Tim Akuatik Segera Berbenah agar Tidak Terpuruk di SEA Games 2025
Tim akuatik Indonesia gagal memenuhi target prestasi dalam SEA Age Group 2023. Bahkan, prestasi itu cenderung merosot. Makanya, butuh segera ada pembenahan dalam pembinaan kalau Indonesia tidak mau semakin terpuruk.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim akuatik Indonesia gagal memenuhi target prestasi dari tiga displin perlombaan Kejuaraan SEA Age Group 2023 atau kejuaraan akuatik kelompok umur antarnegara Asia Tenggara di Stadion Akuatik Senayan, Jakarta, 24-26 Agustus. Hasil itu menjadi bahan evaluasi pengurus Akuatik Indonesia untuk segera membenahi roda pembinaan agar ”Merah Putih” tidak terpuruk di SEA Games Thailand 2025.
Dari tiga displin perlombaan yang ada, Indonesia berada di urutan kelima klasemen akhir perolehan medali dari total delapan negara peserta disiplin renang. Tim renang Indonesia harus puas meraih 12 emas, 14 perak, dan 11 perunggu. Dengan begitu, mereka gagal mempertahankan status runner-up SEA Age Group 2022 di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan merebut 17 emas, 25 perak, dan 27 perunggu.
Indonesia berada di urutan kelima klasemen akhir perolehan medali dari total enam negara peserta disiplin loncat indah. Indonesia harus puas meraih 3 perak dan 5 perunggu. Hasil itu berada di bawah ekspektasi tim komisi teknik loncat indah Akuatik Indonesia (nama baru Persatuan Renang Seluruh Indonesia per 5 Agustus lalu) yang berharap ada salah satu peloncat indah ”Merah Putih” yang bisa merebut satu emas.
Pada displin polo air, Indonesia meraih 1 perak yang disumbangkan oleh tim A putri dan 2 perunggu yang masing-masing disumbangkan oleh tim A putra serta tim B putri. Padahal, sebelum kejuaraan, komisi teknik polo air Akuatik Indonesia cukup optimistis bisa mengawinkan emas putra dan putri karena kedua tim diperkuat sejumlah pemain jebolan SEA Games Kamboja 2023 serta ada keuntungan bermain di kandang sendiri.
Adapun kedua displin itu baru pertama kali dipertandingkan dalam SEA Age Group sejak ajang tahunan tersebut mulai dilaksanakan pada 1977. ”SEA Age Group adalah wadah evaluasi pembinaan atlet kelompok umur yang tidak menutup kemungkinan menjadi andalan di SEA Games terdekat, Thailand 2025. Melihat hasil yang tidak sesuai target dalam SEA Age Group kali ini, kita harus segera berbenah. Banyak yang harus diperbaiki, tetapi yang paling utama memperbanyak kompetisi di dalam negeri,” ucap Sekretaris Jenderal Akuatik Indonesia Ali Patiwiri, di Jakarta, Sabtu (26/8/2023).
Ali mengatakan, pihaknya cukup kaget dengan perkembangan pesat sejumlah negara dalam SEA Age Group edisi ke-45 ini, khususnya Vietnam yang bisa menjadi juara umum disiplin renang dengan 41 emas, 26 perak, dan 7 perunggu. Padahal, Vietnam hanya bermodal 23 atlet putra dan putri, yang jauh lebih minimalis dibandingkan dengan Singapura (96 atlet), Thailand (70 atlet), Malaysia (52 atlet), dan Indonesia (48 atlet).
Hal itu menunjukkan bahwa persaingan akuatik antarnegara Asia Tenggara akan semakin berat. Misalnya, dalam displin renang. Kalau dahulu yang paling diwaspadai adalah Singapura dan Thailand, saat ini peta persaingannya mulai lebih merata. Selain Vietnam yang berpotensi menjadi kekuatan baru akuatik Asia Tenggara, ada Malaysia dan Filipina yang terus berusaha menjadi lebih baik.
Di sisi lain, negara yang selama ini kurang diperhitungkan mulai menunjukkan potensi mereka, seperti Brunei Darussalam yang mampu meraih 1 perak dan 1 perunggu pada SEA Age Group kali ini. Kalau tidak menyikapinya dengan baik, Indonesia akan keteteran bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara di masa mendatang.
Kami akan segera duduk bersama berbicara dengan pengurus pusat dan daerah untuk membenahi pembinaan mulai dari jadwal kompetisi yang lebih pasti.
