa ada beberapa tim yang lebih beruntung (seperti MU) di musim ini,” kata Frank seusai laga, Minggu (31/3/2024), seperti dikutip The Athletic.
Realitas berputar sesaat di Stadion Gtech Community. Tidak jelas siapa tim besar ataupun papan bawah. MU seperti memberikan ”karpet merah”, mempersilakan tim tuan rumah ke pertahanan mereka. Brentford mendominasi laga dengan sangat nyaman, sampai mencatat 85 sentuhan di kotak penalti lawan.
Terakhir kali ada tim yang melampaui jumlah sentuhan itu adalah Manchester City (87), Juli 2020. City melawan Norwich yang terdegradasi pada akhir musim. Bayangkan, Brentford yang sedang berlari dari zona degradasi bisa mendominasi MU, tim peringkat ke-6. ”Mereka membuat Brentford tampak seperti Real Madrid,” ujar mantan pemain tim nasional Inggris, Jamie Redknapp.
Mereka adalah salah satu tim terburuk ketika tanpa bola, dalam konteks menyulitkan tim lawan.
Dominasi Brentford juga tecermin dari keunggulan kualitas peluang atau expected goals (xG). Mereka unggul jauh atas MU 2,6-0,5 xG. Bandingkan dengan pertemuan mereka di stadion yang sama musim lalu. Brentford hanya unggul 1,7-0,9 xG, tetapi mampu menang empat gol tanpa balas. Terlihat betapa beruntungnya MU.
Sangat jelas, ada problem kompleks di pertahanan tim asuhan Manajer Erik ten Hag. ”Mereka adalah salah satu tim terburuk ketika tanpa bola, dalam konteks menyulitkan tim lawan. Mereka tidak punya ide bagaimana cara bertahan dengan benar. Tidak tampak kesatuan dan etos kerja,” kata mantan kapten MU Gary Neville.
Penampilan versus Brentford hanyalah fenomena puncak gunung es. Masalah pertahanan tersebut sudah terpampang sepanjang musim ini. Menurut Squawka, MU adalah tim keempat yang menghadapi tembakan terbanyak di liga (498 kali), bahkan lebih banyak dibandingkan tim peringkat ke-19 Burnley (474 kali).
Namun, MU masih diselamatkan faktor ”dewi fortuna” dan kesigapan kiper Andre Onana sejauh ini. Mereka mencatatkan selisih terbaik di liga dalam hal xG tim lawan dengan kemasukan dari permainan terbuka, 35,61 xG - 26 gol. Artinya, ”Setan Merah” bisa menghindari potensi sepuluh gol lebih ke gawang mereka.
Masalah etos kerja para pemain dan strategi Ten Hag
Menurut Ten Hag, mereka didominasi karena kalah dalam hal spirit. Skuad Brentford lebih menginginkan kemenangan dibandingkan para pemainnya. Isu tentang etos kerja itu sangat terlihat ketika bertahan. Marcus Rashford dan rekan-rekan seperti setengah hati menekan pertahanan lawan, saat kehilangan bola.
MU memainkan pertahanan blok tinggi, tetapi gagal mengeksekusi itu. Brentford yang kurang piawai membangun serangan dari bawah justru berkali-kali mampu menembus tekanan MU lewat bantuan ekstra pemain di sisi sayap. Setelah dilewati, penyerang sayap Rashford dan Alejandro Garnacho hanya menonton.
Pemandangan para pemain depan yang tidak agresif membantu pertahanan dan begitu mudah dilewati sudah lazim bagi MU di musim ini. Hal seperti itu tidak akan terlihat di tim besar seperti Arsenal ataupun Manchester City. Mereka bertahan dan menyerang sebagai kesatuan tim.
Etos kerja para penyerang MU selalu menjadi sorotan. Akan tetapi, pertanyaannya, mengapa Ten Hag tidak melakukan sesuatu jika mengetahui masalah itu? Rashford tetap dimainkan sampai menit ke-80. Mereka juga tetap memainkan blok tinggi yang terbukti tidak efektif.
Jika dilihat lebih dalam, Ten Hag agaknya juga menginginkan para pemain sayap tidak bertahan terlalu dalam. Sang manajer berharap Rashford ataupun Garnacho yang memiliki kecepatan tinggi selalu siap ketika transisi serangan balik. Adapun MU merupakan salah satu tim dengan gaya serangan paling langsung dan cepat di liga.
Manajer asal Belanda itu sedikit bertaruh. Dia percaya pada kualitas para pemain di lini belakang. Momentum berbalik seketika saat lawan kehilangan bola. Strategi itu cukup efektif musim lalu dengan kondisi skuad lengkap. Berbeda dengan musim ini, pemain bertahan seperti Lisandro Martinez dan Casemiro lebih banyak cedera.
Pertaruhan bisa dilihat dari hasil pertandingan ”Setan Merah” sepanjang musim ini. Mereka merupakan tim yang mencatatkan hasil imbang paling sedikit, hanya tiga kali. Ten Hag seperti bertaruh pada dua pilihan, antara menang atau kalah. Hal tersebut yang akan kembali berulang sampai akhir musim.
Neville cukup pesimistis strategi dan performa MU kali ini akan berakhir manis. ”Tentang perebutan tiket Liga Champions, (Aston Villa dan Tottenham) pasti akan kehilangan poin. Tetapi jika Anda melihat MU, mereka juga akan kesulitan karena sangat inkonsisten,” ujar Neville kepada Sky Sports.
MU (48 poin), dengan sembilan pekan tersisa, masih berada di bawah peringkat keempat Villa (59 poin) dan peringkat kelima Spurs (56 poin). Mereka tidak bisa lagi kehilangan poin tidak perlu, seperti di kandang Brentford, jika ingin menjaga asa lolos ke Liga Champions musim depan.
MU masih punya harapan. Terutama dengan Martinez dan Casemiro yang mulai kembali bugar. Penentunya adalah dua laga ke depan, saat menghadapi Chelsea dan Liverpool berturut-turut. Jika masih menyediakan ”karpet merah” untuk tim lawan, mereka mungkin harus segera merelakan tidak tampil di Liga Champions. (AP/REUTERS)