Panjat Tebing ”Lead” dan ”Boulder” Indonesia Petik Pelajaran Berharga
IFSC Climbing Asian Qualifier 2023 diharapkan menambah jam terbang pemanjat Indonesia dan meningkatkan kemampuan perancang jalur. Pemanjat harus lebih sering ikut kompetisi internasional.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati kejutan tak berlanjut pada perlombaan final, tim panjat tebing nomor kombinasi (lead dan boulder) Indonesia tak pulang dengan tangan hampa dari Kualifikasi Zona Asia atau IFSC Climbing Asian Qualifier 2023. Para pemanjat, perancang jalur, hingga federasi memetik pelajaran berharga dari keikutsertaan dalam ajang kualifikasi kontinental untuk Olimpiade 2024 itu demi kemajuan nomor kombinasi Indonesia.
Dua pemanjat kombinasi Indonesia, Sukma Lintang Cahyani dan Rivandi Ramadhan, harus puas pulang tanpa medali IFSC Climbing Asian Qualifier 2023. Berlomba di Lot 11 Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Lintang menempati peringkat ke delapan dan Rivandi menempati posisi ketujuh dari delapan finalis putra dan putri pada babak pamungkas, Sabtu (11/11/2023).
Baca Berita Olimpiade Paris 2024
Ikuti informasi terkini seputar Olimpiade Paris 2024 dari berbagai sajian berita seperti analisis, video berita, perolehan medali, dan lainnya.
Lintang, yang lebih dahulu melakoni perlombaan untuk kategori putri sejak pagi, meraup nilai total 43,6. Pada nomor boulder, Lintang hanya berhasil meraih nilai pada jalur keempat zona kecil pada percobaan keenam. Pemanjat asal Yogyakarta ini gagal membukukan nilai pada tiga lintasan lainnya. Adapun pada nomor lead, ia terjatuh saat berpindah dari poin (pegangan) ke-32.
”Impian besarku adalah jadi finalis Olimpiade Los Angeles 2028. Di sini, aku ingin menambah jam terbang dan mengambil pelajaran dari pemanjat-pemanjat yang nggak hanya jago di Asia, tetapi juga dunia,” ujar Lintang.
Sejak awal, Lintang memang tak ditarget apapun di IFSC Climbing Asian Qualifier 2023. Lintang dan lima pemanjat Indonesia lainnya diikutsertakan pada ajang yang memperebutkan satu tiket ke Olimpiade Paris 2024 ini hanya untuk menambah pengalaman bertanding. Ia berhasil melampaui target sekaligus memperbaiki peringkat saat berlaga di Asian Games Hangzhou yang finis sebagai penghuni posisi ke-10.
Berbeda dengan Lintang, Raviandi membawa mimpi menjadi juara demi bisa lolos ke Paris. Saat menembus final, Raviandi mengakui kemungkinan untuk bisa mewujudkan mimpi tersebut di Kualifikasi Asia ternyata cukup kecil mengingat lawan-lawannya tangguh. Namun, ia tetap mengemban mimpi itu sambil berusaha menampilkan aksi terbaik di partai puncak.
Pada nomor boulder, Raviandi mengumpulkan nilai 24,6 dari tiga jalur. Hasil itu membuatnya menempati peringkat ketujuh. Pemanjat berusia 20 tahun ini kemudian menumbuhkan asa medali setelah melesat pada nomor lead.
Raviandi mampu menggapai hingga poin ke-25 sebelum terjatuh saat hendak pindah ke poin ke-26. Dengan capaian itu, Raviandi meraih skor 33,1 dan menempati posisi lima. Meski demikian, hasil apik pada nomor lead belum bisa mengantar Raviandi menembus lima besar dalam ranking akhir. Ia pun finis pada peringkat tujuh.
Melecut nomor kombinasi
Menurut Raviandi, torehan para pemanjat kombinasi di IFSC Climbing Asian Qualifier harus menjadi pelecut bagi pembinaan nomor tersebut di nasional. Apalagi, kata Raviandi, banyak pemanjat-pemanjat baru yang bermunculan dan potensial.
