Misi I Gede Siman Sudartawa Membalas Kegagalan Lima Tahun Silam
Bagi perenang I Gede Siman Sudartawa, Asian Games 2022 adalah kesempatan untuk membalas kekecewaan gagal meraih medali yang ada di depan mata dalam Asian Games 2018.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Lima tahun lalu dalam Asian Games Jakarta-Palembang 2018, mimpi perenang I Gede Siman Sudartawa meraih medali 50 meter gaya punggung yang sudah di depan mata pupus karena faktor nonteknis. Siman memupuk rasa kecewa itu sebagai bahan bakar untuk menuntaskan rasa penasaran, sekaligus mengakhiri paceklik medali tim renang Indonesia dalam 33 tahun terakhir pada Asian Games Hangzhou, China 2022, 23 September-8 Oktober 2023.
”Untuk Asian Games kali ini, target saya sebisa mungkin meraih medali. Hal yang harus diperbaiki dengan belajar dari kegagalan di 2018, mungkin mental harus lebih diperkuat, kemudian teknik underwater, dan finisnya,” ujar Siman ditemui usai latihan di Kolam Renang Cikini, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Bagi Siman, kenangan pahit dalam Asian Games 2018 masih sangat membekas. Saat itu, Siman sangat prima secara fisik maupun mental. Perenang asal Bali itu menjalani persiapan yang sangat baik, antara lain pemusatan latihan di Australia selama dua bulan dan di Amerika Serikat tiga bulan.
Menjelang usia emas 24 tahun dan berlomba di hadapan publik sendiri, Siman kian percaya diri untuk meraih medali pertama bagi tim renang Indonesia di Asian Games, sejak Richard Sam Bera dan kawan-kawan mempersembahkan tiga perunggu dari Asian Games Beijing 1990. Sayangnya, Dewi Fortuna tidak menaungi Siman pada gelaran edisi ke-18 tersebut.
Siman tampil superior menjadi perenang tercepat dari total 38 peserta babak penyisihan 50 meter gaya punggung Asian Games 2018 dengan waktu 25,01 detik. Catatan waktu itu sekaligus memecahkan rekor nasional dengan 25,04 detik atas namanya sendiri yang dicetak pada Kejuaraan Dunia 2017 di Budapest, Hongaria.
Maka dari itu, di atas kertas, Siman yakin mampu memboyong setidaknya perunggu dalam final yang berlangsung pada malam harinya. Namun, situasi di luar kendali terjadi. Menurut perenang kelahiran 8 September 1994 itu, susunan acara mendadak berubah di saat terakhir. Final tiba-tiba mundur sekitar 45 menit. Dia tidak menerangkan penyebab terjadinya penundaan tersebut. Saat itu, nomor final Siman disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Hal itu menjadi kondisi krusial yang sangat memengaruhi Siman. Secara fisik, tubuhnya yang sudah panas alias siap berlomba menjadi kembali dingin. Akan tetapi, dengan masa penundaan yang ketika itu tidak diketahui kepastiannya, Siman ragu untuk kembali melakukan pemanasan.
Akhirnya, tak hanya fisik yang menurun, mental Siman juga terpukul sehingga dirinya kehilangan fokus untuk menerapkan teknik yang tepat tatkala lomba dimulai. Siman harus puas finis kelima dengan waktu 25,29 detik. ”Waktu itu, situasinya lumayan chaos (kacau). Semoga di Asian Games kali ini, tidak ada lagi kendala seperti itu sehingga persiapan bisa diperhitungkan dengan lebih baik,” kata Siman.
Menyulap kekecewaan
Menghadapi Asian Games 2022, Siman belum sepenuhnya melupakan kekecewaan lima tahun tahun silam. Namun, dengan usia yang jauh lebih matang, dia tidak larut dalam kesedihan. Dirinya coba menyulap rasa kecewa itu sebagai energi baru untuk menuntaskan rasa penasaran meraih medali Asian Games, yang diimpikannya sejak pertama kali ikut ajang multicabang terbesar kedua di dunia itu pada Guangzhou 2010.
Malah, pada Asian Games keempatnya ini, Siman lebih tenang dan percaya diri. Hal itu tidak lepas dari hasil positif di SEA Games Kamboja 2023. Di Kamboja, Siman sukses merebut emas dengan waktu 25,16 detik. Walau bukan prestasi terbaiknya, catatan waktu itu sudah melampaui capaian perenang Korea Selatan Kang Ji-seok yang merengkuh perunggu Asian Games 2018 dengan waktu 25,17 detik.
