Stabilitas Kuartet Bek Manchester City Mahakarya Guardiola
Kuartet bek tengah dan peran baru John Stones membuat Manchester City kini lebih dominan. Manajer City Pep Guardiola pun sekali lagi bisa tersenyum menikmati karyanya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANCHESTER, MINGGU – Bukan Josep "Pep" Guardiola namanya jika tidak bereksperimen mencoba taktik baru. Manajer Manchester City itu kini sedang menuai pujian berkat penemuan strategi kuartet bek tengah. Ide barunya, ditambah perubahan peran John Stones, mampu menghadirkan stabilitas untuk “The Citizens”.
City telah memainkan formasi kuartet bek yang sama di lini belakang pada empat dari lima laga terakhir, termasuk ketika menang telak, 4-1, atas tuan rumah Southampton di Stadion St.Mary’s, Minggu (9/4/2023) dini hari WIB. Mereka adalah Stones, Manuel Akanji, Ruben Dias, dan Nathan Ake.
Sejak formasi itu pertama kali ditampilkan versus Crystal Palace, awal Maret, City selalu menyapu bersih kemenangan dalam empat laga. Tidak hanya itu, mereka juga mencetak 16 gol dan hanya kemasukan dua gol, di antaranya melawan RB Leipzig (7-0) dan Liverpool (4-1).
Manajer Southampton Ruben Selles merasakan sendiri dominasi dari formasi baru City. Selles memainkan sepak bola agresif dengan pertahanan blok tinggi, seperti saat menahan imbang Tottenham dan Manchester United, Maret lalu. Namun, semua upaya itu dimentahkan City.
“Kami ingin menjebak mereka agar tetap di separuh lapangan sendiri. Kami ingin membuat mereka kesulitan untuk masuk lapangan kami. Namun, mereka pada akhirnya berhasil lolos. Mereka sangat sangat berbahaya jika dibiarkan (dekat kotak penalti),” ucap Selles.
City resistan terhadap tekanan berkat peran baru Stones sebagai inverted wing back. Pemain berposisi asli bek tengah itu berada di sisi bek sayap kanan dalam kondisi pasif bertahan. Namun, saat menyerang, dia akan naik ke posisi gelandang membantu pemain jangkar City, Rodri.
The Citizens pun membentuk formasi 3-2, dari 4-1, di belakang dan tengah saat membangun serangan. Stones mempermudah pekerjaan Rodri. Mereka bisa saling membantu untuk mengirim bola ke lapangan lawan. Gelandang kreatif City, Kevin De Bruyne, sudah menanti di depan.
Guardiola ingin timnya menguasai bola sebanyak mungkin agar lawan tidak punya kesempatan untuk menyerang. Artinya, mantan pelatih Barcelona dan Bayern Muenchen itu sebenarnya berpikiran pragmatis, hanya saja dengan cara lain.
Stones, bek bertubuh setinggi 1,88 meter, bukan seorang gelandang yang lincah dan penuh kreativitas. Namun, bek tim nasional Inggris itu memberikan jaminan untuk selalu bisa mengalirkan bola dengan umpan sederhana. Saat bersamaan, dia bisa menjaga bola agar tidak direbut oleh pemain lawan.
Aman dalam kendali
Menurut Opta, sebelum versus Southampton, Stones merupakan pemain dengan persentase kehilangan bola paling sedikit (6,7 persen). Dia hanya kehilangan bola 87 kali dalam total 1.300 kali sentuhan. Artinya, bola akan aman ketika berada dalam kendalinya.
Guardiola menilai, peran pembagi bola seperti yang dijalani Stones itu berdampak besar terhadap pertahanan timnya. Tidak hanya serangan. Dengan pola pikir itu, dia pernah menyebut mantan gelandang serang, Zinedine Zidane, sebagai pemain bertahan terbaik di timnas Perancis.
“Perancis tidak pernah mengalami disorganisasi. Dia selalu meminta bola, mendapatkannya, lalu mengumpan, dan meminta lagi. Begitu terus diulang-ulang. Hasilnya, Perancis menjadi sangat teroganisir,” kata Guardiola seperti dikutip The Athletic.
Di sisi lain, Stones memang spesialis pemain bertahan, sama seperti tiga bek tengah lain. Dia bisa menjadi pemecah transisi lawan dengan posisi sebagai gelandang bertahan atau ketika bertahan dengan blok rendah di sisi sayap dalam posisi empat bek sejajar. Jadi, wajar jika pertahanan City bertambah kokoh.
Guardiola telah bereksperimen sepanjang musim untuk menemukan formula tepat itu. Sang manajer ingin menggantikan peran inverted wing back yang semula diperankan bek sayap, Joao Cancelo, di sisi kiri. Adapun Cancelo dilepas ke Bayern Muenchen pada Januari lalu, setelah penurunan performa pada musim ini.
Manajer asal Spanyol itu sempat mencoba peran Cancelo ke bek sayap Rico Lewis dan gelandang Bernardo Silva. Percobaan itu berhasil dalam hal membangun serangan. Namun, sisi kiri pertahanan “The Citizens” menciptakan lubang besar yang bisa dieksploitasi lawan. Lewis dan Silva kurang piawai bertahan.
Mikel Arteta, manajer Arsenal yang pernah menjadi asisten manajer di City, berkata, Guardiola memang selalu menerapkan sistem ofensif. Namun, Guardiola melakukan itu demi pertahanan. “Dia adalah pelatih paling defensif (yang pernah saya lihat),” kata Arteta.
Guardiola ingin timnya menguasai bola sebanyak mungkin agar lawan tidak punya kesempatan untuk menyerang. Artinya, mantan pelatih Barcelona dan Bayern Muenchen itu sebenarnya berpikiran pragmatis, hanya saja dengan cara lain.
Stones adalah versi sempurna dari rencana besar Guardiola. Dia bisa menghadirkan stabilitas dalam serangan maupun bertahan. Menariknya, tiga bek lain bisa cocok dimainkan bersama, termasuk Ake yang semakin konsisten meskipun harus bermain lebih ke kiri sebagai bek sayap.
Formasi kuartet bek tengah ala Guardiola bisa menjadi penentu kisah manis The Citizens pada akhir musim. Mereka masih bersaing merebut gelar dalam tiga kompetisi sekaligus, yaitu Liga Inggris, Piala FA, dan Liga Champions Eropa. (AP/REUTERS)