Refleksi Indonesia Ada di Final BWF
Semifinal menjadi hasil maksimal pemain bulu tangkis Indonesia dalam turnamen Final BWF World Tour. Sepanjang 2023, kekuatan bulu tangkis Indonesia memang berada di bawah beberapa negara.
HANGZHOU, SABTU — Hasil tanpa gelar juara, bahkan, tanpa wakil pada laga puncak turnamen Final BWF World Tour menjadi gambaran kekuatan bulu tangkis Indonesia di level elite pada 2023. Indonesia berada di bawah China dan Korea Selatan yang menjadi kekuatan utama bulu tangkis dunia saat ini.
Meski sebagian dari enam wakil Indonesia telah berjuang maksimal selama bertanding di Hangzhou, China, mereka masih kesulitan melampaui performa atlet top dunia. Indonesia pun meraih hasil maksimal semifinal melalui dua wakil, yaitu Jonatan Christie dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, dari tunggal dan ganda putra.
Di Hangzhou Olympics Sports Center, Sabtu (16/12/2023), mereka kalah dari wakil tuan rumah. Jonatan kalah dari juara Final BWF 2018, Shi Yu Qi, dengan skor 16-21, 15-21. Sementara Fajar/Rian disingkirkan pasangan muda berperingkat teratas dunia, Liang Wei Keng/Wang Chang, 20-22, 21-12, 16-21.
Baca juga : Drama Tunggal Putra di Final BWF
Dengan demikian, sejak turnamen ini digelar pada 2008 dengan nama Final BWF Super Series, hanya ada enam wakil Indonesia yang lolos ke final. Pada tunggal putra, ada Anthony Sinisuka Ginting yang menembus final pada 2019 dan 2022, serta Tommy Sugiarto pada 2012.
Liliyana Natsir tampil pada final 2008 dalam dua nomor, yaitu ganda campuran bersama Nova Widianto dan Vita Marissa di ganda putri. Di ganda putra, satu-satunya nomor yang menghasilkan gelar juara bagi Indonesia, ada Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang juara pada 2017 dan kalah dari Takuro Hoki/Yugo Kobayashi (Jepang) pada final 2021.
Sementara itu, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan menjadi pemain Indonesia paling sukses di Final BWF. Mereka tiga kali menjadi juara (2013, 2015, dan 2019) dari lima final. Sejak Hendra/Ahsan menjadi juara pada 2019, Indonesia tak pernah mendapat gelar juara dari turnamen di pengujung tahun tersebut.
Dalam final tahun ini yang berlangsung Minggu, Shi akan bertemu Viktor Axelsen (Denmark), dalam ulangan persaingan pada penyisihan Grup A, empat hari sebelumnya. Saat itu, Shi mengalahkan Axelsen 21-19, 21-19.
Kekalahan dari Shi hanya menjadi kejutan di awal bagi Axelsen. Setelah itu, tunggal putra nomor satu dunia ini tak terhadang meski setiap kemenangan tak diraih dengan mudah.
Baca juga : Kalah ”Sudden Death”, Perjalanan Apriyani/Fadia Berakhir
Pada final ganda putra, Liang/Wang menantang pasangan Korea Selatan, Kang Min-hyuk/Seo Seung-jae, yang menghentikan langkah pemain China lainnya, Liu Yu Chen/Ou Xuan Yi. Final tersebut mempertemukan dua pasangan dengan performa yang meningkat pesat pada 2023. Liang/Wang mendapat empat gelar juara, sementara Kang/Seo dengan tiga gelar, salah satunya dari Kejuaraan Dunia.
Gelar juara ganda putri akan diperebutkan dua pasangan terbaik, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan (China) dan Baek Ha-na/Lee So-hee (Korea Selatan). Adapun Tai Tzu Ying (Taiwan) akan bersaing dengan Carolina Marin (Spanyol) pada tunggal putri.
Kehadiran para finalis itu menjadi refleksi kekuatan bulu tangkis dunia sepanjang 2023. China, yang memiliki dua wakil pada semifinal ganda campuran, putri, dan putra, menjadi tim terkuat. Dari turnamen BWF World Tour berlevel Super 300, 500, 750, dan 1000, mereka mengumpulkan 45 gelar juara. Di bawah China, ada Korea Selatan dengan 24 gelar dan Jepang yang mendapat 20 gelar. Adapun Indonesia ”hanya” 13 gelar.
Kesulitan pemain ”Merah Putih” dalam mengimbangi pemain-pemain negara itu terjadi juga di Hangzhou. Pada semifinal tunggal putra, misalnya, Jonatan tak bisa memanfaatkan peluang dengan kondisi Shi yang bertanding dalam durasi lebih panjang dari tiga pertandingan penyisihan grup.
Shi menjalani tiga laga dalam format round robin dengan total tiga jam 32 menit, sedangkan Jonatan selama dua jam 31 menit. Perbedaan hampir satu jam itu setara dengan satu pertandingan.
