Saptoyogo Purnomo Berlari Menjemput Tiga Emas Asian Para Games Hangzhou
Saptoyogo Purnomo terus berlari meninggalkan ”hantu” masa lalu dan meraih prestasi gemilang, termasuk tiga emas di Asian Para Games Hangzhou 2022.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·3 menit baca
HANGZHOU, SELASA — Pelari paralimpiade Indonesia, Saptoyogo Purnomo, menyapu bersih tiga nomor pertandingan individu yang dia ikuti di Asian Para Games Hangzhou 2022 dengan raihan medali emas. Yogo terus belari dari ”hantu” masa lalu dan menggapai prestasi gemilang berkat konsistensi dan disiplin latihan selama bertahun-tahun.
Saptoyogo meraih medali emas ketiganya setelah menjadi pelari tercepat dalam nomor 100 meter klasifikasi T37 atau keterbatasan gerak, termasuk akibat cerebral palsy. Tampil di Stadion Huanglong Sports Centre, Kamis (26/10/2023), pelari yang kerap disapa Yogo ini mencatatkan waktu 11,35 detik. Ia unggul jauh dari pelari Arab Saudi yang finis kedua, Ali Yousef Alnakhli, dengan catatan waktu 12,11 detik dan peraih perunggu, Shreyansh Trivedi (India), dengan 12,24 detik.
Catatan waktu itu tak hanya mengantar Yogo berdiri di podium tertinggi, tetapi juga membawanya memecahkan rekor Asian Para Games. Atlet asal Purwokerto, Jawa Tengah, ini mempertajam rekor (11,49 detik) atas namanya sendiri yang diukir pada Asian Para Games Jakarta-Palembang 2018.
”Saya merasa sangat puas dengan hasil hari ini karena selain mampu meraih medali emas, saya juga memecahkan rekor Asian Para Games,” kata Yogo seusai perlombaan.
Yogo merupakan atlet yang mempersembahkan medali emas pertama bagi Indonesia melalui nomor lari 400 meter klasifikasi T37, Senin (23/10/2023). Dua hari kemudian, pelari 25 tahun ini kembali menambah perolehan emas Indonesia dengan merajai nomor lari 200 meter T37.
Prestasi gemilang yang diraih Yogo tak lepas dari konsistensinya dalam berlatih sejak bergabung dengan pemusatan latihan nasional pada 2017. Kepala pelatih atletik paralimpiade, Slamet Widodo, pernah mengutarakan hal itu baik ketika Yogo meraih medali emas di Asian Para Games 2018 maupun saat meraih medali perunggu di Paralimpiade Tokyo 2020.
Slamet mengatakan, Yogo memiliki potensi besar dengan perkembangan yang pesat. Pada 2016, kata Slamet, Yogo belum bisa menyentuh 12 detik untuk nomor 100 meter. Namun, dua tahun berselang, Yogo sukses melakukannya.
Di Paralimpiade Tokyo 2020, catatan waktu Yogo melesat menjadi 11,31 detik. Ia semakin menajamkan rekornya di Kejuaraan Dunia Atletik Paralimpiade 2023 di Paris, Perancis, dengan 11,27 detik yang kemudian merupakan catatan waktu terbaik atau personal best-nya hingga saat ini.
Potensi besar yang dimiliki Yogo itu mampu menghasilkan perkembangan signifikan lantaran sikapnya saat berlatih. Slamet mengatakan, Yogo tekun berlatih dan disiplin menjalankan program dari pelatih. Tak hanya itu, Yogo juga menerapkan pola hidup atlet profesional, salah satunya setiap pukul 21.00 dia sudah bersiap tidur (Kompas, 28/8/2021).
Kedisiplinan dan kerja keras Yogo itu membuatnya terus berlari meninggalkan masa lalu yang serupa hantu. Pada masa itu, Yogo kerap menjadi bahan olok-olokan teman sekolah karena terlahir dengan tangan kanan yang mengalami masalah koordinasi gerak dari lahir. Telapak tangan Yogo terlihat seperti sedang mencakar dan tidak bisa menutup, sedangkan sikunya susah diluruskan (Kompas, 10/10/2018).
Setelah mulai berdamai dengan keadaan, Yogo menekuni dunia lari dan mengikuti berbagai ajang lari difabel. Namanya mulai terdengar ketika menorehkan prestasi di Pekan Paralimpiade Nasional Jawa Barat 2016, lalu meraih dua medali emas di ASEAN Para Games Kuala Lumpur 2017.
Di Hangzhou, Yogo berharap bisa kembali meraih medali dan memecahkan rekor saat berlomba pada nomor terakhirnya, yaitu estafet 4 x 100 meter universal, Kamis (26/10/2023). Ia akan berlari bersama Nanda Mei Sholihah (T47), Jaenal Aripin (T54), dan Ni Made Arianti (T13).
Nomor estafet universal ini wajib diawali oleh pelari dengan keterbatasan penglihatan (T11-13), diikuti atlet dengan keterbatasan fisik atau tunadaksa (T42-47 atau T61-64). Adapun pelari ketiga merupakan sprinter dengan masalah koordinasi gerak atau cerebral palsy (T35-38), kemudian atlet balap kursi roda (T51-54).