Trilogi kepemimpinan manajer di Chelsea musim ini menjadi warisan pelajaran yang sangat berharga untuk Pochettino. Semua masalah bermuara ke pemilik klub itu, Boehly.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SENIN - Kejatuhan terdalam Chelsea pada musim ini datang dari kisah tiga manajer berbeda, yaitu Thomas Tuchel, Graham Potter, dan Frank Lampard. Trilogi kisah buruk itu akan menjadi ”warisan” untuk dipelajari calon terkuat manajer terbaru mereka, Mauricio Pochettino.
Chelsea menutup musim ini dengan hasil imbang, 1-1, atas Newcastle United di Stadion Stamford Bridge, Minggu (28/5/2023). Mereka finis di peringkat ke-12 dengan raihan 44 poin. Jumlah poin itu adalah yang terendah bagi Chelsea dalam era Liga Primer, yaitu sejak musim 1992-1993.
Laga 90 menit itu mewakili masalah mereka sepanjang musim ini, yaitu seret gol. Gol semata wayang ”Si Biru” berasal dari bunuh diri bek sayap Newcastle, Kieran Trippier. Chelsea hanya mencetak total 38 gol, nyaris serupa striker City, Erling Haaland (36 gol).
Chelsea pun kini menyambut era baru. Menurut jurnalis spesialis transfer, Fabrizio Romano, Pochettino sudah menandatangani kontrak untuk memimpin Si Biru hingga 2026. Chelsea akan mengumumkannya pekan depan.
Mantan Manajer Tottenham Hotspur itu telah dinanti pekerjaan rumah yang tidak mudah. Semua masalah itu terangkum dalam perjalanan tiga manajer Chelsea musim ini, yaitu Tuchel (7 laga), Potter (31 laga), dan Lampard (11 laga).
Chelsea juga sempat dipimpin manajer darurat, Bruno Saltor, selama dua hari sebelum dipegang Lampard. Namun, dia hanya terlibat dalam satu pertandingan. Nyaris tidak ada yang bisa dipetik dalam tugas darurat sang asisten manajer Potter itu.
”Saya penggemar berat Pochettino. Dia manajer hebat, terbukti bisa membuat identitas tim yang solid untuk memenangi laga. Tetapi, Anda harus berhati-hati dengan ekspektasi. Semua tidak terjadi dalam semalam,” kata Lampard yang hanya dikontrak Chelsea hingga akhir musim.
Lampard belajar banyak dalam era keduanya memimpin Chelsea. Dia ditunjuk agar bisa membangkitkan moral tim. Alih-alih bangkit, skuad Chelsea justru semakin terpuruk. Mereka hanya menang 1 kali dari 11 laga di seluruh kompetisi bersama Lampard.
Menurut Lampard, masalah terbesar Chelsea adalah kohesi. Pasukannya bermain untuk diri masing-masing, bukan sebagai kesatuan tim. Mereka ibarat orang asing satu sama lainnya.
Kondisi itu tidak lepas dari pembelian 19 pemain baru yang diprakarsai pemilik Chelsea, Todd Boehly, pada musim ini. Para pemain baru dan lama tidak punya waktu saling mengenal dan beradaptasi. ”Gonta-ganti” manajer kian memperburuk situasi.
”Di klub seperti ini, Anda harus punya standar kolektivitas tinggi. Jika tidak, Anda tidak akan kompetitif, terutama di Liga Inggris yang butuh kecepatan dan kualitas level tertinggi. Sejak kembali ke klub ini, saya sudah melihat kebersamaan mereka tidak cukup,” ungkap Lampard.
Persiapan pramusim
Masalah Chelsea lainnya musim ini adalah persiapan pramusim. Potter sempat heran kualitas fisik para pemain Chelsea di bawah standar. Ia pun tidak bisa memainkan gaya permainan agresif, seperti di klub lamanya, Brighton and Hove Albion.
Di klub seperti ini, Anda harus punya standar kolektivitas tinggi. Jika tidak, Anda tidak akan kompetitif, terutama di Liga Inggris yang butuh kecepatan dan kualitas level tertinggi. Sejak kembali ke klub ini, saya sudah melihat kebersamaan mereka tidak cukup.
Potter, pada akhir Februari lalu, berkata, pekerjaannya di Chelsea adalah yang tersulit dalam sejarah sepak bola. Dia diberikan ekspektasi setinggi langit, tetapi persiapan pramusim tim tidaklah optimal. ”Banyak pemain berpengalaman menceritakan pramusim lalu adalah yang terburuk,” ungkapnya.
Mereka menjalani tur ke beberapa kota di Amerika Serikat yang merupakan negara asal sang pemilik klub. Tuchel, manajer saat itu, mengakui persiapan Chelsea tak optimal karena harus berpindah-pindah kota serta melewati zona waktu dan cuaca berbeda.
Manajer yang mengantar Si Biru juara Liga Champions Eropa itu didepak pada pekan ketujuh liga itu. Boehly terlalu campur tangan ke tim. Kabarnya, Boehly geram karena, menurut rencana, mendatangkan beberapa pemain bintang ditolak. Pemecatan Tuchel menjadi awal mula bencana Chelsea.
Kisah Tuchel dan keseluruhan trilogi Chelsea pada musim ini cukup memperlihatkan, sosok pemilik klub yang terlalu ikut campur bisa berdampak nyata terhadap kerusakan Chelsea. Campur tangan itu mulai dari pergantian manajer sesuka hati, mendatangkan segudang pemain, hingga pramusim melelahkan ke AS.
Bahkan, pemilik klub sebelumnya yang terkenal sangat pragmatis terhadap prestasi, Roman Abramovich, tidak pernah menggunakan tiga manajer sekaligus dalam semusim. Boehly melakukannya pada musim pertama setelah mengambil alih Chelsea.
Karena itu pula, Pochettino perlu belajar dari kisah-kisah tersebut. Dia wajib meminta otoritas penuh terhadap urusan di dalam lapangan. Jika tidak, dia hanya akan senasib dengan Tuchel, Potter, dan Lampard. (AP/REUTERS)