Rekor Nasional Zohri dan Valentin Sulit Ditaklukkan
Rekornas 100 meter remaja yang diukir Lalu Muhammad Zohri di putra dan Valentin Vanesa Lonteng di putri sangat sulit ditaklukkan peserta Kejurnas Atletik 2023. Perlu usaha keras agar bisa lahir Zohri dan Valentin baru.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Rekor nasional lari 100 meter milik Lalu Muhammad Zohri di kelompok putra dan Valentin Vanesa Lonteng di putri masih terlalu tangguh untuk para pelari remaja di masing-masing kelompok dalam Kejuaraan Nasional Atletik 2023 di Stadion Sriwedari, Surakarta, Jawa Tengah. Padahal, tim atletik Indonesia butuh atlet pelapis maupun pengganti di nomor perlombaan paling bergengsi itu karena Zohri rentan cedera dan Valentin tidak bisa melanjutkan kariernya untuk sementara waktu.
Dalam final 100 meter remaja atau kelompok usia di bawah 18 tahun (U-18), Kamis (22/6/2023) malam, pelari Sulawesi Selatan, Muhammad Ariel Hairud, meraih emas dengan waktu 11,15 detik. Ariel unggul atas pelari Jawa Tengah, Hanscelindo Vicky Abdiansyah, yang meraih perak dengan 11,16 detik. Adapun pelari Jawa Barat, Yogi, merebut perunggu dengan 11,25 detik.
Di kelompok putri, pelari Jawa Timur, Hoshi Fatihah Azharah Hartono, meraih emas dengan 12,67 detik. Hoshi unggul atas pelari Kalimantan Timur, Stevani Name, yang meraih perak dengan 12,72 detik. Sementara pelari Jawa Tengah, Shava Salvia Wirangga, merebut perunggu dengan 12,92 detik.
Performa Ariel dan Hoshi di final membaik dibandingkan babak sebelumnya, penyisihan yang berlangsung, Kamis petang. Ariel finis kedua dengan 11,20 detik pada heat pertama dari total lima heat penyisihan. Hoshi finis pertama dengan 12,72 detik pada heat kedua dari total lima heat penyisihan putri.
Kendati demikian, catatan waktu terbaik Ariel dan Hoshi masih jauh di bawah rekornas remaja kelompok masing-masing. Waktu yang dibukukan Ariel di final terpaut 0,58 detik di bawah rekornas milik Lalu Muhammad Zohri dengan 10,57 detik yang dicetak di Kendal, Jawa Tengah, 15 September 2017. Sebaliknya, waktu yang dibukukan Hoshi di final terpaut 1,06 detik di bawah rekornas milik Valentin Vanesa Lonteng dengan 11,61 detik yang diukir di Semarang, Jawa Tengah, 6 Agustus 2022.
Di luar ekspektasi
Menurut manajer tim atletik Indonesia di SEA Games Kamboja 2023 Mustara Musa, hasil itu masih di luar ekspektasi. Padahal, Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) sedang berusaha mencari pelapis untuk Zohri dan pengganti Valentin.
Belakangan, Zohri rentan cedera. Pelari kelahiran Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 1 Juli 2000, itu berulang kali mengalami cedera mulai dari lutut hingga hamstring. Situasi itu membuatnya sulit untuk kembali ke performa terbaiknya saat memecahkan rekornas senior dengan 10,03 detik yang dicetak di Osaka, Jepang, 19 Mei 2019. Bahkan, karena cedera paha kanan, dia urung tampil di 100 meter SEA Games 2023.
Saya yakin ada Zohri-Zohri lain ataupun Valentin-Valentin lain, tetapi belum ditemukan. Untuk itu, pelatih mesti memiliki jejaring dengan orang-orang di daerah, (Mustara)
Adapun keberlanjutan karier Valentin terganjal aturan baru Federasi Atletik Dunia atau World Athletics, yakni mewajibkan pelari yang ingin tampil di kompetisi putri mempertahakan kadar testosteron di bawah 2,5 nmol/L selama dua tahun per 31 Maret 2023. Sebelumnya, World Athletics membolehkan pelari dengan kadar testosterone di atas itu tampil di kompetisi putri, tetapi tidak boleh untuk perlombaan di atas 200 meter.
Tak lama, PB PASI berdiskusi dan melakukan tes medis terhadap Valentin yang hasilnya tidak bisa memenuhi aturan tersebut. Dengan berat hati, Valentin yang kelahiran Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, 14 Februari 2005, pun dicoret dari pelatnas dan batal mengikuti SEA Games 2023 yang sejatinya akan menjadi SEA Games keduanya.
