Begitu banyak kecocokan Mourinho dan Newcastle, antara manajer penghasil trofi dan tim minim gelar juara.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Ibarat kisah Romeo dan Juliet, begitulah ironi Jose Mourinho dengan musim ketiga. Tidak ada akhir bahagia di dalamnya. Kutukan musim ketiga kembali menghantui Mourinho di AS Roma. Dia dipecat walaupun masih mendapat dukungan penuh para penggemar dan pernah mengakhiri paceklik trofi klub.
Banyak spekulasi alasan pemecatan Mourinho. Dari tren buruk tim yang hanya menang sekali dari lima laga terakhir dan berada di peringkat ke-9 Liga Italia, ketidakberhasilan lolos Liga Champions dalam dua musim dan berpotensi terulang musim ini, hingga investasi besar klub yang tidak sebanding dengan prestasi.
Namun, semua itu masa lalu. Tidak ada yang lebih menarik saat ini ketimbang masa depan manajer eksentrik tersebut. Ke mana pelabuhan selanjutnya Mourinho? Dia sudah malang-melintang di banyak klub besar dalam tiga liga terbesar Eropa, yaitu Inggris, Italia, dan Spanyol. Tujuan berikutnya masih misteri.
Arah angin seolah mengarahkan sang manajer kembali ke Liga Inggris. Kebetulan, Newcastle United sedang dalam krisis. Nasib Manajer Newcastle Eddie Howe di ujung tanduk setelah hanya menang 2 kali dari 10 pertandingan. Selain berada di peringkat ke-10 liga, mereka juga gagal lolos grup Liga Champions musim ini.
Menurut Howe, musim ini jauh lebih sulit karena badai cedera, dan itu fakta. Para pemain mereka terpaksa menepi akibat cedera, dari kiper hingga penyerang. ”Musim ini sulit dari sisi yang berbeda. Kami kekurangan pemain (karena cedera terus berdatangan). Banyak hal seperti menentang kami,” ujarnya.
Beberapa rumah judi di Inggris menempatkan Newcastle di peringkat teratas dalam probabilitas tujuan selanjutnya Mourinho.
Howe boleh saja beralasan. Namun, di kompetisi dengan industri terbesar sedunia seperti Liga Inggris, hasil adalah segalanya. Jika tidak mampu memutar nasib Newcastle dalam waktu dekat, jabatannya akan jadi taruhan. Apalagi, klub dengan pemilik dari Arab Saudi itu dikenal sangat ambisius terhadap prestasi.
Beberapa rumah judi di Inggris menempatkan Newcastle di peringkat teratas dalam probabilitas tujuan selanjutnya Mourinho. Bukan tanpa alasan, Newcastle yang sudah lama tidak juara di kompetisi tertinggi sangat butuh sosok manajer yang paham cara menang. Berbicara soal menang dan juara, Mourinho adalah ahlinya.
Mantan gelandang Manchester United Owen Hargreaves pernah berkata, banyak manajer dengan permainan lebih indah dibandingkan Mourinho, tetapi sulit menandinginya saat berbicara tentang menciptakan tim juara. ”Sepak bola adalah tentang kemenangan dan Mourinho menang,” ujarnya di BT Sport, Mei 2022.
Di Roma, tangan dingin manajer peraih total 26 trofi itu kembali terbukti. Dia mengantar ”Serigala Roma” menjuarai Liga Konferensi Eropa 2021-2022. Trofi itu merupakan yang pertama untuk klub dalam 14 tahun terakhir. Adapun Roma kembali mampu menjuarai kompetisi Eropa setelah penantian sejak 1961.
Apalagi, bagi Mourinho, Liga Inggris sudah seperti rumahnya. Dia sudah pernah melatih Chelsea (2004-2007, 2013-2015), Manchester United (2016-2018), dan Tottenham Hotspur (2019-2021). Manajer berusia 60 tahun itu meraih gelar di setiap kesempatan tersebut, kecuali bersama Spurs.
Mourinho hampir saja menyudahi paceklik trofi Spurs sejak 2008. Namun, dia dipecat dua hari menjelang laga final Piala Liga. ”Hal paling konyol adalah klub dengan ruangan trofi yang kosong memecat saya sebelum final. Rasanya tidak enak,” ujarnya di Obi One Podcast pada medio Desember 2023.
Soal gaya main, di bawah Howe, Newcastle juga bukan tim yang indah untuk dinikmati. Mereka lebih banyak mengandalkan permainan ”keras” dengan duel fisik, kualitas individu, dan sering oportunistis dengan umpan-umpan panjang. Semestinya, gaya pragmatis Mourinho bisa diterima para pendukung, pemain, dan manajemen.
Salah satu keunikan Mourinho adalah selalu punya kedekatan personal dengan penggemar. Di Roma, misalnya. Dia selalu menyempatkan untuk menyapa para pendukung dari mobil di luar stadion. Pada hari kepergiannya, sang manajer juga pamit kepada para fans dalam suasana yang haru.
”Orang berpikir, Anda tidak bisa mencintai semua klub. Tetapi, saya mencintai semua klub (yang pernah saya latih). Sebab perasaan itu dua arah. Mereka juga mencintai saya. Saya sering kali berada di jalan dan sengaja mencari para penggemar, di semua tim saya melakukan itu. Itu tentang memberikan segalanya,” kata Mourinho.
Ikatan manajer dan penggemar seperti itu pasti bermekaran di Newcastle. Seperti diketahui, mereka memiliki salah satu basis pendukung paling loyal di Inggris. Gelandang Newcastle Bruno Guimaraes pernah menyatakan dirinya merasa sudah seperti gubernur di kota tersebut karena sambutan luar biasa dari penggemar.
Alhasil, Newcastle merupakan tim yang sangat pas untuk jadi rumah baru Mourinho. Jika kembali ke Inggris, dia akan bersaing lagi dengan manajer-manajer terbaik dunia, seperti Josep Guardiola dan Juergen Klopp. Gaya eksentrik dan ucapan kontroversial Mourinho juga pasti menambah warna liga. (AP/REUTERS)