”Kami akan segera duduk bersama berbicara dengan pengurus pusat dan daerah untuk membenahi pembinaan mulai dari jadwal kompetisi yang lebih pasti. Kalau ada 10 saja provinsi yang konsisten menggelar kompetisi dan ditambah dua ajang nasional yang selama ini rutin dilaksanakan, yaitu Festival Akuatik Indonesia dan Indonesia Terbuka, artinya minimal ada 12 kejuaraan dalam setahun atau satu dalam sebulan. Dengan begitu, atlet dan pelatih bisa lebih rutin mengukur atau mengevaluasi hasil latihan,” ujar Ali.
Butuh komitmen
Manajer Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Renang Akuatik Indonesia Wisnu Wardhana menuturkan, butuh komitmen kuat dari para pengurus Akuatik Indonesia kalau ingin membawa akuatik nasional melangkah dengan lebih baik. Salah satunya, Bidang Pembinaan Prestasi Akuatik Indonesia harus lebih aktif turun ke lapangan agar bisa betul-betul memahami permasalahan secara makro ataupun mikro.
Itu bertujuan untuk menyempurnakan atau menyesuaikan program pembinaan dengan perkembangan akuatik yang begitu dinamis. ”Intinya, kita butuh terus berimprovisasi dalam menjalankan pembinaan. Jangan takut melakukan perubahan sebelum kita terlambat karena negara-negara lain terus berkreasi untuk menjadi lebih baik,” katanya.
Menurut Wisnu, salah satu perubahan yang wajib dilakukan adalah efisiensi anggaran penyelenggaraan kompetisi nasional. Kalau anggaran yang selama ini disiapkan untuk melaksanakan satu kejuaraan bisa lebih ditekan, itu sejatinya cukup untuk menyelenggarakan dua kejuaraan. ”Dengan begitu, kita bisa membuat lebih banyak kompetisi setiap tahunnya. Semakin banyak perlombaan yang bisa diikuti, itu akan semakin baik untuk atlet ataupun pelatih. Itu yang menjadi kunci kesuksesan Singapura dan Thailand sejak lama, serta Vietnam akhir-akhir ini,” ungkap Wisnu.
Komisi Teknik Polo Air Akuatik Indonesia Tengku Dean Baldwin menyampaikan, para petinggi Akuatik Indonesia diharapkan bisa mendukung pelatnas jangka panjang tanpa putus. Itu yang menjadi faktor penting yang mengantarkan Indonesia meraih emas polo air putra SEA Games Filipina 2019 yang menjadi emas perdana ”Merah Putih” dalam sejarah polo air SEA Games.
Namun, setelah itu, program jangka panjang itu tidak berlanjut. Tak heran, prestasi polo air putra menurun dalam SEA Games 2023, yakni harus puas membawa pulang perak. ”Polo air kan olahraga tim sehingga kita butuh pelatihan tanpa putus agar para pemain lebih kompak. Bakat para pemain kita tidak kalah dengan Singapura (yang meraih emas putra SEA Age Group kali ini) dan Thailand (yang merebut emas putri dan perak putra). Mereka tinggal butuh program pelatihan yang berkesinambungan dan terus diberi kesempatan menambah jam terbang bertanding,” tutur Dean.
Bukti bahwa bakat atlet Indonesia tidak kalah dengan negara-negara kuat di Asia Tenggara terlihat dari disiplin renang. Di balik kemerosotan prestasi secara tim, ada beberapa perenang yang tampil cukup menonjol. Mereka, antara lain, perenang putri asal Jawa Barat Nicolle Callysta Phiong yang meraih emas gaya punggung 50 meter KU 3 (kelompok umur 12-13 tahun) dengan waktu 30,87 detik pada hari terakhir SEA Age Group kali ini.
Catatan waktu Nicolle yang kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 11 Oktober 2010 sekaligus memecahkan rekor nasional milik Sofie Kemala dengan 30,88 detik yang dicetak di Jakarta pada 2014. ”Saya senang banget bisa memecahkan rekornas itu yang menjadi rekornas pertama saya. Itu sangat memotivasi saya untuk terus menjadi lebih baik, bisa mempertajam rekornas itu, mencetak lebih banyak rekornas, hingga bisa mengejar mimpi lolos ke Olimpiade,” pungkas Nicolle yang berharap dukungan daerah ataupun pusat untuk menambah jam terbang kompetisinya.