”Harta Karun” dalam Perenang Belia Adelia Chantika
Jagat renang Indonesia menemukan harta karun baru dalam diri perenang belia Adelia Chantika. Dia berada di jalan tepat untuk menjadi perenang hebat.
JAKARTA, KOMPAS — Sudah tinggi, andal berbagai gaya, sangat cepat di dalam air, masih sangat muda, rajin dan disiplin latihan pula. Semua material calon perenang hebat itu ada di dalam diri bocah 12 tahun, Adelia Chantika Aulia. Dia adalah perenang paling bersinar sepanjang Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka 2023.
Tidak ada hari tanpa pemecahan rekor oleh Chantika di Arena Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta. Termasuk pada hari terakhir lomba disiplin renang Indonesia Terbuka, Jumat (15/12/2023), dia memecahkan rekor nasional kelompok usia 3 (12-13 tahun) nomor 50 meter gaya bebas putri atas namanya sendiri.
Chantika finis hanya dalam 26,94 detik, mempertajam rekor lamanya, 27,19 detik, yang diciptakan di Jakarta pada Agustus lalu. Itu merupakan rekornas KU keempat yang berhasil dipecahkannya sepanjang kejuaraan. Nomor yang lain adalah 100 meter gaya bebas serta 50 meter dan 200 meter gaya punggung.
Baca juga : Nyala Bara Rivalitas di Gaya Punggung
Chantika baru akan berusia 13 tahun pada Januari tahun depan. Dia lebih muda dari mayoritas perenang favorit di KU3. Namun, itu sama sekali tidak terlihat. Dengan tinggi hampir mencapai 1,7 meter, dia lebih menjulang ketimbang para pesaing. Apalagi ketika di kolam, atlet asal Riau itu sangat mendominasi.
Senang, sih. Bangga sama diri sendiri bisa memecahkan (banyak) rekor. (Apalagi) 50 meter bebas itu favorit aku.
Meskipun terlihat lebih dewasa dari postur tubuh dan performa, Chantika hanya seorang bocah polos yang duduk di kelas 2 SMP. Dia begitu canggung ketika diwawancara. ”Senang, sih. Bangga sama diri sendiri bisa memecahkan (banyak) rekor. (Apalagi) 50 meter bebas itu favorit aku,” katanya sambil tersipu.
Terlepas dari bakat besar, hal paling menarik dari Chantika adalah masuk ke klub Millennium Aquatic Jakarta. Klub itu dipimpin pelatih kepala Albert C Sutanto yang juga menukangi tim Indonesia. Millennium sudah menghasilkan banyak perenang andal, salah satunya I Gede Siman Sudartawa.
Chantika bergabung ke Millennium pada Januari 2022. Didukung penuh orangtua, dia pindah dari Riau ke Jakarta untuk mengejar mimpi jadi perenang profesional. ”Di Riaukayak tidak kelihatan progres. Kata orang, Millennium bagus. Setelah di sini, memang beda programnya. Kolam juga sudah standar,” ujarnya.
Prestasi di KU tidak bisa menjadi garansi. Banyak perenang bersinar di usia dini, tetapi menghilang ketika masuk usia matang. Antiklimaks itu sering terjadi karena manajemen pembinaan yang buruk. Atlet muda sering diforsir melebihi standar usianya karena tuntutan berprestasi sehingga pertumbuhan tidak organik.
Baca juga: Titik Terang Pencarian Suksesor Siman
Karena itu, program latihan dan sosok pelatih sangat krusial. Chantika berada di tangan tepat bersama Albert yang berstatus olimpian dan pelatih nasional. Menurut Albert, tugas utama saat ini adalah memelihara bakat anak asuhnya agar bisa tetap berprestasi di KU 2 (14-15 tahun), KU 1 (16-18 tahun), hingga senior.
”Dari awal, orangtuanya menanyakan tentang latihan darat (angkat beban dan lain-lain). Tetapi, saya ingin anak ini bertumbuh dulu, biar tinggi, karena ibunya juga lumayan tinggi. Kami harus memelihara itu (bakatnya) karena sangat langka yang seperti ini, sudah terlihat jago dari kecil. Kami harus hati-hati,” tutur Albert.
Tidak banyak perenang nasional yang sudah mendominasi sejak KU3. Bahkan, perenang legendaris seperti Richard Sam Bera saja baru mulai bersinar di KU1. Salah satu contoh sukses yang bisa berprestasi dari usia dini hingga senior adalah perenang andalan Indonesia di era 1990-an, Wisnu Wardhana.
Albert mengatakan, Chantika semakin spesial karena sikap profesional di latihan. ”Selain postur menunjang, dia juga mengikuti instruksi 100 persen. Sampai hari ini saya melatih, tidak banyak perenang yang seperti itu. Biasa ada yang alasan capek atau lainnya. Menariknya lagi, dia masih punya satu tahun di KU3,” ujarnya.
Baca juga: Eksperimen Periodisasi Pertajam Waktu Perenang
Dukungan penuh
Prestasi cemerlang Chantika tidak lepas dari dukungan penuh orangtua. Selain pindah ke Jakarta, dia juga sudah fokus untuk berlatih renang. Atlet dari SMP Cawang Baru, Jakarta Timur, itu mendapatkan dispensasi untuk sekolah daring. Meskipun tidak bertemu teman-teman sekolah, dia tetap bahagia.
”Enggak pernah ngeluh (latihan) karena senang ngejalanin-nya. Dulu aku sendiri yang mau belajar renang saat masih kelas 2 SD. Awalnya ngikutin saudara, lama-lama malah jadi hobi. Di keluarga tidak ada yang atlet, cuma aku,” ujar Chantika yang mengidolakan perenang juara dunia asal Swedia, Sarah Sjoestroem, itu.
Wisnu, Wakil Ketua Bidang Tim Nasional Pengurus Besar Akuatik Indonesia, mengatakan, peran orangtua bisa menjadi pedang bermata dua. ”Orangtua kadang mau mendorong (secepat mungkin). Padahal, pembinaan, kan, berjenjang. Itu membuat sering kali kita punya bibit bagus, tetapi hilang karena seperti dikarbit,” tuturnya.
Di kelas senior, perenang nasional Joe Aditya Wijaya Kurniawan (22) sukses memecahkan rekornas nomor 100 meter gaya kupu-kupu dengan catatan 52,75 detik. Adapun rekor sebelumnya dimiliki oleh mantan perenang nasional Triady Fauzi Sidiq, 52,77 detik, yang diciptakan di Kuala Lumpur pada 2016.