Untuk Asian Games kali ini, target saya sebisa mungkin meraih medali.
Siman mencoba memelihara fokus agar tidak tergelincir kedua kali. Sejauh ini, secara statistik, peluangnya untuk membalas kegagalan lima tahun silam terbuka lebar. ”Intinya, persiapan harus lebih baik, terutama terkait faktor yang kecil-kecil yang sangat berpengaruh dalam perlombaan renang jarak pendek. Apalagi umur saya sudah bertambah sehingga semuanya harus diperhitungkan dengan matang,” tutur Siman yang kini berusia 28 tahun.
Selain melawan diri sendiri, Siman tetap mengantisipasi para pesaing. Peta persaingan tidak jauh dari perenang China, Jepang, dan Korea Selatan. Hanya saja, perenang muda China tidak bisa terprediksi karena data perkembangan mereka yang sulit terdeteksi. ”Untuk itu, saya memilih fokus pada diri sendiri, setidaknya berusaha lebih baik dibandingkan SEA Games 2023 demi menjaga peluang meraih medali,” terang Siman yang mengoleksi delapan emas SEA Games sejak edisi Jakarta-Palembang 2011.
Satu-satunya yang menganjal Siman adalah persiapan yang tidak sebaik Asian Games 2018. Siman sempat dicoret dari pelatnas dan baru dipanggil kembali pada Maret 2023, atau dua bulan sebelum SEA Games 2023. Selain itu, dia tidak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk berlatih dan bertanding di luar negeri.
Setelah SEA Games 2023, Siman hanya mengikuti Kejuaraan Dunia 2023 di Fukuoka, Jepang, Juli. Di sana, perenang bertinggi 175 sentimeter itu terhenti di penyisihan. Selebihnya, dia dan lima perenang pelatnas yang diproyeksi ke Asian Games 2022 cuma berlatih di dalam negeri. Adapun dua perenang lain berdomisili di luar negeri, yakni Felix Viktor Iberle di Malaysia dan Masniari Wolf di Jerman.
Tergusur dari Senayan
Berlatih di dalam negeri pun tidak berjalan mulus. Pelatih pelatnas renang Albert Sutanto mengatakan, selama sepekan ini, Siman dan lima perenang lainnya tidak bisa berlatih di Stadion Akuatik, Senayan, Jakarta karena ada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023 di Jakarta Convention Center selama 5-7 September.
Untuk sementara, mereka terpaksa berlatih terpisah, Siman dan tiga rekannya berlatih di Cikini dan dua perenang lain bersama pelatih asal Australia Michael Piper di Bulungan, Jakarta. Latihan di luar Stadion Akuatik cukup menganggu. Secara spesifikasi, kolam di Cikini misalnya, kedalamannya lebih dangkal daripada kolam Stadion Akuatik. Hal itu membuat latihan tidak optimal karena perenang tidak mendapatkan tekanan air yang biasa dirasakan di Stadion Akuatik yang berstandar Olimpiade.
Selain itu, mereka tidak bisa membawa sejumlah peralatan yang tersedia di Stadion Akuatik, antara lain power rack atau pemberat untuk melatih eksplosivitas perenang. Karena jumlahnya cukup banyak dan berbobot besar, sulit untuk mereka memindahkan peralatan tersebut.
Padahal, mereka sedang memasuki program akhir pra-kompetisi atau program yang paling berat sebelum perlombaan. Program itu diisi latihan peningkatan kekuatan dan kecepatan, yang sangat penting untuk renang jarak pendek.
”Di tengah kondisi yang kurang ideal ini, kami coba maksimalkan waktu yang tersisa untuk berlatih di Stadion Akuatik mulai pekan depan. Seharusnya, pekan depan kami memasuki program transisi menuju ke tapering (pengurangan beban latihan). Tetapi, karena tidak bisa berlatih optimal pekan ini, mungkin kami akan teap latihan penguatan power dan speed di masa transisi,” ujar Albert.
Terlepas dari itu, Albert tetap optimis para atlet bisa memberikan yang terbaik untuk Merah-Putih dalam Asian Games 2022, terlebih Siman yang memiliki motivasi besar. ”Dengan segala pengalamannya, Siman banyak belajar untuk lebih rileks menghadapi perlombaan besar. Kalau bisa menghindari kesalahan kecil yang bisa berakibat fatal dalam renang jarak pendek, saya rasa dia bisa membawa pulang medali yang sudah lama diidam-idamkan tim renang kita,” ujar Albert.