”Dari Kejurnas kali ini, kami fokus mencari bakat baru dari kategori remaja, terutama untuk melapisi Zohri dan mengganti Valentin. Salah satu indikator umumnya, atlet-atlet yang bisa memecahkan rekornas. Sejauh ini, belum ada yang mampu mendekati rekornas tersebut. Maka itu, kami akan coba mencari atlet baru dari pertimbangan lain, seperti teknik, kecepatan, dan postur. Boleh jadi, ada atlet yang fundamental teknik dan kecepatannya cukup baik, tetapi belum berkembang dengan optimal,” ujar Mustara.
Standar tinggi
Tidak mudah bagi pelari putra maupun putri untuk memecahkan rekornas di kelompok masing-masing. Standar yang dibuat oleh Zohri dalam usianya yang ke-17 tahun dan Valentin dalam usia yang sama terlampaui tinggi. Butuh bakat besar dan latihan keras untuk bisa menjangkau ataupun mematahkan rekornas tersebut.
Hanscelindo mengatakan, Zohri memiliki bakat langka yang dikaruniai kecepatan alami luar biasa. Dengan bakatnya, Zohri seolah bisa menembus waktu 10 detik dengan begitu mudah. Sebaliknya, walau telah berlatih keras, Hanscelindo yang berusia 17 tahun belum pernah menembus waktu 10 detik dalam latihan maupun perlombaan.
”Tidak mudah untuk memecahkan rekornas Zohri. Tapi, saya akan berusaha menjadi lebih cepat, setidaknya bisa menembus 10 detik lebih dulu. Yang jelas, saya perlu meningkatkan lagi daya tahan saya, kemudian kecepatan dan teknik. Semoga saya bisa dapat dukungan yang lebih baik juga, terutama bisa ikut kejuaraan internasional yang belum pernah saya rasakan,” kata Hanscelindo, pelari kelahiran Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah, 5 Juni 2006.
Sebaliknya, Hoshi menilai, kemampuan Valentin berada di atas rata-rata kemampuan pelari remaja putri Indonesia. Akan tetapi, Hoshi percaya tidak mustahil untuk memecahkan rekornas Valentin kalau dirinya dan pelari remaja putri lain mendapatkan dukungan penuh dalam pembinaan.
Apalagi, Hoshi masih berusia 15 tahun yang artinya ada kesempatan kurang lebih tiga tahun lagi untuk mematahkan rekornas remaja. ”Banyak yang harus ditingkatkan dari diri saya, mulai dari pola makan, pola istirahat, latihan fisik, kecepatan, dan teknik, serta ikut kejuaraan internasional yang penting untuk menambah pengalaman,” ungkap Hoshi, pelari kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 15 Februari 2008.
Kendala di daerah
Made Budiasa, pelatih sprint dari Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Nusa Tenggara Barat, menuturkan, salah satu kendala pembinaan di daerah adalah keterbatasan sarana dan prasarana. Seperti di daerahnya, mereka tidak memiliki lintasan yang berstandar untuk berlatih dengan optimal. Di sisi lain, minim kompetisi untuk menambah jam terbang ataupun mengasah mental bertanding atlet.
”Bicara soal Zohri, dia adalah produk dari kompetisi berjenjang di Nusa Tenggara Barat, mulai dari kejuaraan antar kabupaten/kota hingga provinsi. Tetapi, setelah 2016, tidak ada lagi kompetisi berjenjang tersebut. Nama besar Zohri tidak sebanding dengan semangat pemerintah daerah untuk melahirkan Zohri-zohri baru. Saya percaya banyak pelari seberbakat Zohri di Nusa Tenggara Barat, tetapi tidak ada kesempatan untuk menunjukkan potensi mereka melalui kompetisi,” ungkapnya.
Mustara menyampaikan, mencari Zohri baru ataupun Valentin baru tidak bisa pula hanya berharap dari kejuaraan. Yang mesti dilakukan adalah menjemput bola dengan mencari di pelosok-pelosok daerah. ”Saya yakin ada Zohri-Zohri lain ataupun Valentin-Valentin lain, tetapi belum ditemukan. Untuk itu, pelatih mesti memiliki jejaring dengan orang-orang di daerah, terutama guru pendidikan jasmani, agar bisa mendapatkan informasi mengenai calon Zohri ataupun Valentin baru. Dulu, yang pertama kali menemukan Zohri dan Valentin juga guru mereka di SMP,” ujar Mustara.