Tantangan besar menanti tim atletik Indonesia untuk mempertahankan prestasi di SEA Games Kamboja 2023. Sebagian peraih medali mereka sudah berusia di atas 30 tahun dan belum ada calon penerus.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Di balik kebangkitan prestasi di SEA Games Kamboja 2023, ada tantangan besar menanti tim atletik Indonesia. Sinyal bahaya tampak dari minimnya pemecahan rekor nasional remaja-yunior dan masih mendominasinya atlet-atlet senior berusia senja dalam Kejuaraan Nasional Atletik 2023. Situasi itu menandakan roda regenerasi berjalan kurang optimal untuk mempertahankan capaian positif di pesta olahraga Asia Tenggara tersebut.
Tim atletik Indonesia boleh jadi meraih sukses besar di SEA Games 2023, bulan lalu. Mereka berada di peringkat ketiga klasemen perolehan medali atletik dengan tujuh emas, tiga perak, dan sembilan perunggu. Capaian itu adalah prestasi terbaik tim atletik ”Merah-Putih” sejak merebut tujuh emas, empat perak, dan empat perunggu di SEA Games Singapura 2015.
Bahkan, atletik menjadi cabang olahraga terbanyak kedua yang menyumbangkan emas untuk kontingen Indonesia. Mereka hanya kalah dari pencak silat yang mempersembahkan sembilan emas, enam perak, dan satu perunggu. Adapun kontingen Indonesia berada di urutan ketiga klasemen perolehan medali keseluruhan dengan 87 emas, 80 perak, dan 109 perunggu.
Namun, prestasi tim atletik terasa rapuh kalau melihat usia para peraih emas tersebut. Dari tujuh peraih medali emas, empat atlet sudah berusia lebih dari 30 tahun. Mereka adalah Agus Prayogo yang berusia 37 tahun di maraton, Hendro Yap (32) di jalan cepat 20 kilometer (km), Maria Natalia Londa (32) di lompat jauh putri, dan Odekta Elvina Naibaho (31) di maraton putri.
Dua atlet lainnya sudah menjelang usia 30 tahun, yakni Rikki Marthin Simbolon (28) di 10.000 meter dan Abdul Hafiz (27) di lempar lembing. Adapun satu emas lainnya direbut tim estafet 4x100 meter dengan formasi Lalu Muhammad Zohri (22), Bayu Kertanegara (25), Sudirman Hadi (27), dan Adith Rico Pradana (22).
Secara keseluruhan, praktis hanya tiga atlet berusia 25 tahun yang bisa meraih medali, yaitu Zohri yang meraih perunggu 200 meter, Dina Aulia (19) yang merebut perunggu lari gawang 100 meter, dan Violine Intan Puspita (23) yang mendapatkan perak jalan cepat 20 km putri.
Tentunya, itu menjadi sinyal bahaya untuk atletik Indonesia. Apalagi, sejauh ini belum ada atlet muda yang berpotensi untuk meneruskan prestasi para atlet senior mereka yang meraih emas SEA Games 2023. Dalam Kejurnas Atletik 2023 di Stadion Sriwedari, Surakarta, Jawa Tengah, 20-26 Juni 2023, misalnya, minim sekali terjadi pemecahan rekor nasional (rekornas).
”Rekornas adalah parameter umum yang menandakan ada progres dalam pembinaan, terutama di kategori remaja (U-18) dan yunior (U-20). Nantinya, para atlet muda potensial atau yang bisa memecahkan rekor akan diproyeksikan mengikuti pembinaan jangka panjang,” ujar Sekretaris Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Tigor M Tanjung saat ditemui di sela Kejurnas 2023, Rabu (21/6/2023).
Minim pemecahan rekor
Dari 117 nomor perlombaan untuk semua kategori Kejurnas 2023, hanya ada dua atlet yang bisa menyamai ataupun memecahkan rekornas. Mereka, salah satunya, adalah pelari remaja asal Jawa Timur, Brian Bagas Swara, yang meraih emas lari gawang 110 meter dengan 13,73 detik sekaligus menyamai rekornas U-18 milik Halomoan Binsar Simanjuntak yang dicetak di Thailand pada 20 Maret 2018.
Pelari putri remaja asal Yogyakarta, Adinda Ayuningtyas, meraih emas lari halang rintang 2.000 meter putri dengan 7 menit 24,40 detik, Kamis (22/6/2023). Catatan waktu Adinda itu sekaligus memecahkan rekornas U-18 milik Nani Dwi Purwati dengan 7 menit 24,89 detik yang diukir di Jakarta, 22 April 2017.
