Cedera pangkal paha membuyarkan mimpi Zohri meraih medali emas pertama SEA Games di nomor bergengsi, lari 100 meter. Ia terpaksa menepi karena memiliki target yang lebih besar, yaitu level Asia.
Oleh
I Gusti AB Angga Putra dari Phnom Penh, Kamboja
·5 menit baca
PHNOM PENH, KOMPAS — Spirit sejati dari olahraga, tidak terkecuali di SEA Games Kamboja 2023, adalah tentang perjuangan atlet. Jadi, bukan melulu soal prestasi tertinggi. Pesan itu coba dimaknai sprinter andalan Indonesia, Lalu Muhammad Zohri, ketika tampil di nomor bergengsi atletik, lari 100 meter putra.
Ia terpaksa kembali menunda impiannya meraih emas perdana pada nomor andalannya itu di ajang SEA Games. Tim dokter Indonesia merekomendasikan Zohri agar tidak mengikuti lomba, Jumat (12/5/2023), di Kamboja, karena dikhawatirkan cederanya bisa kian parah. Keputusan itu sangat tepat karena Zohri diproyeksikan bisa tampil di Asian Games, beberapa bulan mendatang.
Sepanjang kariernya sebagai sprinter nasional spesialis jarak dekat, Zohri belum sekali pun mempersembahkan emas nomor individual untuk Indonesia di gelaran multicabang, seperti SEA Games. Padahal, Zohri sudah bergelimang prestasi di kejuaraan tunggal tingkat dunia. Pada 2018, Zohri meraih medali emas pada nomor 100 meter di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 sekaligus memecahkan rekor yunior dengan 10,18 detik.
Harapan meraih emas pertama 100 meter di multicabang sempat coba diwujudkan Zohri di SEA Games Vietnam 2021. Namun, saat itu, ia belum mampu menampilkan performa terbaik dan hanya finis keempat dengan catatan 10,59 detik.
Pada SEA Games 2023, Zohri mencoba menebus kegagalannya itu. Kepercayaan diri Zohri awalnya cukup tinggi karena merebut medali perunggu di nomor 200 meter dan menyabet emas bersama tim estafet putra. Meraih dua medali sebelum turun di lari 100 meter, nomor andalannya, tentu menjadi bekal berharga bagi Zohri.
Namun, malang tidak dapat ditolak. Zohri justru kalah sebelum bertanding di nomor 100 meter. Ia diduga mengalami cedera pangkal paha yang didapat saat pemanasan jelang tampil di nomor 200 meter. Setelah berlari di nomor itu, Zohri sempat memegangi pangkal pahanya dan meringis kesakitan.
Kita istirahatkan Zohri karena tadi jalannya pincang. Daripada terjadi hal yang lebih buruk dan cedera permanen, kami putuskan agar Zohri tidak berlomba di final. (Mustara Musa)
Ia terduduk lama setelah mencapai garis finis. Ketika itu, Zohri mengatakan masih bisa berdiri dan berjalan kendati merasa tidak nyaman di bagian pangkal pahanya. ”Masih bisa berlomba di estafet dan 100 meter. Doakan bisa meraih yang terbaik,” ucap Zohri ketika itu.
Zohri membuktikan ucapannya. Dia turut menjadi bagian tim estafet putra Indonesia yang di luar dugaan bisa mengalahkan lawan kuat, Thailand. Selama ini, Thailand dikenal sebagai raja estafet putra di Asia Tenggara. Masalah bagi Zohri baru muncul ketika ia mengikuti sesi kualifikasi 100 meter pada Jumat pagi.
Pelari asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, itu kembali merasakan sakit setelah mencapai garis finis. Melihat Zohri yang merasa tidak nyaman, pelatih dan tim dokter kemudian melakukan pemeriksaan awal. Dari pemeriksaan tersebut, Zohri diketahui mengalami cedera minor. Ia sebenarnya masih bisa memaksakan diri untuk berlari pada babak final, Jumat sore. Namun, pelatih dan tim dokter akhirnya memutuskan Zohri tidak mengikuti lomba.
”Kita istirahatkan Zohri karena tadi jalannya pincang. Daripada terjadi hal yang lebih buruk dan cedera permanen, kami putuskan agar Zohri tidak berlomba di final,” ujar Manajer Pemusatan Latihan Tim Atletik Indonesia Mustara Musa.
Zohri direncanakan menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut di Jakarta. Setelah itu, baru bisa diputuskan jenis perawatan dan penanganan seperti apa yang dibutuhkannya.
Bukan tanpa alasan Mustara memutuskan untuk mengistirahatkan Zohri. Selain untuk mengantisipasi agar tidak mengalami cedera permanen, Zohri adalah atlet potensial Indonesia yang diproyeksikan untuk berprestasi di Asian Games Hangzhou 2023. Maka itu, Zohri bisa berdamai dengan kenyataan tidak bisa mengikuti lomba meskipun ia harus menunda mimpinya mempersembahkan emas pertama nomor 100 meter untuk Indonesia di SEA Games.
Perjuangan meraih prestasi juga sempat diperlihatkan atlet lari jarak jauh Indonesia, Odekta Elvira Naibaho, di hari terakhir perlombaan cabang atletik lintasan. Odekta, yang turun di nomor 10.000 meter putri, finis ketiga di belakang dua pelari Vietnam, Nguyen Thi Oanh (peraih) emas dan Pham Thi Hong Le (perak). Odekta meraih perunggu dengan waktu 35 menit 31,03 detik.
Medali ketiga Odekta
Medali itu adalah yang ketiga diraih Odekta di Kamboja. Sebelumnya, Odekta juga menyabet satu medali emas dari nomor lari maraton dan satu perunggu dari lari 5.000 meter. Walaupun belum bisa mempersembahkan emas 10.000 meter, catatan waktu Odekta di Kamboja lebih baik dibandingkan saat meraih perunggu pada SEA Games Filipina 2019. Saat itu, Odekta finis dengan catatan waktu 36 menit 42,28 detik.
”(Atlet-atlet) Vietnam memang sudah levelnya Olimpiade. Mudah-mudahan, di ajang berikutnya, kita bisa mengimbangi mereka,” ungkap Odekta yang terduduk lemas dan sempat dibantu berdiri oleh Thi Oanh seusai lomba tersebut.
Pada 15 menit terakhir lomba itu, Odekta sempat memimpin. Akan tetapi, ia lantas disalip oleh Thi Oanh serta Thi Hong Le ketika lomba memasuki putaran akhir. Thi Oanh, yang diduga menyimpan tenaganya sejak awal, tiba-tiba mampu berlari cepat dan jauh meninggalkan Odekta di belakangnya.
Menurut Odekta, ia termakan taktik Thi Oanh yang membiarkan dirinya sempat memimpin di pertengahan lomba. Menjelang finis atau putaran terakhir, Thi Oanh mengerahkan tenaga tersembunyinya.
”Jadi, sebenarnya, strateginya adalah saya harus mengikuti pelari nomor dua. Ternyata, justru saya yang ditunggu oleh mereka dan jadi seperti terkena jebakan,” kata Odekta.
Pecah ban
Nasib kurang baik di Kamboja juga dialami tim balap sepeda jalan raya Indonesia. Medali emas nomor mass start putra, yang ditargetkan diraih sprinter Terry Yudha Kusuma, lepas dari genggaman akibat pecah ban. Indonesia pun hanya meraih perak.
Namun, hal itu tidak mengurangi kejayaan balap sepeda Indonesia yang mendulang 5 emas, 2 perak, dan 1 perunggu di Kamboja.