Para pemanjat harus diberikan kesempatan, tidak perlu jauh-jauh level dunia, paling tidak mulai dari tingkat junior di level Asia. (Raviandi)
”Para pemanjat harus diberikan kesempatan, tidak perlu jauh-jauh level dunia, paling tidak mulai dari tingkat junior di level Asia. Kita harus mulai coba kejar di sana. Jepang, misalnya, mengejar prestasinya mulai dari level Asia. Juara di level Asia dulu, lalu naik ke level dunia. Nah, menurut saya, kompetisi-kompetisi seperti itu dibutuhkan oleh pemanjat kombinasi, kami sangat butuh pengalaman untuk menambah jam terbang,” tutur Raviandi, yang membela Papua di PON XX Papua 2021.
Ketua Umum Pengurus Pusat Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Yenny Wahid mengatakan, IFSC Climbing Asian Qualifier menjadi salah satu ajang untuk menambah jam terbang tersebut. Apalagi, FPTI juga memberikan kesempatan kepada pemanjat muda, seperti Nafatika Astuti yang baru debut di kompetisi internasional.
Yenny melanjutkan, target tiket Olimpiade pun tidak dibebankan kepada tim kombinasi. Menurut Yenny, untuk saat ini, target tersebut tidaklah realistis. Nomor kombinasi ditargetkan bisa berpartisipasi pada Olimpiade lima tahun mendatang di Los Angeles.
Namun, dengan keikutsertaan para pemanjat kombinasi di Kualifikasi Asia ini, Yenny berharap mereka bisa ”mencuri ilmu” dari pemanjat lainnya. Mereka akan belajar untuk meningkatkan kemampuan analitis dan memecahkan masalah yang akan berguna untuk mencari jalur hingga ke puncak saat berlomba pada nomor boulder.
Tak hanya itu, mengikuti kejuraan internasional juga memberi kesempatan pemanjat Indonesia merasakan pengalaman berlomba pada jalur yang variatif. FPTI pun memiliki pekerjaan rumah untuk menyediakan poin-poin yang lebih beragam seperti yang digunakan di kejuaraan internasional.
”Kami sengaja mengajukan terus sebagai tuan rumah agar semakin banyak orang Indonesia punya kesempatan berpartisipasi dalam ajang internasional. Tentu beda sekali ajang lokal dan internasional. Maka dari itu, saya selalu undang teman-teman FPTI di daerah, terutama para perancang jalur, untuk datang ke Jakarta dan membantu pelaksanaan. Selain atletnya yang kami pupuk, perancang jalurnya juga ikut dibina,” ucap Yenny Wahid.
Salah satu perancang jalur yang turut membantu IFSC Climbing Asian Qualifier, Masduki, mengamini bahwa ajang-ajang internasional jadi momentum untuk belajar. Ia dan perancang jalur lokal mendapatkan pengetahuan tentang jalur-jalur yang lebih variatif. Nantinya, kata Masduki, mereka akan menerapkan itu di daerah masing-masing.
Tiket Olimpiade
Perlombaan nomor kombinasi yang berlangsung sejak Kamis (9/11/2023) berakhir dengan tiket Olimpiade diraih oleh pemanjat putra Jepang, Anraku Sorato, dan pemanjat putri China, Zhang Yuetong.
Keberhasilan Yuetong meraih tiket ke Paris cukup mengejutkan karena pemanjat 20 tahun ini tidak pernah menembus tiga besar pada kualifikasi maupun semifinal. Yuetong juga mengalahkan pemanjat-pemanjat unggulan, seperti Miho Nonaka (Jepang) yang merupakan peraih perak Olimpiade Tokyo 2020. Bersama rekan senegaranya, Ito Futaba, Nonaka konsisten berada di tiga besar. Namun, pada final, Nonaka dan Futaba harus puas finis di bawah Yuetong.
”Sebelum kompetisi ini, saya tidak berpikir saya bisa lolos. Saya tidak tahu harus berkata apa, semuanya terlalu cepat, tapi saat ini menarik dan mengejutkan. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Saya pikir mungkin hal terbaik yang bisa saya lakukan di sini adalah naik podium dan meraih medali emas adalah hal yang mustahil karena ada banyak perempuan yang kuat. Pemanjat Jepang, Korea, dan China lainnya sangat kuat di final, jadi saya sangat terkejut dengan hasil ini,” kata Yuetong, dikutip dari laman IFSC.
Pada Minggu (12/11/2023), IFSC Climbing Asian Qualifier akan menggelar perlombaan nomor speed. Tim panjat tebing nomor speed Indonesia, terutama sektor putra, diberi target meraih satu tiket ke Paris.