Berkat Guardiola, John Stones Mereinkarnasi Posisi "Halfback"
Peran unik dan terkesan baru di era sepak bola modern ditampilkan John Stones untuk Manchester City pada musim ini. Stones mereinkarnasi posisi yang telah "mati suri" selama 60 tahun.
Erling Haaland, Kevin De Bruyne, Jack Grealish, dan Ilkay Guendogan adalah empat pemain kunci Manchester City yang mendapat atensi terbesar pada musim ini. Namun, sejatinya John Stones adalah bintang yang menghadirkan titik balik bagi nasib The Citizens di paruh kedua musim ini.
Hingga awal Maret, City masih tertinggal delapan poin dari Arsenal di klasemen papan atas Liga Inggris. Pada akhirnya, City mampu mengudeta posisi puncak, bahkan memastikan gelar juara ketika kompetisi terketat di dunia itu masih menyisakan dua pertandingan.
Tak hanya itu, The Citizens berpeluang menjadi salah satu tim terbaik di dunia yang meraih treble winner. Mereka akan menghadapi Inter Milan pada final Liga Champions, Minggu (11/6/2023) pukul 02.00 WIB, untuk melengkapi dua gelar juara kompetisi domestik, yaitu Liga Inggris dan Piala FA.
Perjalanan fantastis City tidak lepas dari inovasi taktik yang dilakukan Pep Guardiola setelah timnya menelan kekalahan, 0-1, dari Tottenham Hotspur, 5 Februari 2023 lalu. Setelah itu, Guardiola memperkenalkan taktik 3-2-4-1 yang telah dipatenkan menjadi formasi utama The Citizens pada laga-laga penting di akhir musim ini.
Kunci utama dari taktik itu ialah peran dua pivot yang berada di depan trio bek. Satu tempat di posisi gelandang bertahan itu menjadi milik Rodri, lalu Guardiola sempat mencoba tiga pemain berbeda untuk menjadi tandem Rodri. Mereka adalah Bernardo Silva, Guendogan, dan Rico Lewis.
Bernardo Silva lebih dulu mengisi posisi sebagai pendamping Rodri, tetapi peran pemain asal Portugal lebih sebagai inverted full-back untuk mengisi posisi bek sayap kiri dalam kondisi bertahan. Kemudian, Guendogan menjalani peran gelandang box-to-box.
Adapun Lewis menjalani tugas seperti Joao Cancelo di musim lalu. Ia menjadi gelandang tambahan ketika menyerang, lalu mengisi ruang di sisi sayap luar kanan ketika tim lawan memasuki sepertiga akhir zona pertahanan City.
Guardiola akhirnya berhenti bereksperimen setelah City menghancurkan RB Leipzig, 7-0, di Stadion City of Manchester, pada laga kedua babak 16 besar. Duel itu menjadi momen pertama Guardiola memberikan peran baru kepada Stones yang telah dikenal sebagai salah satu bek tengah terbaik Inggris.
Baca juga : Manchester City Mencium Aroma ”Treble Winner”
Stones memiliki kualitas untuk mengoper bola dan bisa mengontrol permainan dengan baik.
Ketika City menguasai bola, Stones akan bermain di lini tengah yang bertugas menentukan aliran bola untuk menyerang dari sisi sayap atau memaksimalkan kreativitas De Bruyne dan Guendogan dari sisi tengah. Bahkan, Stones juga tidak jarang pula berada di sayap kanan untuk memberi dukungan kepada Silva dan Kyle Walker atau Manuel Akanji, dua bek tengah yang kerap membantu serangan dari sisi sayap kanan.
Dalam situasi bertahan, Stones akan langsung mengisi posisi di jantung pertahanan untuk menjadi tandem Ruben Dias. Pemahaman Stones terhadap peran kompleks itu membuat City menjadi tim “bunglon” yang menyerang dengan taktik 3-2-4-1, lalu bertahan dengan formasi 4-4-1-1.
Noel Gallagher, pentolan grup musik Oasis, seperti jutaan pecinta sepak bola dunia lainnya yang dibuat kagum dengan multi peran Stones itu. Gallagher sampai bertanya langsung kepada Stones tentang posisi baru pemain bernomor lima itu untuk City.
“Saya ingat berbicara kepada John (Stones) setelah gim melawan Arsenal ketika ia bermain di tengah dan mencetak gol. Saya berkata ‘Sungguh gila kau kawan, berapa banyak posisi yang bisa kamu mainkan?’,” ungkap Gallagher kepada BBC.
Baca juga : Secercah Petunjuk Inter Milan Atasi Manchester City
Gallagher melanjutkan, “Ia (Stones) menjawab ‘sejujurnya, saya belum mendapat petunjuk tentang apa yang saya lakukan. Pep (Guardiola) meminta saya bermain di posisi itu, saya melakukannya dan berkata ok’”.