Baca juga : Hati-hati Jebakan ”Round Robin”
Meski terlihat lebih lelah dibandingkan Jonatan, Shi bisa menang berkat pukulan-pukulan yang akurat. Pukulan dalam posisi bertahan juga menyulitkan Jonatan. Pengembalian smes, bahkan, bisa menghasilkan winner bagi semifinalis Kejuaraan Dunia 2018 itu.
Saya sudah mengantisipasi permainan Shi Yu Qi yang memang matang dengan akurasi-akurasinya. Dia sedikit berbeda dengan Li Shi Feng yang banyak mengandalkan tenaga. Secara garis besar, hasil ini memang kurang baik, tapi ada hal positif yang bisa saya ambil.
”Saya sudah mengantisipasi permainan Shi Yu Qi yang memang matang dengan akurasi-akurasinya. Dia sedikit berbeda dengan Li Shi Feng yang banyak mengandalkan tenaga. Secara garis besar, hasil ini memang kurang baik, tapi ada hal positif yang bisa saya ambil,” komentar Jonatan yang menjuarai tiga turnamen pada 2023.
Bekal 2024
Kekalahan yang dialami Fajar/Rian bertolak belakang dengan hasil yang mereka dapat pada awal tahun. Meski demikian, pasangan peringkat kelima dunia itu setidaknya memperlihatkan perbaikan performa yang bisa menjadi bekal untuk 2024.
”Kami membuka tahun dengan juara di Malaysia Terbuka, tetapi tidak menutup tahun ini dengan gelar juara. Namun, apa pun hasilnya, saya tetap bersyukur karena mengalami perkembangan dalam performa selama di sini. Di semifinal tadi, kami pun mengeluarkan semua kemampuan dengan maksimal,” tutur Fajar.
Apa yang dikatakan Fajar tersebut terlihat dari bahasa tubuh yang memperlihatkan tingginya daya juang mereka. Ini berbeda dengan apa yang mereka perlihatkan dalam tiga bulan terakhir ketika kalah pada babak pertama China Terbuka, babak kedua Hong Kong Terbuka, Asian Games Hangzhou 2022, dan China Masters.
Baca juga : Bersaing hingga Momen Akhir
Seperti dituturkan Rian sebelum tampil di Final BWH, hasil menurun setelah menjuarai Malaysia Terbuka dan All England membuat kepercayaan dia dan Fajar menurun. ”Saya pikir, setelah mendapat hasil baik pada 2022, jalan kami ke Olimpiade Paris 2024 akan lebih mudah, ternyata tidak seperti itu,” kata Rian.
Penurunan performa sejak April, terutama kekalahan beruntun pada babak pertama Malaysia dan Singapura Terbuka, membuat Fajar/Rian kehilangan posisi di puncak peringkat dunia. Rian pun mencoba bangkit dengan menjadikan hasil negatif itu sebagai motivasinya.
”Saya posisikan diri saya di bawah, mulai lagi dari nol dan bekerja lebih keras lagi. Saya berusaha melepaskan beban agar bisa menikmati pertandingan,” tutur Rian.
Momen kebangkitan setelah kalah pada babak pertama All England 2022, dari Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri, dijadikan contoh oleh Rian. Setelah hasil buruk tersebut dan mendapat peringatan dari pelatih ganda putra saat itu, Herry Iman Pierngadi, mereka bangkit, salah satunya dengan menjuarai Swiss Terbuka yang digelar pada pekan berikutnya setelah All England. Total, mereka menjuarai empat turnamen dari delapan final.
Dari sisi teknis saat melawan Liang/Wang pada semifinal di Hangzhou, Fajar bermain dengan baik sebagai pengatur serangan di lapangan depan. Dia juga bergerak cepat memotong pukulan agar lawan tak bisa mengembangkan permainan, sementara Rian beradu tenaga dengan Liang dalam melancarkan smes.
Baca juga : Pertahankan Momentum Kemenangan
Namun, masih ada kekurangan yang mencolok dari Rian meski telah berusaha diperbaiki saat latihan, yaitu servis. Dalam masa persiapan sekitar dua pekan sebelum Final BWF, salah satu fokus yang dilakukan Rian adalah memperbaiki servis yang selama ini menjadi kekurangan.
Pelatih ganda putra Aryono Miranat mengatakan, servis pada permainan ganda adalah pukulan yang sangat krusial karena lawan menunggu dekat net untuk mengembalikannya. Untuk itu, pemain ganda harus bisa melancarkan servis yang sulit dikembalikan lawan. Sementara itu, pengembalian servis harus bisa menekan lawan.
Melawan Liang/Wang, Rian melakukan, setidaknya, lima kesalahan saat servis, baik ketika kok tak melewati net atau tak melewati garis servis lawan. Setelah Rian membuat kesalahan ketiga pada gim kedua, komentator pertandingan untuk BWF, Steen Pedersen, membahas kekurangan tersebut.
”Ardianto harus mencari cara untuk memperbaikinya. Dia berkali-kali memberikan poin kepada lawan dari kesalahan servis. Ini sangat berbahaya jika terjadi pada ajang yang lebih besar seperti Kejuaraan Dunia atau Olimpiade,” katanya.