Bahkan, di sejumlah nomor individu yang meraih medali SEA Games 2023, belum ada atlet remaja dan yunior di Kejurnas 2023 yang bisa mengimbangi performa para senior mereka yang telah memasuki usia senja. Di jalan cepat 20 km, Minggu (25/6/2023), Hendro finis pertama dengan 1 jam 34 menit 28 detik.
Nama besar Zohri tidak diimbangi dengan perhatian pemerintah setempat untuk melahirkan Zohri-Zohri baru. Akhirnya, belum ada yang bisa meneruskan jejak Zohri. (Made Budiasa)
Hendro yang berusia 33 tahun pada 24 Oktober 2023 unggul jauh atas para pesaingnya yang berusia jauh lebih muda, antara lain atlet Jawa Timur, Angga Septiyan (23), yang meraih perak dengan 1 jam 38 menit 54 detik dan atlet Sumatera Utara, Syafaad Tarigan (24), yang merebut perunggu dengan 1 jam 41 menit 22 detik.
Di usia setara Angga dan Syafaad, Hendro yang berusia 25 tahun mampu memecahkan rekornas dengan 1 jam 27 menit 24 detik yang dicetak di Nomi, Jepang, 20 Maret 2016. Di luar faktor etos kerja dalam menjaga konsistensi penampilan, menurut Hendro, prestasinya belum bisa diimbangi karena jarang sekali kompetisi di level nasional.
Kondisi itu membuat perkembangan jalan cepat cenderung lambat, khususnya dibandingkan dengan nomor-nomor perlombaan lain. ”Minimnya kompetisi membuat daerah-daerah kurang memprioritaskan atlet di jalan cepat. Otomatis itu menyebabkan regenerasi menjadi lambat,” ungkap Hendro.
Made Budiasa, pelatih sprint dari Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Nusa Tenggara Barat (NTB), mengatakan, fasilitas dan kompetisi adalah dua faktor penting untuk memastikan kelangsungan regenerasi. Zohri contohnya. Atlet kelahiran Lombok Utara, NTB, 1 Juli 2000, itu adalah produk dari kompetisi berjenjang dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.
Akan tetapi, selepas 2016, kompetisi itu tidak ada lagi di NTB. ”Kini, sudah fasilitas sangat minim, kompetisi juga jarang sekali di NTB. Nama besar Zohri tidak diimbangi dengan perhatian pemerintah setempat untuk melahirkan Zohri-Zohri baru. Akhirnya, belum ada yang bisa meneruskan jejak Zohri,” ujar Made.
Jemput bola
Mustara Musa, manajer tim atletik Indonesia di SEA Games 2023, tidak menafikan banyaknya pekerjaan rumah yang akan dihadapi oleh PB PASI untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan, capaian di SEA Games Kamboja. Kalau tidak segera menemukan calon penerus mereka, dominasi Indonesia di sejumlah nomor perlombaan SEA Games akan terputus, seperti Hendro di jalan cepat 20 km dan Maria di lompat jauh ataupun lompat jangkit putri.
Sebaliknya, untuk nomor-nomor lain dengan atlet yang lebih muda, tetap butuh tambahan atlet lain untuk memacu persaingan agar prestasi terus terangkat. Untuk menemukan bakat-bakat baru itu, lanjut Mustara, PB PASI tidak bisa hanya berharap dari kompetisi mengingat kompetisi seperti Kejurnas 2023 adalah muara pembinaan. Sering kali ada atlet berbakat yang luput di hulu atau fase awal pembinaan.
Maka, yang diperlukan PB PASI adalah menjemput bola ke pelosok-pelosok daerah. Caranya, antara lain, membangun jejaring dengan guru pendidikan jasmani di sekolah. Paling tidak, dahulu, Zohri ditemukan pertama kali oleh gurunya di bangku SMP.
Selain itu, harus ada pendekatan sains olahraga dengan mengumpulkan data atlet-atlet berprestasi, mulai dari struktur anatomi tubuh, pola asupan nutrisi, istirahat, latihan, hingga rekor mereka di setiap jenjang usia. Data itu bisa menjadi acuan para pelatih untuk mencari dan membuat program latihan dalam rangka mencetak atlet-atlet baru seperti para legenda di nomor masing-masing.
”Sudah waktunya kita melahirkan atlet berprestasi dengan terencana, bukan karena ketidaksengajaan menemukan atlet-atlet berbakat. Selain itu, kita mesti mendorong kompetisi yang lebih bergeliat dari tingkat daerah hingga nasional guna mengasah kemampuan dan mental bertanding atlet,” tutur Mustara.