Hingga hari kedua SEA Age Group 2023, Indonesia tidak mampu berbuat banyak untuk mempertahankan status runner-up edisi tahun lalu. Bahkan, Indonesia tertinggal semakin jauh dari Vietnam yang melejit dengan 29 emas.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Hingga hari kedua SEA Age Group 2023 di Stadion Akuatik Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2023), tim renang Indonesia berada di urutan kelima klasemen perolehan medali dengan 6 emas dari total 72 nomor perlombaan. Hasil itu membuat Indonesia pesimis bisa mempertahankan status runner-up SEA Age Group tahun lalu dengan perolehan 17 emas.
Sejauh ini, Vietnam berada di puncak klasemen dengan 29 emas yang diikuti Singapura (urutan kedua) dengan 15 emas, Malaysia (ketiga) yang meraih 11 emas, dan juara bertahan Thailand (keempat) dengan 9 emas. Posisi klasemen itu menunjukkan Indonesia harus bekerja keras membenahi pembinaan agar tidak semakin tertinggal dari Vietnam yang grafiknya terus menanjak serta Singapura dan Thailand yang sejak lama menjadi kekuatan renang Asia Tenggara.
”Kalau tidak berbenah, ke depan, kita akan kian keteteran menghadapi Singapura (juara umum renang SEA Games sejak edisi Filipina 2005 hingga Kamboja 2023), Thailand yang menjadi kekuatan lama, dan Vietnam yang prestasinya terus menanjak. Lagi pula, SEA Age adalah gambaran peta persaingan renang di masa depan,” ujar Manajer Pelatnas Renang Indonesia Wisnu Wardhana soal capaian timnya di kejuaraan akuatik kelompok umur itu.
Wisnu tidak terkejut dengan performa Vietnam di SEA Age Group edisi ke-45 ini. Vietnam sudah membangun tim renang yang tangguh sejak menjadi runner-up cabang renang SEA Games Singapura 2015 dengan 10 emas, 2 perak, dan 4 perunggu. Setelah itu, mereka konsisten membuntuti Singapura hingga empat SEA Games berikutnya.
Setiap SEA Games, Vietnam selalu menampilkan perenang-perenang baru berusia muda yang potensial. Pada SEA Games Kamboja 2023, mereka memiliki skuad dengan rata-rata usia termuda dibanding semua peserta, yakni rata-rata 17 tahun untuk putra maupun putri. Sebagian dari perenang itu tampil dalam SEA Age 2023.
Karena kualitas yang teruji, Vietnam bisa mendominasi SEA Age kali ini. Tim ”Negeri Paman Ho” itu digdaya hanya berbekal total 23 atlet putra maupun putri. Jumlah atlet mereka lebih sedikit dibandingkan Singapura dengan 96 atlet, Thailand (70 atlet), Malaysia (52 atlet), dan Indonesia (48 atlet). ”Dengan pembinaan yang baik dan konsisten, Vietnam bisa menghasilkan banyak perenang bertalenta yang bisa tampil di banyak nomor perlombaan,” kata Wisnu.
Menurut Wisnu, kunci sukses Vietnam adalah mampu menyelenggarakan banyak perlombaan di dalam negeri hampir setiap bulan dan aktif mengirim para perenangnya ke kompetisi di luar negeri. Lalu, Vietnam beradaptasi dan berinovasi dengan perkembangan renang yang pesat, khususnya dengan sentuhan sains olahraga.
Semakin sering ikut perlombaan, kita akan semakin terbiasa dengan persiangan. Dengan begitu, kita paham bagaimana untuk menemukan celah menang. Kita tidak akan demam panggung lagi dan bisa bisa langsung mengeluarkan semua kemampuan sejak start lomba. (Adelia Chantika Aulia)
Langkah Vietnam itu meniru Singapura dan Thailand yang telah lama menjalaninya. ”Selain itu, Vietnam sabar menjalani proses pembinaan yang tidak bisa instan. Mereka tidak berhenti menjalani pembinaan, meskipun atlet bersangkutan belum mendapatkan prestasi yang baik,” terang Wisnu.
Dengan fenomena itu, Vietnam bisa menjadi "raja" renang baru Asia Tenggara, menggusur Singapura cepat atau lambat. Hal itu membuat SEA Games edisi-edisi berikutnya, yang terdekat edisi Thailand 2025, akan menjadi ajang yang jauh lebih ketat.