Hingga final Piala FA, akhir pekan lalu, Stones telah memainkan 14 laga dengan peran baru tersebut. The Citizens mencatatkan rerata 2,85 gol per laga dan hanya 0,71 kemasukan per gim. City pun telah mempecundangi tim-tim terbaik Eropa, seperti Liverpool, Arsenal, Manchester United, Bayern Muenchen, dan Real Madrid.
Catatan statistik itu lebih baik dibandingkan 40 laga sebelumnya. Sebelum Stones mengemban amanah posisi baru, City menghasilkan rata-rata 2,37 gol per laga dan kebobolan 0,8 gol per pertandingan.
Inspirasi Herbert Chapman
Di era sepak bola modern ini, formasi tiga bek ketika menyerang identik berubah menjadi lima bek dalam kondisi bertahan. Dua bek sayap berdiri sejajar dengan trisula bek tengah ketika lawan menguasai bola.
Baca juga : Ilkay Guendogan, “Dinamo” Mesin Juara Manchester City
Namun, strategi itu tidak berlaku bagi Guardiola. Ia lebih suka tetap bertahan dengan empat bek dibandingkan lima bek.
Guardiola sebenarnya tidak menghadirkan inovasi yang benar-benar baru di sepak bola. Ia hanya memodifikasi dan menghidupkan kembali taktik yang sudah lama ditinggalkan.
Taktik 3-2-4-1 yang diterapkan Guardiola untuk City serupa dengan formasi 3-2-2-3 atau WM yang dikreasikan oleh Herbert Chapman, Manajer Arsenal periode 1925 hingga 1934. Dengan formasi itu, Chapman mengubah status “Si Meriam” dari tim pejuang keluar zona degradasi menjadi raksasa baru Inggris.
Sebanyak enam gelar Chapman persembahkan untuk Arsenal, termasuk gelar Piala FA pertama pada 1930. Setahun berselang, Arsenal mengangkat trofi Liga Inggris perdana.
Baca juga : Pertaruhan Harga Diri Duo Manchester di Final Piala FA
Dalam formasi 3-2-2-3 ala Chapman, keseimbangan tim dalam bertahan dan transisi menyerang berada dikendalikan dua pemain di depan trio bek tengah—mereka disebut berposisi halfback—yang diisi Alf Baker dan Bob John. Baker akan menjadi bek dalam situasi tertentu untuk mendukung tiga bek, lalu John lebih berperan sebagai perusak pertahanan lawan, menutup posisi di jantung pertahanan, serta penyalur operan ke lini serang.
Dengan memahami taktik WM ala Chapman, maka itu bisa menjawab peran dan posisi yang ditugaskan Guardiola untuk Stones. Di City, tugas Stones seperti menjadi reinkarnasi bagi peran Baker dan John di Arsenal periode 1930-an.
Berbeda dengan Rodri, yang lebih fokus tampil di tengah, Stones menjadi bek tengah dalam situasi bertahan. Bisa dikatakan Stones menjalankan peran halfback modern.
Posisi halfback amat digemari di dunia sepak bola mulai dari dekade 1920-an hingga 1950-an. Tim nasional Uruguay dan timnas Italia menguasai tiga edisi perdana Piala Dunia dengan memaksimalkan peran halfback. Setelah dekade 1950-an, peran halfback tidak lagi digunakan di Eropa.
Baca juga : Berkah Haaland Menaklukkan Ego Guardiola
Sementara itu, di Indonesia, posisi itu juga jamak digunakan pada awal kehadiran Kejuaraan Nasional PSSI pada 1931. Era emas timnas Indonesia pada dekade 1950-an hingga 1960-an juga tidak lepas dari peran apik para pemain yang berperan sebagai halfback, di antaranya Tan Liong Houw dan Ramlan. Lalu, kapten tim Hindia Belanda pada Piala Dunia 1938, yakni Achmad Nawir, juga menempati posisi halfback.
Jonathan Wilson dalam buku Inverting The Pyramid: The History of Football Tactics (2008) menyebut halfback memiliki peran sentral, terutama untuk sebagai pemain yang paling awal menghalau serangan lawan dan melindungi bek tengah dari serangan langsung lawan. Di sisi lain, halfback menjadi kunci bagi proses transisi dari bertahan ke menyerang.
“Stones memiliki kualitas untuk mengoper bola dan bisa mengontrol permainan dengan baik. Dan, tentunya, ia tampil bagus ketika bertahan,” puji Guardiola terkait performa Stones pada laga final Piala FA melawan MU, pekan lalu, dilansir Sky Sports.
Stones memang tidak akan akan menjadi topik pembicaraan seperti gol demi gol yang diciptakan Haaland atau permainan kreatif ala De Bruyne, tetapi pemain berusia 29 tahun itu adalah sosok kunci bagi ambisi City untuk mengalahkan Inter di final Liga Champions demi meraih Eropa perdana.
Jika, City bisa memastikan raihan treble winner, akhir pekan ini, tidak heran jika peran halfback yang diemban Stones akan ditiru oleh banyak tim di Inggris dan Eropa pada musim depan.