Perbanyak kompetisi
Agar bisa tetap bersaing, setidaknya mempertahankan raihan 3 emas di SEA Games 2023, Indonesia tidak boleh kalah dalam pembinaan. Hal yang paling krusial adalah memperbanyak kompetisi di dalam negeri. ”Selama ini, kita hanya ada dua kompetisi besar skala nasional, yakni Festival Akuatik Indonesia dan Indonesia Terbuka setiap tahunnya. Tanpa kompetisi berkualitas yang cukup, atlet maupun pelatih tidak bisa mengevaluasi hasil latihan. Semakin sering berlomba, atlet pun bisa mengasah jiwa kompetitifnya untuk belajar menjadi lebih baik di ajang-ajang lainnya,” tutur Wisnu.
Albert C Susanto, pelatih pelatnas renang sekaligus manajer tim renang Indonesia di SEA Age 2023, mengatakan, selain minim mengikuti kompetisi, perenang indonesia tidak memilik target kompetisi yang jelas dalam setahun. SEA Age, misalnya, sejatinya adalah tolak ukur utama atlet kelompok umur Asia Tenggara.
Namun, SEA Age 2023 yang berlangsung 24-26 Agustus justru tidak menjadi prioritas utama perenang Indonesia karena berbenturan dengan ajang lain, yakni Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) 2023 di Palembang, Sumatera Selatan, pada 26 Agustus-4 September. Bahkan, sebagian besar atlet lapis kedua yang diharapkan bisa menyumbangkan medali maupun emas di SEA Age 2023 justru tidak ikut serta karena provinsi mereka meminta fokus ke Popnas.
Hal itu terjadi karena Indonesia tidak memiliki jadwal kompetisi tahunan yang jelas yang memungkinan atlet dan pelatih menentukan skala prioritas. Maka itu, ke depan, semua pihak terkait harus duduk bersama untuk membuat jadwal kompetisi yang lebih baik.
”Mungkin, dalam setahun, kita bisa membagi tiga-empat musim kompetisi. Dengan begitu, atlet maupun pelatih bisa mengukur mana ajang yang perlu diprioritaskan. Atlet juga bisa mendapatkan wadah kompetisi yang pasti, setidaknya bisa berlomba rutin setiap empat-tiga bulan sekali,” ungkap Albert menjelaskan.
Untuk sisi teknis pelatihan, lanjut Albert, Indonesia butuh dukungan konsultan pelatih strength and conditioning (SC) untuk menjaga kebugaran maupun kinerja atlet, terutama yang remaja-yunior. ”Apalagi, atlet muda sedang dalam masa pembentukan fondasi yang latihannya keras dan berpotensi menimbulkan cedera kalau tidak mendapatkan sentuhan sport science yang tepat, khususnya dari pelatih SC, tim ahli nutrisi, dan lainnya yang terkait,” ujar Albert.
Albert menyampaikan, dirinya percaya perenang Indonesia masih bisa bersaing dengan Vietnam, Singapura, dan Thailand, kalau mendapatkan penanganan yang tepat. Apalagi, secara bakat dan postur tubuh, atlet-atlet indonesia tidak berbeda dengan dari ketiga negara kuat tersebut.
Mengejar ketertinggalan
Di sisi lain, atlet-atlet yang menonjol di kelompok usia tidak mungkin terus menajamkan catatan waktunya melebihi rekor yang ada. Selalu ada batasan perkembangan. ”Yang harus kita lalukan sekarang, bagaimana caranya mengejar ketertinggalan. Dengan waktu sekitar dua tahun sebelum SEA Games Thailand, kita masih ada waktu untuk mengejar ketertinggalan itu asal semua harapan terkait kompetisi dan sport science bisa terpenuhi,” ucap Albert.
Perenang putri KU 3 (di bawah 13 tahun), Adelia Chantika Aulia, merasakan betul bagaimana perbedaan perenang yang sering berkompetisi dalam SEA Age kali ini. Karena kejuaraan itu menjadi ajang internasional pertamanya, perenang asal Riau itu sempat grogi menjalani kompetisi. Sebaliknya, atlet-atlet dari Vietnam tampak sangat siap, bahkan cenderung ngotot sejak awal perlombaan.
”Saya rasa itu karena atlet-atlet dari Vietnam sudah terbiasa berkompetisi. Semakin sering ikut perlombaan, kita akan semakin terbiasa dengan persiangan. Dengan begitu, kita paham bagaimana untuk menemukan celah menang. Kita tidak akan demam panggung lagi dan bisa bisa langsung mengeluarkan semua kemampuan sejak start lomba,” kata Adelia yang mempertajam rekor nasional gaya bebas 50 meter atas namanya sendiri, yaitu dari 27,55 detik menjadi 27,19 detik, dalam hari pertama SEA Age 2023.